Tuesday, March 28, 2017

Laporan praktikum 5 ANALISIS PANGAN (KADAR SERAT KASAR)

ANALISIS PENENTUAN KADAR SERAT KASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Yoga Jati Pratama (240210140003)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: yoga.jpratama1@gmail.com

ABSTRAK
            Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4) dan natrium hidroksida (NaOH). Mutu serat dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan terdiri dari komponen yang larut dan komponen tidak larut.  Komponen dari serat kasar ini tidak mempunyai nilai gizi, akan tetapi serat ini sangat penting untuk proses memudahkan dalam pencernaan di dalam tubuh agar proses pencernaan tersebut lancar (Peristaltic). Tujuan dari praktikum kali ini yaitu untuk menentukan serat kasar pada bahan bayam, kangkung, papaya, daun papaya, dan wortel. Metode yang digunakan yaitu metode hidrolisis asam dan basa serta metode gravimetri. Praktikum ini dilakukan di Lab kimia pangan FTIP UNPAD pada hari Selasa tanggal 29 Maret 2016.

Kata kunci : Serat kasar, bayam, hidrolisis, gravimetri.






PENDAHULUAN

Serat adalah zat non gizi, ada dua jenis serat yaitu serat makanan (dietry fiber) dan serat kasar (crude fiber). Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat terhidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 0,225N) dan natrium hidroksida (NaOH 0,313N). Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar  dan natrium hidroksida pada kondisi yang terkontrol. Pengukuran serat kasar dapat dilakukan dengan menghilangkan semua  bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat (Hunter, 2002).
Bahan makanan yang mengandung banyak serat kasar lebih tinggi kecernaannya dibanding bahan makanan yang lebih banyak mengandung bahan ekstrak tanpa nitrogen (Arif, 2006). Prinsipnya  komponen dalam suatu bahan yang tidak dapat larut dalam pemasakan dengan asam encer dan basa encer selama 30 menit adalah serat kasar dan abu sebagaimana  pendapat Allend (1982) yang menyatakan bahwa serat kasar adalah karbohidrat yang tidak larut setelah dimasak berturut-turut dalam larutan asam sulfat dan NaOH. Untuk mendapatkan nilai serat kasar, maka bagian yang tidak larut tersebut (residu) dibakar sesuai dengan prosedur analisis abu. Selisih antara residu dengan abu adalah serat kasar (Ridwan, 2002).
Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan pendidihan dengan asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat kasar (Soejono, 1990).

Metodologi

            Alat yang digunakan pada praktikum kali ini untuk analisis kadar serat kasar yaitu erlemeyer, gelas ukur, kondensor, corong, pompa vakum, oven, desikator, kondensor, alat pemanas, klem dan statif, gelas kimia, timbangan analitis, labu didih, kaca arloji, kertas lakmus, dan kertas saring.
            Bahan yang digunakan pada  praktikum kali ini untuk analisis kadar serat kasar yaitu sampel bayam, kangkung, papaya, wortel, dan daun papaya. Kemudian bahannya yaitu H2SO4 0,225N, NaOH 0,313 N, kalium sulfat  (K2SO4 10%), aquades panas, 7,5 ml alcohol 95%.

Prosedur analisis penentuan serat kasar metode gravimetri
Pertama yaitu timbang 1,25 gram sampel yang telah dihaluskan terlebih dulu kemudian masukan kedalah erlemneyer asah setelah itu tambahkan 100ml H2SO4 0,0225 N lakukan refluks selama 30 menit setelah itu saring endapan pada sampel yang masih panas kemudian cuci dengan akuades hingga netral setelah itu pindahkan residu ke dalam erenmeyer asah dan tambahkan NaOH 0,313 N lakukan refluks kembali yang bertujuan untuk mempercepat reaksi termal dengan melakukan hal itu pada suhu tinggi (yaitu titik didih pelarut itu) setelah itu saring dengan kertas saring setelah konstan cuci dengan 7,5 ml k2s04 10%, 50 ml aquades panas, 7,5 ml alcohol 95% kemudian keringkan di oven hingga konstan.

Hasil dan Pembahasan

Analisis penentuan serat kasar
Serat makanan hanya terdapat dalam bahan pangan nabati, dan kadarnya bervariasi menurut jenis bahan. Kadar serat dalam makanan dapat mengalami perubahan akibat pengolahan yang dilakukan terhadap bahan asalnya. Sebagai contoh, padi yang digiling menjadi beras putih mempunyai kadar serat yang lebih rendah daripada padi yang ditumbuk secara tradisional. Oleh karena itu beberapa waktu yang lalu muncul dedak padi di pasaran yang dikatakan sebagai obat berbagai macam penyakit.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi makanan tersebut. Selain itu, kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan antara kulit dan kotiledon, dengan demikian persentase serat dapat dipakai untuk menentukan kemurniaan bahan atau efisiensi suatu proses. Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Serat makanan adalah serat yang tetap ada dalam kolon atau usus besar setelah proses pencernaan, baik yang berbentuk serat yang larut dalam air maupun yang tidak larut dalam air.
Pendidihan sampel menggunakan refluks karena refluks mencegah kehilangan senyawa dalam larutan dengan mengembunkan uap yang dihasilkan dari hasil pendidihan larutan dan tujuan dari refluks dalam pengujian ini mempercepat reaksi hidrolisis yang terjadi. Tujuan penambahan H2SO4 adalah menghidrolisis gula kompleks menjadi gula yang lebih sederhana. Saring dan cuci kertas saring tersebut dengan akuades panas karena untuk mempertahankan suhu yang terkontrol. Apabila digunakan akuades biasa, maka suhu akan menurun yang sebelumnya panas menjadi dingin sehingga tahap digestion tidak dapat berlangsung karena seperti pencernaan tubuh dimana suhunya stabil, tidak berubah maka percobaan ini dilakukan menyerupainya. Oleh karena itu, suhu harus dikontrol. Fungsi lain penambahan akuades panas ini adalah menetralkan residu supaya tidak asam untuk menghentikan proses hidrolisis. Apabila terus menerus dihidrolisis, maka serat pangan juga akan ikut terhidrolisis sehingga nilai yang didapatkan tidak akurat. Selain itu, fungsi dari menetralkan pH adalah untuk melancarkan dan memaksimalisasi reaksi yang terjadi sehingga mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi. Untuk menguji kenetralan pH digunakan kertas lakmus yang diletakkan di bagian bawah corong karena indikasi residu normal adalah ketika dicuci dengan akuades tidak akan meninggalkan asam pada kertas lakmus dimana kertas lakmus merah akan berubah menjadi kebiruan Penyaringan harus dikerjakan secepat mungkin karena penundaan akan mengakibatkan rendahnya hasil analisisis. Ketika refluks sedang berlangsung, muncul gelembung di larutan yang menandakan terjadi reaksi basa dengan ester triasilgliserol dari lemak yang ada dalam bahan pangan yang disebut sebagai peristiwa saponifikasi sehingga lemak dalam bahan pangan dihidrolisis. Peristiwa ini disebut juga langkah defattening yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam bahan pangan dengan pelarut lemak. Penambahan asam, basa, dan panas disini bertujuan untuk menghidrolisa bahan-bahan dalam sampel, serat kasar tidak akan terhidrolisa, sehingga ketika disaring akan menyisakan serat kasar. Namun serat kasar disini belum cukup murni, karena itu perlu adanya perlakuan defatting. Tabel hasil pengamatan penentuan kadar lemak antara lain :

Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Serat Kasar
Sampel
W (g)
W1 (g)
W2 (g)
Kadar Serat (g)
Kadar Serat Kasar (%)
Daun Pepaya
1,2511
0,710
0,785
0,0746
5,96
1,2504
0,704
0,779
0,0749
5,99
Kangkung
1,2503
0,738
0,787
0,0488
3,90
1,2507
0,744
0,737
0,0246
1,97
Pepaya
1,2503
0,744
0,770
0,0260
2,08
1,2529
0,699
0,741
0,0420
3,35
Bayam
1,2502
0,736
0,777
0,0405
3,24
1,2513
0,745
0,784
0,0382
3,05
Wortel
1,2501
0,726
0,782
0,0564
4,51
1,2500
0,718
0,766
0,0473
3,78
Sumber : hasil perhitungan TPN A 2014

Berdasarkan tabel di atas sampel yang mempunyai kadar serat kasar paling tinggi adalah sampel daun pepaya dengan rata – rata sebesar 5,97 %. karena daun pepaya relatif tahan terhadap pencahayaan langsung sehingga walaupun daun pepaya terkena sinar matahari akan tetapi itu tidak mengurangi kualitasnya
 Sampel yang mempunyai kadar serat kasar paling rendah adalah sampel kangkung dengan rata- rata sebesar 2,93 %. hal ini mungkin dipengaruhi faktor penambahan larutan yang tidak sesuai, pencucian yang kurang netral dan penyaringan yang kurang pas,   oleh   karena   itu   terdapat   perbedaan   hasil   akhir   kadar   serat   dari kangkung tersebut. Menurut penelitian Clara tahun 2006, besar serat dalam daun pepaya ialah sebesar 2,1 %, bayam sebesar 0,8 %, wortel sebesar 1,1 %. Sedang kan menurut Nutrion Data (2013) serat kasar pada kangkung 2,0 %, bayam 2,2 %, wortel 2,8 %. Semua literatur menunjukan hasil yang berbeda hal ini disebabkan bisa karena berbagai hal yaitu karena berat saat serat kasar dalam sampel masih terdapat serat pangan yang tersisa kemudian bisa juga dari perbedaan sumber sampel yang di teliti dan bisa karena faktor lainnya.
Serat sangat berpengaruh terhadap kesehatan terutama serat yang diperuntukkan bagi diet. Menurut winarno, F.G. 1997, kira-kira hanya sekitar seper lima sampai setengah dari seluruh serat  kasar yang benar-benar berfungsi sebagai dietary fiber. Dietary fiber merupakan komponen dari jaringan tumbuhan  yang tahan terhadap proses hidrolisis  oleh enzim dalam lambung dan usus kecil.  Fungsi dietary fiber dalam hal ini melibatkan asam empedu dan pasien yang mengkonsumsi tinggi serat menghasilkan banyak asam empedu, sterol dan lemak yang dikeluarkan bersama feces dan serat tersebut berfungsi mencegah terjadinya penyerapan kembali asam empedu, lemak dan kolesterol. Dari penelitian klinis ternyata dietary  fiber khususnya pada serealia sangat efektif menanggulangi penyakit  diverticulitis.
Serat dapat berperanan menghalangi penyerapan zat-zat gizi lain seperti lemak, karbohidrat dan protein. Sehingga apabila makanan mengandung kadar serat yang rendah maka hampir semua zat-zat gizi tersebut dapat diserap oleh tubuh. Di samping itu serat makanan dapat mempercepat rasa kenyang. Hal ini disebabkan karena orang akan mengunyah lebih lama bila dalam makanan terkandung kadar serat yang tinggi, sehingga sekresi saliva dan cairan gastrik akan lebih banyak dikeluarkan, yang kemudian kelebihannya akan masuk ke dalam lambung.
Serat mempunyai peran yang penting bagi kesehatan tubuh. Almatsier (2009) menyatakan bahwa serat sangat penting dalam proses pencernaan makanan dalam tubuh. Kekurangan serat dapat menyebabkan konstipasi, apenaistis, alverculity, hemoroid, diabetes melitus, penyakit  jantung koroner dan batu ginjal. Kekurangan serat juga dihubungkan dengan berbagai  penyakit gastrointestinal. Wirjatmadi et al. (2002) menambahkan kebutuhan serat untuk manusia sangatlah bervariasi menurut pola makan dan tidak ada anjuran kebutuhan sehari secara khusus untuk serat makanan.  
Namun kecukupan asupan serat kini dianjurkan semakin tinggi, mengingat banyak manfaat yang menguntungkan untuk kesehatan tubuh, adequate intake (AI) untuk serat makanan sebagai acuan untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan serta kesehatan lainnya, kini telah dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Internasional. AI untuk serat makanan  bagi orang dewasa adalah 20-35 g/hari (Fransisca, 2004). Sebelumnya menurut Southgate (1972) hanya 16-28 g/hari (Southgate, 1975) atau  1-4% dari crude intake British diets (Southgate, 1973). Serat makanan dalam American diets diperkirakan  sekitar 5-8 g/100 g crude fiber (Burkitt, 1972).   Menurut petunjuk Diet RSCM (1982), angka kecukupan serat yang dianjurkan 25g/1000 kal, dan menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004) angka kecukupan serat bagi orang dewasa yaitu 19-30 g/kap/hari sedangkan bagi anak-anak adalah 10-14 g/1000 kkal. Speller et al. (1975), dan Stasse et al. (1989) menyarankan intik ideal dari dietary fiber untuk memperoleh  berat feses 140 – 150 g/hari dan transit time kurang dari 3 hari. (Clara, 2006). Namun, beberapa peneliti mengemukakan adanya keragaman di dalam respon tubuh untuk meningkatkan intik serat makanan, karena komponen serat yang berbeda akan memberikan efek fisiologis  yang berbeda pula.
Mutu serat dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan, dimana komponen serat makanan terdiri dari komponen yang larut (Solube Dietary Fiber), dan komponen yang tidak larut (Insoluble Dietary Fiber). Serat yang tidak larut dalam air ada 3 macam, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat tersebut banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. Sedangkan serat yang larut dalam air adalah pectin, musilase, dan gum. Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran, dan sereal. Sedangkan gum banyak terdapat pada akasia.

KESIMPULAN & SARAN

  1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Serat kasar merupakan bahan makanan pertanian yang merupakan sisa-sisa sel tumbuhan yang tahan terhadap reaksi hidrolis enzim-enzim saluran pencernaan kemudian sampel yang mempunyai kadar serat kasar paling tinggi adalah sampel daun pepaya dengan rata – rata sebesar 5,97 %. Sampel yang mempunyai kadar serat kasar paling rendah adalah sampel kangkung dengan rata- rata sebesar 2,93 %. Menurut semua literatur dari hasil penelitian  menunjukan hasil yang berbeda hal ini disebabkan bisa karena berbagai hal yaitu karena berat saat serat kasar dalam sampel masih terdapat serat pangan yang tersisa kemudian bisa juga dari perbedaan sumber sampel yang di teliti dan bisa karena faktor lainnya juga.

  1. Saran
harus lebih teliti dan hati-hati dalam melakukan praktikum, Pada saat proses praktikum berlangsung hendaklah lebih memahami cara kerja, praktikum tersebut dipahami dengan baik agar praktikum tersebut berjalan dengan baik. Kemudian jagalah alat-alat yang ada dalam praktikum karena alat-alat tersebut juga sangat menentukan terlaksana atau tidaknya praktikum.




DAFTAR PUSTAKA
AACC. 2001. The Definition of Dietary Fiber.
Anna Poedjiadi, 1994.Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta

Setiasih, 2009 Pengantar Teknologi Pangan. PT Bumi Akasa. Jakarta

Sudarmadji,Slamet dkk. 2010.  Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta

Andarwulan, N., Feri K., dan Dian H. 2011. Analisis Pangan. PT. Dian Rakyat : Jakarta
Winarno, F.G. 1997. Kima Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.
Clara M. Kusharto. 2006. Serat makanan dan peranannya bagi kesehatan  (Dietary Fiber and Its Role for Health). Jurnal Gizi dan Pangan, November 2006 1(2): 45-54. 

Hardinsyah & Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein dan Serat Makanan. Dalam Soekirman et al.  (Eds.), Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Pro- siding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (hlm. 317-330), 17-19 Mei. LIPI, Jakarta.

No comments:

Post a Comment