Yoga Jati Pratama
240210140003
Kelompok 1A Universitas Padjadjaran
240210140003
Kelompok 1A Universitas Padjadjaran
5.2 Pembahasan
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan
dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang
diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan
yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya
interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah
diamati. (Harjadi, W. 1986).
Argentometri
merupakan titrasi pengendapan sampel yang dianalisis dengan menggunakan ion
perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida
(Khopkar,1990).
Menurut
Bassett, J. dkk,(1994) titrasi pengendapan
merupakan reaksi penggabungan ion yang menghasilkan endapan yang biasanya menggunakan larutan baku perak nitrat
sehingga sering disebut argentometri sedangkan menurut Khopkar (1990), argentometri
merupakan titrasi pengendapan sampel yang dianalisis dengan menggunakan ion
perak, ion-ion ini ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida.
Prinsip titrasi pada argentometri
adalah titrasi pengendapan dimana zat yang hendak ditentukan kadarnya bereaksi
dengan zat pentiter membentuk senyawa yang sukar larut dalam air maka kepekatan
zat yang hendak ditentukan kadarnya akan semakin berkurang seiring dengan
berlangsungnya proses titrasi. Perubahan kepekatan dapat diamati dengan
menggunakan indikator, serta perubahan tersebut dekat titik kesetaraannya.
Ada
tiga metode titrasi pengendapan, yaitu mohr, volhard, dan fajans, namun praktikum
kali ini hanya melakukan pengujian titrasi pengendapan metode mohr dan volhard
saja, tetapi disini akan dijelaskan pembahasan dari ketiga metode tersebut.
a. Metode Mohr
Metode
Mohr biasanya digunakan untuk mentirasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3
sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir
titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi
kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4,
saat hampir mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hampir berikatan
menjadi AgCl.
Metode
Mohr merupakan pengendapan AgNO3 dengan indikator K2CrO4
5% pada larutan sampel yang sifat pengendapannya bertingkat. Lingkungan pada
titrasi harus netral (pH 6 – 10) dan sedikit alkalis. Metode ini hanya baik
untuk menentukan kadar Cl dan Br.
Larutan harus dikocok atau digoyangkan dengan baik untuk menghindari kelebihan
titran yang dapat mengakibatkan pengendapan indikator sebelum titik ekuivalen
tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian.
Standarisasi AgNO3 oleh NaCl
Larutan AgNO3
distandarisasi oleh garam halida, biasanya digunakan NaCl dengan indikator
larutan kalium kromat (K2CrO4) 5% yang akan membentuk
endapan merah dengan kelebihan perak nitrat setelah ion klorida habis bereaksi (titik
akhir).
Sebelum mencapai titik akhir
titrasi, mula-mula perak nitrat (AgNO3) bereaksi dengan natrium
klorida (NaCl) membentuk endapan perak klorida (AgCl) berwarna putih namun
setelah ion klorida mencapai titik akhir titrasi, kelebihan sedikit perak
nitrat akan membentuk endapan merah dengan kalium kromat.
Reaksi :
Sebelum TA:
Ag+ + Cl- « AgCl (s)
Putih
Saat TA:
2Ag+ + CrO42- « Ag2CrO4
(s)
Merah
Endapan
perak klorida akan lebih dahulu terbentuk dibanding endapan perak kromat karena
endapan perak klorida lebih stabil.
Kestabilan endapan dipengaruhi oleh kelarutan kedua senyawa tersebut. Menurut
Day (1994), perak kromat lebih mudah larut (8,4 x 10-5 mol/liter)
dari pada perak klorida (1 x 10-5 mol/liter).
Rumus
N AgNO3 à
Titrasi dilakukan pada kondisi netral atau sedikit basa. Pada larutan
asam terjadi reaksi berikut:
Menurut
Bassett, J. dkk (1994) HCrO4-
merupakan asam lemah yang akan mengurangi jumlah ion kromat sehingga kelarutan
perak kromat akan meningkat dan titik akhir titrasinya sulit dideteksi. Jika
larutan terlalu basa maka akan terbentuk endapan perak hidroksida (AgOH)
sehingga dibutuhkan lebih banyak ion perak untuk bereaksi dengan ion klorida
yang mengakibatkan volume titrasi akan lebih banyak dari seharusnya sehingga
didapatkan hasil yang tidak sesuai.
Selama titrasi mohr, larutan harus
diaduk atau digoyangkan dengan baik karena apabila tidak digoyangkan maka
secara lokal terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap
sebelum titik ekivalen tercapai karena ion klorida belum seluruhnya bereaksi
(Haryadi, 1990).
b. Metode
Volhard
Metode
Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+
(feriaulin) sebagai indikator.
c. Metode Fajans
Metode
ini menggunakan indikator adsorpsi. Dalam penentuan ini reaksi titik akhir
titrasi terjadi pada permukaan endapan perak halida, yang pada titik ekivalen
dapat mengadsorpsi zat warna. Dengan demikian terjadi perubahan warna. Indikator
yang digunakan adalah fluorocein. (Sukarti,T. 2008)
Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam titrasi pengendapan ini, yaitu:
1.
Mempunyai kelarutan
atau hasil kelarutan yang sangat kecil, sehingga relatif tidak dapat larut.
2.
Reaksi terbentuknya
endapan harus cepat.
3.
Hasil titrasi tidak
akan menyimpang cukup besar akibat dari adsorbsi atau kopresipitasi.
4.
Harus dapat dideteksi
pada titik setara selama penitaran.
Cara
yang paling penting yang akan dibahas pada presipitimetri adalah argentometri,
yaitu yang berdasarkan reaksi dengan perak nitrat:
Ag+
+ X- → AgX↓
Dimana: X-
= Cl-, Br-, I-, CNS-, dan
sebagainya (Sulistiowati et al, 2011)
Pada praktikum pengendapan kali ini
hanya dua metode yang dilakukan, yaitu metode mohr dan metode volhard.
5.1.1. Penentuan kadar NaCL terhadap sampel telur asin
Percobaan ini dilakukan
untuk mengetahui kadar NaCl pada putih
dan kuning telur
asin . Hal pertama yang dilakukan yaitu menghaluskan
sampel sebanyak 1 gram, kemudian diencerkan menggunakan akuades pada labu ukur
lalu disaring. Penghalusan dan pengenceran dilakukan karena reaksi akan mudah
terjadi dalam bentuk zat cair daripada sampel padatan. Penyaringan dilakukan
agar pada saat titrasi, titik ekivalensi dapat diketahui dengan jelas. Apabila
sampel tidak disaring maka akan terdapat zat pengotor yang akan menggangu
proses titrasi.
Indikator K2CrO4
5 % ditambahkan sebanyak 10 tetes, setelah ditambahkan indikator warna
mengalami perubahan dari bening menjadi kuning bening. Langkah selanjutnya
yaitu dititrasi dengan AgNO3 sampai terbentuk warna merah
kecoklatan, peristiwa ini menandakan bahwa larutan sudah berada pada titik
akhir titrasi kemudian catat volume AgNO3.
Larutan AgNO3 dan
larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan larutan yang tidak berwarna.
Ketika NaCl ditambahkan dengan indikator K2CrO4, warna
larutan berubah dari tidak berwarna menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4.
Kemudian saat larutan dititrasi dengan K2CrO4 terbentuk
endapan putih. Hal ini juga terjadi pada penetapan NaCl pada sampel telur asin, AgNO3
bereaksi dengan NaCl yang terkandung dalam sampel membentuk endapan putih.
Endapan putih ini merupakan AgCl seperti yang terlihat pada persamaan reaksi
berikut:
AgNO3(aq) +
NaCl(aq)
AgCl(s) +NaNO3(aq)
Ketika AgNO3
sudah habis bereaksi dengan NaCl, maka kemudian AgNO3 bereaksi
dengan K2CrO4 sehingga membentuk endapan Ag2CrO4
yang berwarna merah keruh.
2AgNO3(aq)
+ K2CrO4 (aq)
Ag2CrO4 (s) + 2KNO3(aq)
Penambahan
ion perak ke suatu larutan yang mengandung ion klorida dengan konsentrasi
tinggi dan ion kromat dengan konsentrasi rendah (karena hanya sebagai
indikator) akan mengakibatkan perak klorida akan mengendap dahulu dan perak
kromat terbentuk apabila konsentrasi ion perak meningkat. Perubahan endapan
dari endapan merah putih (endapan perak AgCl) menjadi endapan merah bata
(endapan perak kromat Ag2CrO4) terjadi pada titik akhir
titrasi. Ini menandakan terjadinya titrasi pengendapan oleh ion Ag+. (Sulistyowati, dkk. 2011).
Metode
mohr ini hanya bisa dilakukan dalam suasana netral atau pada suasana basa
lemah, apabila titrasi ini dilakukan pada suasana asam, maka titik akhir
titrasi tidak akan terlihat karena berkurangnya konsentrasi dari CrO42-,
yaitu dengan terjadinya reaksi :
H+ + CrO42- HCrO4-
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kelarutan pada titrasi pengendapan, Parameter-parameter yang penting adalah:
1. Temperatur: Kelarutan bertambah dengan naiknya
temperatur. Endapan yang baik
terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap larutan panas karena
pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur.
2. Sifat pelarut: Garam-garam anorganik lebih larut
dalam air. berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan
sebagai dasar pemisahan dua zat.
3. Efek
ion sejenis: Kelarutan endapan dalam air berkurang jika larutan tersebut mengandung satu ion-ion penyusun endapan, sebab
pembatasan Ksp. Baik kation maupun anion yang ditambahkan, mengurangi
konsentrasi ion penyusun endapan sehingga
endapan garam bertambah. Suatu endapan umumnya lebih dapat larut dalam air mumi daripada dalam suatu larutan yang
mengandung salah satu ion endapan.
Pentingnya efek ion sejenis dalam mengendapkan secara lengkap dalam analisis kuantitatif akan tampak dengan
mudah. Dalam melaksanakan opengendapan itu lengkap. Dalam mencuci endapan di
mana susut karena melarut mungkin
cukup berarti. Dapatlah digunakan suatu ion sejenis dalam cairan pencuci untuk mengurangi kelarutan. Ion itu harus
juga ion dari zat pengendap, dan
tentu saja bukan ion yang sedang diselidiki. 4. Efek ion-ion lain: Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam
larutan terdapat garam-garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek aktivitas.
Semakin kecil koefisien aktivitas dari
dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi molar ion-ion yang dihasilkan.
4. Pengaruh hidrolisis: jika garam dari asam lemah
dilarutkan dalam air, akan menghasilkan
perubahan (H+). Kation
dari spesies gararn mengalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya.
5. Pengaruh kompleks: Kelarutan garam yang sedikit
larut merupakan fimgsi konsentrasi
zat lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut.
Reaksi yang menghasilkan endapan dapat
dimanfaatkan untuk analisis secara
titrasi jika reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi. Beberapa reaksi pengendapan
berlangsung lambat dan mengalami keadaan
lewat jenuh. Reaksi samping tidak boleh terjadi, demikian pula kopresipitasi (Khopkar, 1990).
Rumus untuk
menghitung kadar NaCl dalam sampel telur asin tersebut adalah :
5.1.2 Standarisasi AgNO3
terhadap NH4CNS
Standardisasi
ini dilakukan untuk mengetahui normalitas dari NH4CNS.
Hal yang pertama kali dilakukan pada percobaan kali ini adalah dengan
menghitung volumenya terlebih dahulu. Adapun yang menjadi larutan standard
primer pada percobaan ini adalah NH4CNS dengan normalitas 0.1 N.
Titrasi pengendapan ini dilakukan dengan cara volhard. Metode ini didasarkan
atas pengendapan perak tiosanat dalam suasana HNO3. Titrasi ini dilakukan
secara tidak langsung, dimana ion halogenida diendapkan oleh Ag+
berlebih dan kelebihan ion perak dititrasi oleh larutan NH4CNS.
Titik akhir titrasi ini ditentukan oleh indikator Fe+ yang bereaksi
dengan ion CNS- berlebih menghasilkan larutan berwarna merah
coklat/gelap.
Pada
standardisasi ini, setelah AgNO3 dipipet kedalam erlenmeyer 100 ml
dan ditambah aquades sehingga larutan menjadi berwarna keruh. Setelah ditambah
indikator FAS (Feri Ammonium Sulfat), larutan menjadi berwarna orange. Kemudian ditambahkan HNO3 6N
sehingga larutan menjadi berwarna kehijauan. Penambahan HNO3 ini
dilakukan agar larutan berada dalam suasana asam nitrat karena untuk mencegah
hidrolisis indikator (ion Fe3+). Kemudian dititrasi dengan NH4CNS
sampai terjadi kekeruhan (endapan) warna merah coklat permanen yang berarti
titik akhir titrasi telah tercapai. jumlah thiosianat yang menghsilkan warna
harus sangat kecil. Jadi kesalahan pada titik akhir titrasi sangat kecil,
tetapi larutan harus dikocok dengan kuat pada titik akhir, agar Ag yang
teradsorpsi pada endapan dapat didesorpsi. (Basset. J. 1994).
Metode
Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+
(feriaulin) sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi
reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.
Ag+
(aq) + SCN- (aq) ↔ AgSCN (s)
(putih)
Sedikit
kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-
(aq) + Fe3+ (aq) ↔ FeSCN2+ (aq)
(merah)
Yang
larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena titrantny SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:
Karena titrantny SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:
Ag+
(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ Ag (s)
Ag+
(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN
(s)
SCN-
(aq) + AgX (s) ↔ X- (aq) +
AgSCN (aq)
Bila
hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga
titik akhirnya melemah (warna berkurang).
Konsentrasi
indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant
bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu
saling mempengaruhi.
Penerapan
terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion
halogenida perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan
sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan
tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard
merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab
garamnya larut dalam keadaan asam.
5.1.3 Penentuan Kadar NaCl dalam kuning dan
putih Telur Asin
Selain
melakukan standardisasi, praktikan juga melakukan praktikum penentuan kadar
NaCl dalam sampel yang diberikan yakni kuning dan putih telur. 1 gram kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditambah akuades sampai batas lalu di kocok
hingga homogen. Kemudian sampel disaring ke dalam erlenmeyer menggunakan kertas
saring. Setelah itu pipet 10 ml filtratnya dan dimasukkan ke erlenmeyer. Lalu
ditambahkan indikator K2CrO4 5%. Setelah itu dititrasi
dengan larutan AgNO3 hingga larutan berwarna kemerah-merahan.
VI.
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan
dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit.
2. Perubahan endapan dari endapan
merah putih (endapan perak AgCl) menjadi endapan merah bata (endapan perak
kromat Ag2CrO4) terjadi pada titik akhir titrasi. Ini
menandakan terjadinya titrasi pengendapan oleh ion Ag+.
3. Rumus untuk
menghitung kadar NaCl dalam sampel telur asin tersebut adalah :
4. Metode Mohr hanya bisa dilakukan dalam suasana
netral atau pada suasana basa lemah, apabila titrasi ini dilakukan pada suasana
asam, maka titik akhir titrasi tidak akan terlihat karena berkurangnya
konsentrasi dari CrO42-,
5. Reaksi yang menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara titrasi jika reaksinya berlangsung cepat,
dan kuantitatif serta titik akhir dapat
dideteksi.
6. Hasil
perhitungan kadar NaCl untuk sampel adalah :
6.2 Saran
Berdoa diawal dan diakhir praktikum sesuai etik
number 1, Selain terdapat berbagai peralatan laboratorium. Praktikan juga harus
memperhatikan tentang keselamatan kerja di dalam laboratorium kimia. Sumber
bahaya dalam laboratorium kimia dikelompokan menjadi bahan kimia yang
berbahaya, teknik percobaan, dan sarana laboratorium kemudian tingkatkan lagi
ketelitian saat titrasi agar data lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Basset. J etc. 1994. Buku Ajar
Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Day, R. A & Jr. Al. Underwood.
1980. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta
Harjadi, W. 1986. Ilmu
Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ismail. E. Krisnandi. 2004. Pengantar Kimia Analisis II. Sekolah
Menengah Analis Kimia Bogor. Departemen Perindustrian RI.
Khopkar, S.M.,. 2002. Konsep Dasar
Kimia Analitik. Universitas Indonesia :
Jakarta
Sukarti,Tati. 2008. Kimia Analitik. Bandung : Penerbit Widya Padjadjaran.
Sulistyowati, dkk. 2011. Analisis Volumetri. Sekolah Menengah
Analis Kimia Bogor. Departemen Perindustrian RI.
No comments:
Post a Comment