Tuesday, March 28, 2017

Laporan praktikum 10 ANALISIS PANGAN (ANALISIS TEKSTUR BAHAN PANGAN)

ANALISIS TEKSTUR BAHAN PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Yoga Jati Pratama (240210140003)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: yoga.jpratama1@gmail.com

ABSTRAK
            Tekstur adalah karakter yang sangat penting dari setiap makanan yang kita makan. Produk pangan atau produk antara dalam proses pengolahan memiliki bentuk dan tekstur yang bermacam-macam. Ada yang teksturnya Garing,   kenyal,   renyah,   juicy,   empuk,   meler,   padat,   keras,   lunak. Produk pangan yang berbeda-beda tekstur tersebut memiliki respon yang berbeda apabila dikenakan gaya. Dengan perubahan sifat tersebut maka pengukuran mutu tekstur pun   akan   berbeda.   Parameter   penting   mutu   pada   produk   pangan   diantaranya kekenyalan, kelengketan, dan elastisitas. Perubahan bentuk (deformasi) suatu benda padat, semi padat, plastis atau cair dapat terjadi apabila ada gaya yang mengenainya.  Gaya yang diberikan dapat berupa gaya tekan (compression), gaya tarik (tensile) atau gaya geser (shearing). Pengujian tekstur bahan pangan yang dilakukan berdasarkan sifatnya yaitu dengan metode fundamental,imitative, dan empirik. Praktikum ini dilakukan di lab pendidikan 1 dan 2 gedung 4 FTIP UNPAD.

Kata kunci : Texture measurement, pengukuran tekstur, bahan pangan.





PENDAHULUAN

            Setiap makanan atau produk pangan pasti memiliki warna, bau dan rasa. Demikian pula mereka masing-masing memiliki sifat mekanis yang unik, bisa keras atau lunak, liat atau empuk, lembut atau kasar, rapuh, renyah, mudah dan tidak mudah mengalir, dan seterusnya.
Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk menguji sifat mekanis produk pangan. Pertama, menggunakan indera manusia, dengan cara menyentuh, memijit, menggigit, mengunyah, dan sebagainya, selanjutnya kita sampaikan apa yang kita rasakan. Ini yang disebut dengan analisa sensori. Karena reaksi kita sebagai manusia yang menguji berbeda-beda, maka diperlukan analisa statistik untuk menyimpulkan skala perbedaan ataupun tingkat kesukaan penguji terhadap produk tersebut. Cara uji kedua dengan pendekatan fisik, menggunakan instrument atau peralatan tertentu, hasilnya dinyatakan dengan unit satuan meter (m), kilogram (kg) dan detik (dt).
Tekstur  merupakan aspek yang penting untuk penilaian mutu produk pangan. Tekstur termasuk dalam salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk pangan (Hellyer, 2004). Dalam mendapatkan tekstur makanan yang baik dapat digunakan turunan selulose dan pemakaian CMC dapat memperbaiki tekstur  dan mampu untuk mencegah terjadinya retrogadasi (Makfoeld dkk.,  2002).
Tekstur makanan dapat didefinisikan sebagai cara dimana berbagai kandungan dan unsur struktural disusun dan disatukan menjadi mikro dan makrostruktur dan perwujudan eksternal struktur ini dalam bentuk aliran dan deformasi. Terdapat hubungan langsung antara komposisi bahan kimia dari makanan, sifat fisik atau mekanis, dan hasil dari sifat fisik atau mekanis tersebut. Tekstur makanan dapat ditentukan melalui tes mekanik (instrumen) atau dengan analisis penginderaan. Selanjutnya, kita menggunakan alat indera manusia sebagai alat analisis (deMan, 2013).
              Menurut Ihekoronye dan Ngoddy (1985), Tekstur Analyzer adalah alat yang terkait dengan penilaian dari karakteristik mekanis suatu materi, di mana alat tersebut diperlakukan untuk menentukan kekuatan materi dalam bentuk kurva. Tekstur analizer digunakan untuk menentukan sifat fisik bahan yang berhubungan dengan daya tahan atau kekuatan suatu bahan terhadap tekanan.
Hal yang perlu diperhatikan saat akan melakukan analisis dengan texture analyzer adalah pemilihan trigger dan probe yang tepat. Trigger dan probe yang digunakan untuk menguji material harus disesuaikan dengan karakteristik material tersebut. Kurva hasil pembacaan texture analyzer tersebut akan merepresentasikan data-data yang diperlukan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia produk akhir, sehingga kualitas tekstural produk dapat diketahui. Data – data yang didapatkan dalam kurva hasil teksture analyzer antara lain :
1. Hardness (tingkat kekerasan)
2. Crispiness (tingkat kerenyahan) merupakan hasil bagi antara nilai tingkat kekerasan dan nilai rata-rata dari semua titik (H1 / HAV).
3. Quantity and number of fractures (karakteristik saat dipatahkan atau tingkat kerapuhan)
Karakteristik fisik seperti kekerasan (hardness) dan fracturability termasuk ke dalam kajian reologi produk. Karakteristik ini perlu dipelajari karena dapat mempengaruhi bentuk fisik, tekstur, penampakan dan kerenyahan secara organoleptik produk biskuit yang dihasilkan. Hardness dan fracturability dipandang sebagai dua indikator penting dalam menganalisis tekstur makanan terutama dalam produk-produk baked seperti roti dan biskuit (Pratama dkk., 2014).

Metodologi

Bahan dan alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain texture analyzer mikrometer sekrup, penggaris, probe dan komputer atau laptop.
Sampel yang digunakan antara lain bakso, dodol. jelly, belimbing, tahu, kerupuk, roti, dan waffer.

Analisis Teksture Menggunakan Texture Analyzer

Sampel atau bahan disiapkan, dan ukur ketebalannya dengan menggunkan mikrometer sekrup atau penggaris. Kemudian sampel diletakkan pada meja objek texture analyzer. Pilih probe yang sesuai dengan sampel. Untuk sampel yang padat pilih probe yang silinder, untuk sampel liquid atau semi padat pilih probe yang plate. Pada komputer dipilih program “Texture ProLite”. Probe pada alat diturunkan sampai menyentuh sampel. Angka pada alat dinolkan terlebih dahulu. Alat instrumen dinyalakan dan kurva profil tekstur diperoleh. Sifat teksture yang didapatkan Hardness, cohesiveness, adhesiveness.




Hasil dan Pembahasan
           
      Faktor - faktor yang mempengaruhi pengukuran tekstur sendiri adalah kadar air yaitu semakin tinggi kadar air, maka sampel akan lebih lunak. Jika kadar air lebih rendah, maka sampel akan keras. Gula pereduksi yaitu semakin tinggi gula reduksi pada sampel, maka sampel akan lebih keras. Gas atau udara pada lingkungan sekitar yang mampu untuk mempengaruhi kerapuhan sampel seperti pada keripik kentang. Ciri-ciri tekstur dikelompokkan menjadi 3 golongan yang utama yaitu cirri mekanis, ciri geometris, dan ciri yang lain yang berhubungan dengan air dan lemak (Szczesniak dkk, 1963).
Salah satu faktor lain yang mempengaruhi tekstur bahan adalah porositas bahan. Porositas bahan dapat diperbesar dengan “puffing”. Inti dari pemakasan bertekanan (puffing) terhadap bahan yang dimasak adalah perubahan suhu dan tekanan yang terjadi tiba-tiba. Dengan adanya perubahan tekanan yang terjadi secara tiba-tiba maka akan terjadi pemekaran pada produk yang dimasak yang berarti juga bahan menjadi porus (Rahayoe, 2009).
Analisis Tekstur Bahan Pangan
Hasil yang didapat pada pengujian analisis tekstur bahan pangan adalah berbeda pada masing-masing kelompok, yaitu hasil menunjukkan adanya perbedaan nilai hardness, cohesiveness, viscosity, elastisity, dan adhesiveness. Hal tersebut dapat dilihat pada kurva hasil pengamatan berikut.
Kurva 1. Perbandingan antara Force dengan waktu pada Bakso

Bakso daging adalah produk yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dan bumbu-bumbu, dalam kondisi matang. Komponen utama dari daging yang digunakan untuk membuat bakso adalah protein. Protein berperan dalam pengikatan hancuran daging selama pemasakan dan pengemulsi lemak sehingga produk menjadi empuk, kompak, dan kenyal.
Pada percobaan yang dilakukan, diketahui bahwa tingkat kekerasan bakso sebesar 25.0612 N. Nilai hardness yang cukup tinggi menunjukkan bahwa bakso membutuhkan gaya yang cukup besar sampai mengalami deformasi atau perubahan bentuk.
Kurva Area 1 dan Area 2 dapat dilihat pada Kurva 2 dan Kurva 3.

Kurva 2. Luas Area 1 pada Bakso

Persamaan linear area 1 pada kurva diatas yaitu y = 12.055x-2.9364 didapatkan luas area 1 menggunakan integral, yaitu sebesar 19.529315.
Kurva 3. Luas Area 2 pada Bakso

Persamaan area 2 pada kurva diatas yaitu y = 10.969x-103.86 didapatkan luas area 2 menggunakan integral, yaitu sebesar 14.0367648. Sehingga didapatkan nilai cohesiveness bakso sebesar 0.7187, dan nilai springiness sebesar 0.9320. Springiness atau elastisity adalah laju suatu obyek untuk kembali ke bentuk semula setelah terjadi deformasi (perubahan bentuk). Cohesiveness adalah kekuatan dari ikatan – ikatan yang berada dalam suatu obyek yang menyusun ”body” dari obyek tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel bakso yang digunakan tergolong elastis karena nilai springiness mendekati 1. Nilai cohesiveness bakso cukup besar sehingga dapat disimpulkan bahwa bakso yang digunakan cukup padat penyusunnya.
Kurva 4. Perbandingan antara Force dengan waktu pada Dodol
Dodol merupakan salah satu produk olahan hasil pertanian yang termasuk dalam jenis makanan yang mempunyai sifat agak basah sehingga dapat langsung dimakan tanpa dibasahi terlebih dahulu (rehidrasi) dan cukup kering sehingga dapat stabil dalam penyimpanan. Dodol termasuk jenis makanan setengah basah (Intermediate Moisture Food) dengan bahan dasar tepung ketan yang sebagian besar terdiri dari amilopektin yang mempunyai kadar air 10-40 %; Aw 0,70-0,85; tekstur lunak; mempunyai sifat elastis, dapat langsung dimakan, tidak memerlukan pendinginan dan tahan lama selama penyimpanan. (Astawan dan Wahyuni dalam Irawati, 2001)
Jika dilihat dari literatur, dodol memiliki kadar air dan Aw yang cukup tinggi. Dodol memiliki indeks penyerapan air yang tinggi. Indeks penyerapan air yang tinggi dapat menurunkan tingkat kekerasan karena semakin banyak air yang diserap maka produk yang dihasilkan semakin lunak (Pitrawati, 2008).
Hasil pengujian terhadap tingkat hardness dodol dapat dilihat pada Kurva 4, menunjukkan bahwa nilai kekerasan dodol tertinggi berada pada 17.0658 N. Nilai hardness yang cukup tinggi namun masih dibawah bakso menunjukkan bahwa dodol membutuhkan gaya yang cukup besar sampai mengalami deformasi atau perubahan bentuk.
Kurva luas area 1 dan luas area 2 dapat dilihat pada Kurva 5 dan Kurva 6.

Kurva 5. Luas Area 1 pada Dodol

Kurva diatas menunjukkan persamaan linear area 1 yaitu y = 9.0632x-1.1551 didapatkan luas area 1 menggunakan integral, yaitu sebesar 18.49074.


Kurva 6. Luas Area 2 pada Dodol

Persamaan area 2 pada kurva diatas yaitu y = 7.7987x-1.4593 didapatkan luas area 2 menggunakan integral, yaitu sebesar 130.9196. Sehingga didapatkan nilai cohesiveness dodol sebesar 7.08028, dan nilai springiness sebesar 0.8094. Dari nilai springiness atau elasticity yang sudah mendekati 1 dapat disimpulkan bahwa dodol yang digunakan sudah cukup elastis. Nilai cohesiveness dodol sangat besar  dapat disimpulkan bahwa dodol yang digunakan memiliki ikatan penyusun yang kuat.
Kurva 7. Perbandingan antara Force dengan waktu pada Jelly
Hasil pengujian terhadap tingkat hardness jelly dapat dilihat pada Kurva 7, menunjukkan bahwa nilai kekerasan jelly tertinggi berada pada 9.1676 N. Nilai hardness yang cukup menunjukkan bahwa jelly membutuhkan gaya yang sedikit sampai mengalami deformasi atau perubahan bentuk.
Kurva luas area 1 dan luas area 2 dapat dilihat pada Kurva 8 dan Kurva 9.
Kurva 8. Luas Area 1 pada Jelly
Kurva diatas menunjukkan persamaan linear area 1 yaitu y = 3.7461x-1.6657 didapatkan luas area 1 menggunakan integral, yaitu sebesar 7.756721.
Kurva 9. Luas Area 2 pada Jelly
Persamaan area 2 pada kurva diatas yaitu y = 2.5110x-24.0639 didapatkan luas area 2 menggunakan integral, yaitu sebesar 51.24182. Sehingga didapatkan nilai cohesiveness jelly sebesar 6.606118339, dan nilai springiness sebesar 0.995086. Dari nilai springiness atau elasticity yang hampir 1 dapat disimpulkan bahwa jelly yang digunakan sangat elastis atau kenyal. Nilai cohesiveness jelly yang besar  dapat disimpulkan bahwa dodol yang digunakan memiliki ikatan penyusun yang kuat.
Berdasarkan hasil praktikum, tingkat kekerasan paling tinggi terdapat pada dodol, kemudian jelly dan yang terakhir bakso. Hal ini dapat dilihat dari nilai cohesiveness jelly yang lebih tinggi dari pada bakso dan lebih rendah dari pada dodol. Sedangkan berdasarkan tingkat kekenyalan paling tinggi terdapat pada jelly, kemudian bakso dan yang terakhir dodol. Hal ini dapat dilihat dari nilai springiness jelly yang lebih tinggi dari pada bakso dan dodol. Hubungan antara waktu, tegangan, kerenyahan yaitu semakin banyak waktu yang dibutuhkan pada tekstur maka tingkat ketegangan sampel tersebut semakin tinggi dan juga tingkat kerenyahan sampel tersebut akan semakin tinggi pula, sehingga semakin baik untuk dikonsumsi.
Kurva 10. Perbandingan antara Force dengan waktu pada Tahu
Tahu merupakan salah satu jenis makanan yang dibuat dari kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan  mencetaknya melalui proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya, dengan atau tanpa penambah unsure-unsur lainyang diizinkan (Suprapti, 2005).
Menurut Sundarsih (2009), protein merupakan komponen utama dari kedelai kering. Kedelai utuh mengandung 35 – 40% protein, paling tinggi dari segala jenis kacang – kacangan.
Hasil pengujian terhadap tingkat hardness tahu dapat dilihat pada Kurva 10, menunjukkan bahwa nilai kekerasan pada tahu 1 yaitu 2.3557 N. Sedangkan pada tahu 2 yaitu 1.3688 N. Tahu memiliki nilai hardness yang sangat rendah sehingga dapat disimpulkan bahwa tahu mudah terdeformasi atau mudah mengalami perubahan bentuk jika terkena gaya. hal ini dapat dikarenakan ikatan penyusunnya (cohesiveness) yang kurang kuat.
Hubungan antara waktu, tegangan, kerenyahan yaitu semakin banyak waktu yang dibutuhkan pada tekstur maka tingkat ketegangan sampel tersebut semakin tinggi dan juga tingkat kerenyahan sampel tersebut akan semakin tinggi pula, sehingga semakin baik untuk dikonsumsi.
Kurva 11. Perbandingan antara Force dengan waktu pada Belimbing
Hasil pengujian terhadap tingkat hardness belimbing dapat dilihat pada Kurva 11, menunjukkan bahwa nilai kekerasan belimbing tertinggi berada pada 10.1246 N. Belimbing memiliki nilai hardness sedikit lebih besar dari pada nilai hardness jelly.  Belimbing membutuhkan gaya yang cukup besar untuk mengalami deformasi atau perubahan bentuk.
Hubungan antara waktu, tegangan, kerenyahan yaitu semakin banyak waktu yang dibutuhkan pada tekstur maka tingkat ketegangan sampel tersebut semakin tinggi dan juga tingkat kerenyahan sampel tersebut akan semakin tinggi pula, sehingga semakin baik untuk dikonsumsi.

Kurva 12. Perbandingan antara Force dengan waktu pada Kerupuk
Kerupuk merupakan produk makanan kering hasil penggorengan dengan bahan dasar dari tapioka dengan atau tanpa bahan tambahan lain yang diijinkan. Kerupuk merupakan jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume, membentuk produk yang berongga dan mempunyai densitas rendah selama penggorengan. Kerupuk pada umumnya terbuat dari bahan yang mengandung pati cukup tinggi (Astawan, 1988).
Hasil pengujian terhadap tingkat hardness kerupuk dapat dilihat pada Kurva 12, menunjukkan bahwa nilai kekerasan kerupuk tertinggi berada pada 20.0362 N. Nilai hardness kerupuk tergolong besar dan sudah melebihi hardness bakso. Dapat disimpulkan untuk membuat kerupuk terdeformasi dibutuhkan gaya yang besar. Hal ini dipengaruhi oleh indeks penyerapan air. Kerupuk memiliki kadar air yang rendah sehingga teksturnya pun renyah.
Hubungan antara waktu, tegangan, kerenyahan yaitu semakin banyak waktu yang dibutuhkan pada tekstur maka tingkat ketegangan sampel tersebut semakin tinggi dan juga tingkat kerenyahan sampel tersebut akan semakin tinggi pula, sehingga semakin baik untuk dikonsumsi.
Kurva 13. Perbandingan antara Force dengan waktu pada Roti

Hasil pengujian terhadap tingkat hardness roti dapat dilihat pada Kurva 13, menunjukkan bahwa nilai kekerasan roti tertinggi berada pada 19.3963 N. Nilai hardness roti hampir mendekati nilai hardness bakso. Dapat disimpulkan untuk membuat roti terdeformasi membutuhkan gaya yang besar.
Hubungan antara waktu, tegangan, kerenyahan yaitu semakin banyak waktu yang dibutuhkan pada tekstur maka tingkat ketegangan sampel tersebut semakin tinggi dan juga tingkat kerenyahan sampel tersebut akan semakin tinggi pula, sehingga semakin baik untuk dikonsumsi.

Kurva 14. Perbandingan antara Force dengan waktu pada Wafer

Hasil pengujian terhadap tingkat hardness wafer dapat dilihat pada Kurva 6, menunjukkan bahwa nilai kekerasan wafer tertinggi berada pada 64.0111 N.
Jika dibandingkan dengan nilai hardness pada kerupuk yaitu 20.0362 N, nilai hardness pada wafer jauh lebih tinggi. Nilai kekerasan yang semakin meningkat menggambarkan tekstur yang kurang renyah si bandingkan produk yang memiliki kekerasan lebih rendah. Tingkat kekerasan dipengaruhi oeh derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, indeks kelarutan air dan indeks penyerapan air. Derajat gelatinisasi yang semakin tinggi akan menyebabkan derajat pengembangan semakin tinggi, sehingga nilai kekerasan menurun (Muchtadi dkk, 1988). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerupuk lebih renyah dari pada wafer.
Hubungan antara waktu, tegangan, kerenyahan yaitu semakin banyak waktu yang dibutuhkan pada tekstur maka tingkat ketegangan sampel tersebut semakin tinggi dan juga tingkat kerenyahan sampel tersebut akan semakin tinggi pula, sehingga semakin baik untuk dikonsumsi.
Hasil yang berbeda pada sampel yang digunakan (biskuit, buah mangga, jelly), disebabkan oleh beberapa faktor, seperti :
1. Kadar air, semakin tinggi kadar air, maka sampel akan lebih lunak. Jika kadar air lebih rendah, maka sampel akan keras.
2. Gula reduksi, semakin tingi gula reduksi pada sampel, maka sampel akan lebih keras.
3. Gas atau udara pada lingkungan sekitar dapat mempengaruhi kerapuhan sampel, seperti pada biskuit.
Dari hasil yang didapatkan setelah pengujian, nilai hardness dari bakso sebesar 1.173,50 g/mm2, biskuit Roma Malkist sebesar 2.441,00 g/mm2, buah melon madu sebesar 172,50 g/mm2, buah melon apel sebesar 219,00 g/mm2, tahu curah sebesar 383,50 g/mm2, dan tahu bermerk sebesar 566,50 g/mm2. Dapat dilihat bahwa nilai hardness paling tinggi terdapat pada kerupuk. Bila diurutkan dari nilai hardness tertinggi, maka makanan yang mempunyai tekstur paling keras adalah kerupuk, Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, yaitu crackers tidak menggunakan telur sedangkan biskuit menggunakan telur sebagai bahan tambahan, serta tepung terigu yang digunakan pada pembuatan crackers adalah tepung terigu lunak yang mempunyai kandungan protein yang rendah.
Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan memengaruhi proses pembuatan adonan. Selama proses pengolahan biskuit menggunakan 100% tepung terigu. Jika menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%) akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata. Crackers menggunakan tepung terigu berprotein rendah sehingga teksturnya lebih rapuh dan kering, sedangkan biskuit mempunyai tekstur yang lebih keras (Rohimah, 2014).
Telur yang dipakai pada pembuatan kue kering bisa kuning telur, putih telur atau keduanya. Kue yang menggunakan kuning telur saja akan lebih empuk, sebaliknya bila menggunakan putih telur untuk memberi kelembaban, nilai gizi sekaligus membangun struktur kue. Telur juga membuat produk lebih mengembang karena dapat menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk (Rohimah, 2014). Karena biskuit menggunakan telur sebagai bahan tambahan sedangkan crackers tidak, maka dari itu teksturnya lebih keras daripada crackers.
Dapat dilihat pada nilai hardness tahu bermerk lebih tinggi daripada tahu curah. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu ada hubungan yang positif antara struktur jaringan dan tekstur tahu, yakni dengan pendinginan kedelai dihasilkan struktur tahu yang lebih rapat dan padat dan menunjukkan nilai parameter tekstur yang lebih tinggi. Kerapatan jaringan tahu berpengaruh dalam menentukan keras tidaknya tahu yang dihasilkan.
Tekstur pada makanan sangat ditentukan oleh kadar air, kandungan lemak, dan jenis karbohidrat serta protein penyusunnya. Kadar air juga dapat mempengaruhi tekstur jika kadar air tinggi tekstur juga menjadi lembek, selain itu kadar pati juga mempengaruhi jika kadar pati rendah juga akan menjadikan tekstur menjadi lembek. Daya patah dipengaruhi juga oleh viskositas adonan suatu bahan, jika viskositas rendah maka daya patahnya menurun. Kandungan lemak dalam bahan diduga berperan penting dalam menentukan daya patah. Komposisi unik dari tiap jenis lemak menentukan kemampuan spesifiknya dalam membentuk tekstur (Singgih dan Harijono, 2015).
Salah satu faktor lain yang mempengaruhi tekstur bahan adalah porositas bahan. Porositas bahan dapat diperbesar dengan “puffing”. Inti dari pemakasan bertekanan (puffing) terhadap bahan yang dimasak adalah perubahan suhu dan tekanan yang terjadi tiba-tiba. Dengan adanya perubahan tekanan yang terjadi secara tiba-tiba maka akan terjadi pemekaran pada produk yang dimasak yang berarti juga bahan menjadi porus (Rahayoe, 2009).
Secara fisik, bila dipegang sampel dodol, belimbing, kerupuk, wafer bertekstur keras sedangkan sampel bakso, jelly, tahu, roti, mie basah, yoghurt bertekstur kenyal dan agak lembek. Pengukuran tekstur dilakukan dengan alat texture analyzer jenis LFRA merk Brookefield yang berfungsi untuk menganalisis tekstur. Tekstur analizer ini dihubungkan dengan komputer, serta dijalankan dengan program Texture ProLite. Prinsip dari analisis tekstur adalah memberikan tekanan kepada sampel dengan menggunakan probe dengan berbagai tipe. Alat tekstur analizer ini akan merekam data hasil pengujian lalu hasil tersebut akan diubah ke bentuk kurva profil tekstur.
Berikut adalah komponen-komponen alat LFRA tekstur analyzer :
1.Scroll: komponen yang berfungsi untuk   mengubah posisi meja objek (menaikkan atau menurunkan) sesuai dengan tinggi sampel yang akan diukur teksturnya.
2.Tempat pemasang probe: komponen yang berfungsi sebagai tempat untuk memasang probe yang spesifik untuk setiap sampel.
3.Meja objek: komponen yang berfungsi untuk meletakkan sampel yang akan diukur teksturnya.
4.Tombol On / Off: komponen ini terletak di bagian belakang alat, yang berfungsi untuk mematikan atau menghidupkan alat.
5.Komputer: berfungsi untuk mencatat rekaman gaya deformasi yang mengenai sampel, hasil akhirnya berupa kurva profil tekstur.
Proses pengukuran tekstur melibatkan Texture Analyzer, komputer (program Texture ProLite), dan printer. Program Microsoft ExcelTM juga berperan dalam proses pengukuran tekstur. Mekanisme kerja Texture Analyzer adalah adanya pencatatan hasil pengukuran (profil tekstur) ke dalam grafik profil tekstur.
Menurut Johnson dan Szczesniak (2014) probe merupakan komponen yang berfungsi untuk memberikan gaya deformasi pada sampel yang akan diukur teksturnya. Macam-macam probe yaitu:
1.Ball probe: berperan dalam pengukuran kekenyalan sampel, dalam percobaan ini digunakan untuk tahu, contohnya TA 17.
2.Spherical/Round probe: berperan dalam pegukuran tekstur keras atau padat, dalam percobaan ini digunakan untuk crackers, contohnya TA 18.
3.General probe: berperan untuk pengukuran tekstur sampel yang bersifat keras namun hidroskopis (mengandung air), dalam percobaan ini digunakan untuk buah, contohnya TA 39.
Pengoperasian alat Texture Analyzer memiliki tahapan-tahapan, yaitu:
1.Alat Tekstur Analizer dan komputer dinyalakan.
Pertama, alat dinyalakan dengan cara menekan tombol on yang ada di bagian belakang alat setelah itu komputer juga dinyalakan.
2.Probe dipasang pada tempat probe sesuai sampel yang akan diukur.
3. Jarak antara meja objek dan probe diatur.
 Jarak diatur agar probe tidak sampai  mengenai objek. Sampel yang akan diukur diletakkan di meja objek, lalu diatur jaraknya dengan letak probe kira-kira ±0,5cm dari sampel. Setelah itu sampel diambil kembali, dan pada saat percobaan untuk mempercepat waktu maka pada meja objek ditambahkan pengganjal agar posisi sampel lebih tinggi.
  4. Program Texture ProLite dibuka.
  5. Diklik pada bagian define new test.
    6. Diisi bagian trigger point, test speed, target value, dan probe type.
Trigger point adalah besarnya gaya yang digunakan beban probe untuk menyentuh sampel, dan pada program diisi sebesar 20 g. Test speed adalah kecepatan probe menyentuh sampel (semakin cepat maka semakin rendah tingkat akurasinya), pada program diisi sebesar 0,5 mm/s. Target value adalah kedalaman probe menyentuh sampel sekitar setengah dari tebal sampel, dan diisi sesuai dengan ½ ketebalan sampel setelah dihitung dengan penggaris. Probe type diisi sesuai dengan tipe probe yang digunakan.
7.Ketebalan sampel diukur menggunakan   penggaris.
8. Diisi bagian target test.
Target test digunakan untuk menentukan tes yang dilakukan pada sampel. Bila bendanya keras, maka dipilih compression sedangkan bila bendanya kenyal dipilih TPA. Misalnya, pada uji pertama menggunakan crackers maka checklist di bagian compression.
9. Texture Results diisi sesuai parameter sampel.
Bagian primary calculation diklik semuanya kecuali area cycle 1 dan 2 (untuk pengukuran sampel crackers dan buah, namun jika sampelnya tahu maka area cycle 1 dan 2 juga diklik) lalu menu secondary calculation diklik pada bagian work done to hardness 1. Setelah itu, pada additional calculaltions diklik di bagian sample length.
10. Diisi bagian General Results.
Semua bagian standard results dalam tab general results diklik kecuali special results.
11. Probe dibiarkan berkalibrasi terlebih dahulu.
12. Sampel kembali diletakkan di meja objek.
13. Tombol Run Test diklik untuk menjalankan pengukuran tekstur.
14. Hasil kurva dicetak dengan printer.
Setelah alat berhenti bekerja, maka akan didapatkan kurva profil tekstur. Sebelum dapat melihat kurvanya, terlebih dahulu file di save di folder, kemudian tekan tombol view load/time chart untuk melihat keseluruhan hasil pengukuran beserta kurvanya

KESIMPULAN
Dalam praktikum ini dapat disimpulkan bahwa Nilai hardness menunjukkan gaya yang dbutuhkan suatu sampel sampai mengalami deformasi atau perubahan bentuk. Nilai hardness terendah yaitu tahu dengan rata-rata sebesar 1.8622 N dan yang tertinggi yaitu wafer sebesar 64.0111 N. hardness bakso sebesar 25.0612 N, kerupuk sebesar 20.0362 N, roti sebesar  19.3963 N, dodol sebesar 17.0658 N, beliimbing sebesar 10.1246 N, dan jelly sebesar 9.1676 N.
Nilai cohesiveness menunjukkan kekuatan ikatan penyusun komponen bahan pangan. Nilai cohesiveness terbesar yaitu bakso sebesar 0.7187, diikuti dodol sebesar 7.08028, yang terkecil yaitu jelly sebesar 6.6061. Nilai springiness menyatakan keelastisan suatu bahan, laju bahan kembali ke keadaan semula setelah terdeformasi. Nilai springiness tertinggi yaitu jelly sebesar 0.995086, bakso sebesar 0.9320, dan yang terkecil yaitu dodol sebesar 0.8094.



DAFTAR PUSTAKA
Hellyer, J. 2004. Quality Testing with Instrumental Texture Analysis in Food Manufactering. http://www. Labplusinternational.com. (diakses 5 Juni 2016).

Ihekoronye,A.J., dan Ngoddy,P.O. 1985. Integrated  Food  Science  and
Technology for the Tropics. Macmillan Publs, Ltd.

Astawan, Wisnu. 1998. Kedelai: Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Handoko, T. 2011. Pengaruh Jenis Daging, Jenis Tepung Beras, dan Rasio dalam Formulasi dan Rheologi Adonan Pakan Anjing.   http://journal.unpar.ac.id/index.php/rekayasa/article/viewFile/118/105. Diakses pada 12 Juni 2016.
Irawati, R,2001. Pembuatan Dodol Waluh (Kajian Penambahan Tepung Ketan dan Terigu Serta Gula Pasir) Tehadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik. Skripsi Fakulta Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
    Kim, S.K. 2014. Seafood Science: Advances in Chemistry, Technology, and Application. CRC Press, USA.
Muchtadi, D. N. dan Yuwono, S. S. 2014. Penentuan Atribut Mutu Tekstur Tahu
    untuk Direkomendasikan Sebagai Syarat    Tambahan dalam Standar Nasional Indonesia. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4): 259–267.
Rohimah, I. 2014. Analisis Energi Dan protein Serta Uji Daya Terima Biskuit hTepung Labu Kuning dan Ikan Lele. http://repository.usu.ac.id/bitstream/
Makfoeld, D., Marseno, D., Hastuti, P., Anggrahini, S., Raharjo, S., Sastrosuwignyo, S., Suhardi., Martoharsono, S., Hadiwiyoto, S., dan Tranggono. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius, Yogyakarta.
Pratama, R. I., Rostini, I., dan Liviawaty, E. 2014. Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Jangilus (Istiophorus sp.). Jurnal Akuatika 5(1): 30–39.
Rahayoe, S., Rahardjo, B., dan Wahid, A. 2009. Model Kinetika Perubahan Sifat Mekanis Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) Selama Pemasakan



No comments:

Post a Comment