ANALISIS
PENENTUAN KADAR SERAT KASAR
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
Yoga Jati Pratama
(240210140003)
Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran,
Jatinangor
Jalan Raya
Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844, 779570 Fax.
(022) 7795780 Email: yoga.jpratama1@gmail.com
ABSTRAK
Serat
kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan
kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam
sulfat (H2SO4) dan natrium hidroksida (NaOH). Mutu serat dapat dilihat dari
komposisi komponen serat makanan terdiri dari komponen yang larut dan komponen
tidak larut. Komponen dari serat kasar
ini tidak mempunyai nilai gizi, akan tetapi serat ini sangat penting untuk
proses memudahkan dalam pencernaan di dalam tubuh agar proses pencernaan
tersebut lancar (Peristaltic). Tujuan dari praktikum kali ini yaitu untuk
menentukan serat kasar pada bahan bayam, kangkung, papaya, daun papaya, dan
wortel. Metode yang digunakan yaitu metode hidrolisis asam dan basa serta
metode gravimetri. Praktikum ini dilakukan di Lab kimia pangan FTIP UNPAD pada
hari Selasa tanggal 29 Maret 2016.
Kata kunci
: Serat
kasar, bayam, hidrolisis, gravimetri.
PENDAHULUAN
Serat
adalah zat non gizi, ada dua jenis serat yaitu serat makanan (dietry fiber) dan
serat kasar (crude fiber). Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada
kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu
mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan
keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama
tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan
keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.
Serat
kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat terhidrolisis oleh bahan-bahan
kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam
sulfat (H2SO4 0,225N) dan natrium hidroksida (NaOH 0,313N). Serat kasar
merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa
setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan natrium
hidroksida pada kondisi yang terkontrol. Pengukuran serat kasar dapat dilakukan
dengan menghilangkan semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan
dalam asam sulfat (Hunter, 2002).
Bahan
makanan yang mengandung banyak serat kasar lebih tinggi kecernaannya dibanding
bahan makanan yang lebih banyak mengandung bahan ekstrak tanpa nitrogen (Arif,
2006). Prinsipnya komponen dalam suatu bahan yang tidak dapat larut dalam
pemasakan dengan asam encer dan basa encer selama 30 menit adalah serat kasar
dan abu sebagaimana pendapat Allend (1982) yang menyatakan bahwa serat
kasar adalah karbohidrat yang tidak larut setelah dimasak berturut-turut dalam
larutan asam sulfat dan NaOH. Untuk mendapatkan nilai serat kasar, maka bagian
yang tidak larut tersebut (residu) dibakar sesuai dengan prosedur analisis abu.
Selisih antara residu dengan abu adalah serat kasar (Ridwan, 2002).
Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar
adalah menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan pendidihan
dengan asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan
dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat kasar
(Soejono, 1990).
Metodologi
Alat yang digunakan pada praktikum kali
ini untuk analisis kadar serat kasar yaitu erlemeyer, gelas ukur, kondensor,
corong, pompa vakum, oven, desikator, kondensor, alat pemanas, klem dan statif,
gelas kimia, timbangan analitis, labu didih, kaca arloji, kertas lakmus, dan
kertas saring.
Bahan
yang digunakan pada praktikum kali
ini untuk analisis kadar serat kasar yaitu
sampel bayam, kangkung, papaya, wortel, dan daun papaya. Kemudian bahannya
yaitu H2SO4 0,225N, NaOH 0,313 N, kalium sulfat
(K2SO4 10%), aquades panas, 7,5 ml alcohol 95%.
Prosedur analisis
penentuan serat kasar metode gravimetri
Pertama yaitu timbang 1,25 gram
sampel yang telah dihaluskan terlebih dulu kemudian masukan kedalah erlemneyer
asah setelah itu tambahkan 100ml H2SO4 0,0225 N lakukan refluks selama 30 menit
setelah itu saring endapan pada sampel yang masih panas kemudian cuci dengan
akuades hingga netral setelah itu pindahkan residu ke dalam erenmeyer asah dan
tambahkan NaOH 0,313 N lakukan refluks kembali yang bertujuan untuk mempercepat
reaksi termal dengan melakukan hal itu pada suhu tinggi (yaitu titik didih
pelarut itu)
setelah itu saring dengan kertas saring setelah konstan cuci dengan 7,5 ml
k2s04 10%, 50 ml aquades panas, 7,5 ml alcohol 95% kemudian keringkan di oven
hingga konstan.
Hasil dan Pembahasan
Analisis penentuan
serat kasar
Serat
makanan hanya terdapat dalam bahan pangan nabati, dan kadarnya bervariasi
menurut jenis bahan. Kadar serat dalam makanan dapat mengalami perubahan akibat
pengolahan yang dilakukan terhadap bahan asalnya. Sebagai contoh, padi yang
digiling menjadi beras putih mempunyai kadar serat yang lebih rendah daripada
padi yang ditumbuk secara tradisional. Oleh karena itu beberapa waktu yang lalu
muncul dedak padi di pasaran yang dikatakan sebagai obat berbagai macam
penyakit.
Serat kasar sangat penting dalam
penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan
nilai gizi makanan tersebut. Selain itu, kandungan serat kasar dapat digunakan
untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau
proses pemisahan antara kulit dan kotiledon, dengan demikian persentase serat
dapat dipakai untuk menentukan kemurniaan bahan atau efisiensi suatu proses.
Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan yang tidak
dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Serat
makanan adalah serat yang tetap ada dalam kolon atau usus besar setelah
proses pencernaan, baik yang berbentuk serat yang larut dalam air maupun yang
tidak larut dalam air.
Pendidihan sampel menggunakan refluks
karena refluks mencegah kehilangan senyawa dalam larutan dengan mengembunkan
uap yang dihasilkan dari hasil pendidihan larutan dan tujuan dari refluks
dalam pengujian ini mempercepat reaksi hidrolisis yang terjadi. Tujuan penambahan H2SO4 adalah menghidrolisis
gula kompleks menjadi gula yang lebih sederhana. Saring dan cuci
kertas saring tersebut dengan akuades panas karena untuk mempertahankan suhu yang terkontrol. Apabila digunakan
akuades biasa, maka suhu akan menurun yang sebelumnya panas menjadi dingin
sehingga tahap digestion tidak dapat berlangsung karena seperti pencernaan
tubuh dimana suhunya stabil, tidak berubah maka percobaan ini dilakukan
menyerupainya. Oleh karena itu, suhu harus dikontrol. Fungsi lain penambahan
akuades panas ini adalah menetralkan residu supaya tidak asam untuk
menghentikan proses hidrolisis. Apabila terus menerus dihidrolisis, maka serat
pangan juga akan ikut terhidrolisis sehingga nilai yang didapatkan tidak
akurat. Selain itu, fungsi dari menetralkan pH adalah untuk melancarkan dan
memaksimalisasi reaksi yang terjadi sehingga mengurangi kesalahan yang mungkin
terjadi. Untuk menguji kenetralan pH digunakan kertas lakmus yang diletakkan di
bagian bawah corong karena indikasi residu normal adalah ketika dicuci dengan
akuades tidak akan meninggalkan asam pada kertas lakmus dimana kertas lakmus
merah akan berubah menjadi kebiruan Penyaringan harus dikerjakan secepat
mungkin karena penundaan akan mengakibatkan rendahnya hasil analisisis. Ketika refluks sedang berlangsung, muncul gelembung di larutan yang
menandakan terjadi reaksi basa dengan ester triasilgliserol dari lemak yang ada
dalam bahan pangan yang disebut sebagai peristiwa saponifikasi sehingga lemak
dalam bahan pangan dihidrolisis. Peristiwa ini disebut juga langkah defattening
yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam bahan pangan dengan pelarut
lemak. Penambahan asam, basa, dan panas disini bertujuan untuk
menghidrolisa bahan-bahan dalam sampel, serat kasar tidak akan terhidrolisa,
sehingga ketika disaring akan menyisakan serat kasar. Namun serat kasar disini
belum cukup murni, karena itu perlu adanya perlakuan defatting. Tabel hasil pengamatan
penentuan kadar lemak antara lain :
Tabel
1. Hasil Analisis Kadar Serat Kasar
Sampel
|
W
(g)
|
W1
(g)
|
W2
(g)
|
Kadar
Serat (g)
|
Kadar
Serat Kasar (%)
|
Daun Pepaya
|
1,2511
|
0,710
|
0,785
|
0,0746
|
5,96
|
1,2504
|
0,704
|
0,779
|
0,0749
|
5,99
|
|
Kangkung
|
1,2503
|
0,738
|
0,787
|
0,0488
|
3,90
|
1,2507
|
0,744
|
0,737
|
0,0246
|
1,97
|
|
Pepaya
|
1,2503
|
0,744
|
0,770
|
0,0260
|
2,08
|
1,2529
|
0,699
|
0,741
|
0,0420
|
3,35
|
|
Bayam
|
1,2502
|
0,736
|
0,777
|
0,0405
|
3,24
|
1,2513
|
0,745
|
0,784
|
0,0382
|
3,05
|
|
Wortel
|
1,2501
|
0,726
|
0,782
|
0,0564
|
4,51
|
1,2500
|
0,718
|
0,766
|
0,0473
|
3,78
|
Sumber
: hasil perhitungan TPN A 2014
Berdasarkan
tabel di atas sampel yang mempunyai kadar serat kasar paling tinggi adalah
sampel daun pepaya dengan rata – rata sebesar 5,97 %. karena
daun pepaya relatif tahan terhadap pencahayaan langsung sehingga walaupun daun
pepaya terkena sinar matahari akan tetapi itu tidak mengurangi kualitasnya
Sampel yang mempunyai kadar serat kasar paling
rendah adalah sampel kangkung dengan rata- rata sebesar 2,93 %. hal ini mungkin
dipengaruhi faktor penambahan larutan yang tidak sesuai, pencucian yang kurang
netral dan penyaringan yang kurang pas,
oleh karena itu
terdapat perbedaan hasil
akhir kadar serat
dari kangkung tersebut. Menurut penelitian Clara tahun 2006, besar serat
dalam daun pepaya ialah sebesar 2,1 %, bayam sebesar 0,8 %, wortel sebesar 1,1
%. Sedang kan menurut Nutrion Data (2013) serat kasar pada kangkung 2,0 %,
bayam 2,2 %, wortel 2,8 %. Semua literatur menunjukan hasil yang berbeda hal
ini disebabkan bisa karena berbagai hal yaitu karena berat saat serat kasar
dalam sampel masih terdapat serat pangan yang tersisa kemudian bisa juga dari
perbedaan sumber sampel yang di teliti dan bisa karena faktor lainnya.
Serat sangat
berpengaruh terhadap kesehatan terutama serat yang diperuntukkan bagi diet.
Menurut winarno, F.G. 1997, kira-kira hanya
sekitar seper lima sampai setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi sebagai
dietary fiber. Dietary fiber merupakan komponen dari jaringan tumbuhan yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Fungsi dietary fiber dalam hal ini melibatkan
asam empedu dan pasien yang mengkonsumsi tinggi serat menghasilkan banyak asam
empedu, sterol dan lemak yang dikeluarkan bersama feces dan serat tersebut
berfungsi mencegah terjadinya penyerapan kembali asam empedu, lemak dan
kolesterol. Dari penelitian klinis ternyata dietary fiber khususnya pada serealia sangat efektif
menanggulangi penyakit diverticulitis.
Serat
dapat berperanan menghalangi penyerapan zat-zat gizi lain seperti lemak,
karbohidrat dan protein. Sehingga apabila makanan mengandung kadar serat yang
rendah maka hampir semua zat-zat gizi tersebut dapat diserap oleh tubuh. Di
samping itu serat makanan dapat mempercepat rasa kenyang. Hal ini disebabkan karena
orang akan mengunyah lebih lama bila dalam makanan terkandung kadar serat yang
tinggi, sehingga sekresi saliva dan cairan gastrik akan lebih banyak
dikeluarkan, yang kemudian kelebihannya akan masuk ke dalam lambung.
Serat mempunyai peran yang penting
bagi kesehatan tubuh. Almatsier (2009) menyatakan bahwa serat sangat penting
dalam proses pencernaan makanan dalam tubuh. Kekurangan serat dapat
menyebabkan konstipasi, apenaistis, alverculity, hemoroid, diabetes
melitus, penyakit jantung koroner dan batu ginjal. Kekurangan serat
juga dihubungkan dengan berbagai penyakit gastrointestinal.
Wirjatmadi et al. (2002) menambahkan kebutuhan serat untuk manusia sangatlah
bervariasi menurut pola makan dan tidak ada anjuran kebutuhan sehari secara
khusus untuk serat makanan.
Namun kecukupan asupan serat kini
dianjurkan semakin tinggi, mengingat banyak manfaat yang menguntungkan untuk
kesehatan tubuh, adequate intake (AI) untuk serat makanan sebagai acuan untuk
menjaga kesehatan saluran pencernaan serta kesehatan lainnya, kini telah
dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Internasional. AI untuk serat makanan bagi orang dewasa adalah 20-35 g/hari
(Fransisca, 2004). Sebelumnya menurut Southgate (1972) hanya 16-28 g/hari
(Southgate, 1975) atau 1-4% dari crude
intake British diets (Southgate, 1973). Serat makanan dalam American diets
diperkirakan sekitar 5-8 g/100 g crude
fiber (Burkitt, 1972). Menurut petunjuk
Diet RSCM (1982), angka kecukupan serat yang dianjurkan 25g/1000 kal, dan
menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004) angka kecukupan serat bagi orang dewasa yaitu
19-30 g/kap/hari sedangkan bagi anak-anak adalah 10-14 g/1000 kkal. Speller et
al. (1975), dan Stasse et al. (1989) menyarankan intik ideal dari dietary fiber
untuk memperoleh berat feses 140 – 150
g/hari dan transit time kurang dari 3 hari. (Clara, 2006). Namun, beberapa
peneliti mengemukakan adanya keragaman di dalam respon tubuh untuk meningkatkan
intik serat makanan, karena komponen serat yang berbeda akan memberikan efek
fisiologis yang berbeda pula.
Mutu serat dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan, dimana
komponen serat makanan terdiri dari komponen yang larut (Solube Dietary Fiber),
dan komponen yang tidak larut (Insoluble Dietary Fiber). Serat yang tidak larut dalam air ada 3 macam, yaitu selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Serat tersebut banyak terdapat pada sayuran,
buah-buahan dan kacang-kacangan. Sedangkan serat yang larut dalam air adalah pectin, musilase, dan
gum. Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran, dan sereal.
Sedangkan gum banyak terdapat pada akasia.
KESIMPULAN & SARAN
- Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas,
dapat disimpulkan bahwa Serat kasar merupakan bahan makanan pertanian yang
merupakan sisa-sisa sel tumbuhan yang tahan terhadap reaksi hidrolis enzim-enzim
saluran pencernaan kemudian sampel yang mempunyai kadar serat
kasar paling tinggi adalah sampel daun pepaya dengan rata – rata sebesar 5,97
%. Sampel yang mempunyai kadar serat kasar paling rendah adalah sampel kangkung
dengan rata- rata sebesar 2,93 %. Menurut semua literatur dari hasil
penelitian menunjukan hasil yang berbeda
hal ini disebabkan bisa karena berbagai hal yaitu karena berat saat serat kasar
dalam sampel masih terdapat serat pangan yang tersisa kemudian bisa juga dari
perbedaan sumber sampel yang di teliti dan bisa karena faktor lainnya juga.
- Saran
harus lebih teliti dan hati-hati
dalam melakukan praktikum, Pada saat proses praktikum
berlangsung hendaklah lebih memahami cara kerja, praktikum tersebut dipahami
dengan baik agar praktikum tersebut berjalan dengan baik. Kemudian jagalah
alat-alat yang ada dalam praktikum karena alat-alat tersebut juga sangat
menentukan terlaksana atau tidaknya praktikum.
DAFTAR
PUSTAKA
AACC. 2001. The Definition of Dietary Fiber.
Anna
Poedjiadi, 1994.Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta
Setiasih, 2009 Pengantar Teknologi
Pangan. PT Bumi Akasa. Jakarta
Sudarmadji,Slamet
dkk. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta.
Yogyakarta
Andarwulan,
N., Feri K., dan Dian H. 2011. Analisis Pangan. PT. Dian Rakyat : Jakarta
Winarno, F.G. 1997. Kima Pangan dan Gizi. PT
Gramedia Pustaka, Jakarta.
Clara M.
Kusharto. 2006. Serat makanan dan peranannya bagi kesehatan (Dietary Fiber and Its Role for Health).
Jurnal Gizi dan Pangan, November 2006 1(2): 45-54.
Hardinsyah &
Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein dan Serat Makanan. Dalam
Soekirman et al. (Eds.), Ketahanan
Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Pro- siding Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VIII (hlm. 317-330), 17-19 Mei. LIPI, Jakarta.
No comments:
Post a Comment