PRAKTIKUM ANALISIS KADAR PROTEIN DAN KADAR ANTOSIANIN
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
Yoga Jati Pratama
(240210140003)
Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran,
Jatinangor
Jalan Raya
Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844, 779570 Fax.
(022) 7795780 Email: yoga.jpratama1@gmail.com
ABSTRAK
Protein
adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer
dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan
peptida Protein berperan penting dalam
struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup. Cara untuk menentukan kadar
protein yaitu dengan uji biuret menggunakan spektrofotometri. Sampel yang
digunakan adalah kacang koro benguk. Pemanfaatan antosianin juga dapat digunakan
sebagai pewarna. Sampel yang digunakan adalah bubuk bunga telang. Tujuan dilakukannya
praktikum ini yaitu untuk mengetahui kesetabilan antosianin serbuk
bunga telang terhadap kadar gula dengan konsentrasi 0%, 10% dan 20%. Sedangkan
pengujian protein metode biuret yaitu untuk mengetahui kadar protein pada kacang
koro benguk. Metode
yang digunakan untuk menguji protein yaitu metode biuret kemudian kedua
pengujian ini menggunakan alat spektrofotometri. Praktikum dilakukan di
Laboratorium kimia pangan FTIP UNPAD.
Kata kunci
: Biuret,
Protein, Antosianin,
Spektrofotometri.
PENDAHULUAN
Protein merupakan salah satu zat
gizi makro yang sangat penting bagi tubuh. Kebutuhan terhadap protein semakin
hari semakin meningkat, hal ini berdampak pada bahan pangan berprotein yang harus
disediakan untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat tersebut. Oleh
karena itu, sekarang ini banyak penelitian mengenai bahan pangan untuk mengetahui
kadar suatu zat gizi salah satunya protein demi memenuhi kebutuhan tubuh.
penentuan
kadar protein menggunakan alat spektrofotometri atau spektrofotometer. Cara ini
merupakan cara modern untuk menentukan kadar protein dengan bantuan pereaksi
biuret.
Prinsip
dari metode biuret adalah ikatan peptida dapat membentuk senyawa kompleks
berwarna ungu dengan penambahan garam kupri dalam suasana basa (Carprette,
2005). Adanya uji biuret ditujukan untuk memperlihatkan bahwa protein mempunyai
ikatan peptida yang bereaksi positif dengan uji tersebut. Reaksi biuret terdiri
dari campuran protein dengan sodium hidroksida (berupa larutan), dan tembaga
sulfat. Warna violet adalah hasil dari reaksi ini. Reaksi ini positif untuk 2
atau lebih ikatan peptida (Harrow, 1954).
Jenis
makanan saat ini sangatlah beragam, mulai dari tekstur, rasa, warna dan bentuk hal
tersebut semakin menarik konsumen untuk megonsumsi makanan tersebut. Hal ini
berhubungan dengan bahan tambahan (BTM) yang digunakan agar tercipta makanan
yang lebih menarik. Maka dari itu, diperlukan lebih banyak variasi BTM yaitu salah
satunya pewarna.
Saat
ini, pewarna yang banyak digunakan yaitu pewarna sintetik yang sangat sering menimbulkan
perdebatan dalam penggunaannya. Maka dari itu dibutuhkan pewarna alami yang lebih aman
untuk digunakan. Salah satu tumbuhan yang dapat dijadikan pewarna alami adalah
bunga telang Menurut Suebkhampet & Sotthibandhu (2011), warna biru dari
bunga telang menunjukkan keberadaan dari antosianin. Kestabilan antosianin perlu diuji karena
tidak dalam semua kondisi antosianin dapat bertahan baik. Antosianin adalah
pigmen berwarna merah, ungu, dan biru yang terdapat pada seluruh tumbuhan.
Sebagian besar antosianin berwarna kemerahan dalam larutan asam, tetapi menjadi
ungu dan biru dengan meningkatnya PH yang akhirnya rusak dalam larutan alkali
kuat. (Salisbury, 1992)
Antosianin
merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan,
Umumnya senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan primer, chelator dan
scavenger terhadap superoksida anion. Antosianin dalam bentuk aglikon lebih
aktif daripada bentuk glikosidanya (Santoso, 2006). Kemampuan antioksidatif
antosianin timbul dari reaktifitasnya yang tinggi sebagai pendonor hidrogen
atau elektron, dan kemampuan radikal turunan polifenol untuk menstabilkan dan
mendelokalisasi elektron tidak berpasangan, serta kemampuannya mengkhelat ion
logam ( terminasi reaksi Fenton) (Rice-Evans et al., 1997). Aktivitas
antioksidan antosianin dipengaruhi oleh sistem yang digunakan sebagai substrat
dan kondisi yang dipergunakan untuk mengkatalisis reaksi oksidasi (Pokorny et
al., 2001).
Antosianin
adalah pigmen yang larut dalam air yang menyebabkan warna merah, ungu dan biru
serta banyak ditemukan pada buah dan bunga. Kemudian antosianin merupakan zat
warna yang polar dan akan larut dengan baik pada pelarut polar. Factor yang
mempengaruhi kestabilan antosianin non-enzimatik adalah pengaruh dari PH, suhu
dan juga cahaya (Salisbury,1991.)
Metodologi
Bahan dan alat
Sampel yang digunakan yaitu
kacang koro benguk untuk pengujian protein dan bubuk bunga telang dengan
konsentrasi gula 0%, 10% dan 20% untuk analisis kadar antosianin. Bahan yang
digunakan yaitu aquades, larutan BSA (Bovine Serum Albumin), TCA 10% (Tri
Chloro Asetat), larutan etil eter, pereaksi biuret, buffer KCl pH 1, HCl pekat,
buffer Na-asetat pH 4.5.
Alat yang
digunakan yaitu labu ukur 25 ml, spektrofotometri, timbangan analitik,
alat centrifugasi, vortex, dan inkubator.
Pembuatan
kurva standar
Pertama-tama
dilakukan pembuatan kurva standar untuk
menentukan standar dari ptotein sampel dengan menggunakan larutan Bovine Serum Albumin (BSA) yang merupakan protein albumin
alami dengan pembacaan absorbansi sampel
menggunakan spektrofotometer. Setelah itu larutan
BSA yang bervariasi volumenya kemudian ditambahkan aquades hingga volume
totalnya menjadi 4 mL. Kemudian
ditambahkan pereaksi biuret sebanyak 6 mL lalu diinkubasi pada suhu ruang hingga
didapat warna ungu yang sempurna. Absorbansi diukur pada λ 540 nm, dan dibuat
kurva standarnya.
Preparasi
sampel metode biuret
Penentuan kadar protein
menggunakan pereaksi biuret harus dilakukan preparasi sampel terlebih dulu.
Dengan cara sampel ditimbang sebanyak 1 gram kemudian tepatkan dalam 25 ml. Selanjutnya
diambil aliquot sebanyak 1 ml ke dalam tabung sentrifugasi dan ditambahkan 2 ml
TCA 10%. Setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.
Kemudian supernatant dibuang dengan cara didekantasi. Lalu Hasil
dekantasi ditambahkan 2 ml etil eter dalam tabung setelah itu disentrifugasi
kembali. Hasil sentrifugasi divortex selama 1 menit dan dibiarkan mengering di
udara. Kemudian ditambahkan 4 ml aquades dan divortex kembali selama 1 menit.
Hasil vortex ditambahkan dengan 6 ml perekasi biuret kemudian diinkubasi selama
30 menit pada suhu ruang. Tahap selanjutnya yaitu absorbansi dibaca pada
panjang gelombang 520 nm dan dihitung kadar proteinnya.
% kadar protein =
[M] merupakan konsentrasi sampel rata-rata
pada pengukuran absorbansi, sedangkan FP merupakan faktor pengenceran. Nilai 10-1
bertujuan untuk mengkonversi satuan mg/g menjadi g/100g atau persen.
Pembuatan
Buffer pH 1 dan pH
4.5
Langkah pertama yaitu siapkan
1.86 gram KCl kemudian timbang setelah itu tambahkan 980 ml aquades dan diatur
pHm sampai 1 dengan cara menambahkan HCl pekat. Setelah itu ditepatkan sampai 1
liter.
Pembuatan
buffer pH 4.5 yaitu dengan cara menimbang 54.43 gram Na-Asetat dan dilarutkan
dalam 960 ml aquades. Setelah itu Ph diatur dampai 4.5 menggunakan penambahan
HCl dan selanjutnya ditepatkan volumenya sampai 1 liter.
Prosedur
pengujian dan perhitungan konsentrasi antosianin
Sampel bubuk bunga telang dengan konsentrasi
gula 0%, 10% dan 20% masing-masing dilarutkan
dalam 25 ml larutan bufer pH 1 sampai diperoleh absorbansi sampel 510 nm yaitu
kurang dari 1.2 (rentang absorbansi 0.2-0.8). setelah itu volume akhir
dibandingkan dengan volume awal agar diperoleh volume pengenceran.
Sampel
bubuk pigmen bunga telang dengan konsentrasi gula 0%, 10% dan 20% dilarutkan dalam labu ukur 25 ml dengan HCl
pH 1 ditepatkan sampai tanda tera. Kemudian masing-masing buffer pH 1 dan pH
4.5 dimasukkan ke dalam kuvet. Spektrofotometri dihidupkan sebelum pengukuran
selama kurang lebih 15 menit. Untuk pH 1 dengan panjang gelombang 510 nm
ditekan absorbansi blanko 0.000 juga pH 4.5 dengan panjang gelombang 700 nm.
Penetapan
kadar antosianin (Faktor pengenceran)
Sampel bubuk pigmen bunga telang
dengan konsentrasi gula 0%, 10% dan 20% dilarutkan
dnean buffer pH 1 dan buffer pH 4.5 dan juga diperhatikan faktor
pengencerannya. Kemudian diinkubasi selama 15 menit untuk larutan pH 1 dan 5
menit untuk larutan pH 4.5. Kemudian dilakukan perhitungan nilai
absorbansi.
A = (A510-A200) pH 1.0 – (A510-A200)
pH 4.5
Konsentrasi A(M) (%b/b) =
A
merupakan nilai absorbansi. ɛ merupakan nilai absorptivitas
molar sianidin-3-glukosida bernilai 26900 L/molcm) sedangkan b nerupakan tebal
kuvet setebal 1cm, BM adalah bera molekul sianidin-3-glukosida 448.8 g/mold an
FP merupakan nilai faktor pengenceran.
Hasil dan Pembahasan
Analisis kadar protein metode biuret
Metode Biuret merupakan salah
satu cara yang baik untuk menentukan kadar protein suatu bahan pangan atau
produk pangan. Sampel yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah
kacang koro benguk.
Berikut merupakan hasil penghitungan
konsentrasi (ppm) terhadap jumlah ml BSA yang diberikan untuk mengetahui
hubungan antara konsentrasi dan absorbansi.
Tabel 1. Hasil
analisis kadar protein
ml BSA
|
[M]
x
|
A
Y
|
0.00
|
0.000
|
0.000
|
0.50
|
250
|
0.044
|
1.00
|
500
|
0.118
|
1.50
|
750
|
0.185
|
2.00
|
1000
|
0.234
|
2.50
|
1250
|
0.303
|
3.00
|
1500
|
0.386
|
3.50
|
1750
|
0.439
|
Dari tabel 1, data
tersebut, dapat dibuat kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi larutan
standart protein dengan absorbansinya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kurva
linear dan persamaan kurva linear tersebut dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi sampel dari protein. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil
yang tidak berbeda jauh dengan literature dengan nilai absorbansi sebesar
27,8%. Menurut literature, kadar protein dalam literature adalah sebesar 28,
56%. Apabila melihat dan membandingkannya maka kadar protein yang paling
mendekati adalah pengujian sampel kacang koro benguk pada ml BSA 0,5 dengan
absorbansi 0,175. Berdasarkan data diatas, dapat dinyatakan bahwa semakin
tinggi konsentrasi suatu sampel, maka absorbansi yang dihasilkan dalam
pengukuran pun semakin besar.
Berikut kurva hubungan antara [M] dan A.
Grafik diatas bertujuan untuk
membandingkan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasinya. Menurut literature,
semakin tinggi nilai absorbansinya maka konsentrasinya pun akan semakin tinggi.
Pada sampel kacang koro benguk, didapatkan bahwa garis pada grafik hampir
mendekati linier.
Adapun kesalahan-kesalahan pada
hasil praktikum dapat diakibatkan oleh kelemahan dari metode Biuret seperti
sifatnya yang kurang sensitive dibandingkan dengan metode Lowry serta NH4+
dalam konsentrasi tinggi dapat mengganggu reaksi antara larutan Biuret dengan
sampel.
Berdasarkan kurva standar BSA, didapatkan
nilai persamaannya yaitu y = 0.0003x - 0.0108, nilai a = 0.0003, nilai b yaitu = -0.0108 dan nilai R2 = 0.9969.
nilai R2 mendekati 1 artinya semakin linear dan hubungan antara
konsentrasi dengan absorbansi semakin berbanding lurus. Dari data
tersebut, dapat dihasilkan persamaan linear yang dapat digunakan untuk mencari
konsentrasi sampel kacang koro benguk. Konsentrasi yang telah diketahui akan
digunakan untuk mencari kadar protein dalam sampel.
Setelah didapat kurva standar dan
persamaan, sampel kacang koro benguk yang sudah diketahui absorbansinya
dihitung konsentrasi proteinnya menggunakan persamaan kurva standar. Berikut
hasil perhitungan konsentrasi protein pada sampel kacang koro benguk.
Tabel 2. Hasil
penghitungan %protein
A (Y)
|
M (X)
|
%
|
0.175
|
619.33
|
27.83
|
0.173
|
612.67
|
27.52
|
0.174
|
616
|
27.67
|
Berdasarkan hasil perhitungan, kadar
protein pada kacang koro benguk yaitu rata-rata 27.67%. Berdasarkan Sifat Nutritional Protein Rich Flour (PRF) Koro Pedang
kadar protein pada kacang koro yaitu sekitar 27.4%. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia bahwa jumlah kandungan
protein koro benguk = 24 gr/100 g bahan atau 24%. Menurut Handayani
(1993) pada umumnya kacang-kacangan merupakan sumber protein, vitamin dan
mineral yang sangat bagus.
Proses penentuan kadar protein dengan cara biuret dilakukan
berdasarkan atas pengukuran serapan cahaya oleh ikatan kompleks biru-ungu.
Warna ini akan terjadi bila protein bereaksi terhadap tembaga dan lingkungan
dengan Hukum Lambert-Beer,
absorbsi sinar tampak oleh larutan berwarna akan berbanding lurus dengan
konsentrasi zat terlarut yang menimbulkan warna. Reaksi biuret merupakan reaksi
warna untuk gugus peptida (-CO-NH-N) dan protein. Reaksi positif ditandai
dengan terbentuknya warna ungu karena terbentuk senyawa komplek antara Cu2+ dan
N dari molekul ikatan peptida. Senyawa dengan dipeptida memberikan warna ungu,
biru dan merah. Spektrofotometer merupakan teknik analisis yang bertujuan untuk
mengetahui jumah (konsentrasi) zat dalam suatu bahan berdasarkan spektroskopi
khusus untuk panjang gelomabang UV-Visible.
Praktikum
penentuan kadar protein metode biuret pada kacang koro benguk, terjadi
pembentukan warna ungu yang menunjukkan adanya pembentukan senyawa kompleks
dengan Cu2+. Penentuan kadar protein secara biuret didasarkan pada
pengukuran serapan cahaya oeh ikatan kompleks yang berwarna ungu. Semakin
tinggi konsentrasi larutan protein semakin banyak ikatan peptida daam larutan
maka pembentukan kompleks semakin banyak, ini dapat dilihat dari warna ungu
yang semakin pekat. Pengukuran nilai absorbansi larutan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540nm. Berdasarkan tabel 2
didapatkan bahwa semakin tinggi nilai absorbansi maka semakin tinggi
konsentrasi protein yang terdeteksi.
Uji biuret pada sampel kacang koro benguk ditambahkan lautan
TCA 10%. TCA 10% (Tri Chloro Asetat) berfungsi sebagai agen presipitasi yakni ion negatif dari TCA
akan bergabung dengan protein yang sedang berada pada kondisi sebagai kation
(pH larutan dalam kondisi asam hingga pH isoelektrik protein) hingga membentuk
garam protein atau sebagai pemisahan protein dari larutan. Sehingga bagian non
protein dapat dipisahkan dari sampel. Selanjutnya sentrifugasi bertujuan untuk
menghomogen kan larutan dan mempercepat reaksi pemisahan berdasarkan berat
jenis, sedangkan vortex bertujuan untuk mencampurkan. Selain itu ditambahkan etil eter yang
berfungsi sebagai pelarut lemak.
Kurva
diatas
bertujuan untuk membandingkan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasinya.
Semakin tinggi nilai absorbansinya maka konsentrasinya pun akan semakin tinggi.
Nilai R2 bernilai 99% artinya mendekati linier dan ketepatan
hasil praktikum dapat dikatakan mendekati 100%.
Analisis kadar
antosianin
Penetapan kadar antosianin dilakukan
menggunakan Ph1 dan ph 4.5. Serbuk bunga telang pada ph 1 menghasilkan warna
ungu violet kemerahan. Berikut hasil pengamatan kadar antosianin
Tabel 1. Hasil analisis
kadar antosianin
Sampel
|
pH
|
A510
|
A700
|
Kadar %
|
0%
|
1
|
1.122
|
0.019
|
8.3920
|
4.5
|
0.632
|
0.032
|
||
0%
|
1
|
0.569
|
0.003
|
4.3710
|
4.5
|
0.321
|
0.017
|
||
10%
|
1
|
0.850
|
0.009
|
6.7240
|
4.5
|
0.549
|
0.021
|
||
10%
|
1
|
0.241
|
0.021
|
3.4035
|
4.5
|
0.450
|
0.017
|
||
20%
|
1
|
0.670
|
0.007
|
5.3889
|
4.5
|
0.364
|
0.024
|
||
20%
|
1
|
0.668
|
0.016
|
4.5000
|
4.5
|
0.399
|
0.017
|
Pada
penentuan kadar antosianin digunakan sampel serbuk bunga telang yang sebelumnya
harus dipotong halus, hal ini bertujuan untuk memperluas permukaan sampel
sehingga dapat mempercepat reaksi dan ekstrak yang dihasilkan lebih maksimal.
Antosianin
yang terkandung dalam serbuk bunga telang diekstraksi metanol-HCl 1% untuk
mendenaturasi dan melarutkan pigmen antosianin dari sampel dapat terangkat
secara maksimal, hal ini karena antosianin tidak stabil dalam larutan netral
atau basa.
Dari hasil
pengamatan diketahui bahwa kadar antosianin paling tinggi terdapat pada
pengujian sampel serbuk bunga telang 0 % gula, dengan pH 1 dan 4,5 yaitu
sebesar 8,3920%, dan pada sampel serbuk bunga telang 10 % sebesar 6,724%, dan
ke yang terkecil pada serbuk bunga telang 20 % gula nilai antosianinnya yaitu
4,5%.
Dari hasil literatur yang ada,
serbuk bunga telang mengandung antosianin jenis delfinidin glikosida. Perubahan
kondisi keasaman larutan di ekstrak bunga telang mengakibatkan perubahan warna
yang terekspresikan oleh pigmen ini. Warna akan berubah dari merah violet
menjadi biru akibat perubahan pH dari 4 hingga 10. Intensitas warna bunga
telang juga dipengaruhi oleh pH. Pada pH 7, intensitas warna bunga telang
paling tinggi.
Degradasi
antosianin dapat terjadi selama proses ekstraksi, pengolahan makanan, dan
penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin tersebut
yaitu adanya modifikasi pada struktur spesifik antosianin (glikosilasi, asilasidengan
asam alifatik atau aromatik), pH, temperatur, cahaya, keberadaan ion logam,
oksigen, kadar gula, enzim, dan pengaruh sulfur dioksida. Pengaruh gula
terhadap stabilitas antosianin masih menjadi
perdebatan. Beberapa
sumber menyebutkan bahwa gula dapat menginduksi peningkatan intensitas warna
antosianin, terutama pada kondisi sedikit asam. Namun sumber yang lain
menyebutkan bahwa keberadaan asam askorbat, glukosa, dan fruktosa secara bersama-sama
dapat mempercepat degradasi antosianin. Selain gula dan asam askorbat, asam
amino dan fenol juga diketahui dapat mempercepat degradasi antosianin karena
keempat
senyawa tersebut dapat
berkondensasi dengan antosianin menghasilkan phlobafen yang berwarna coklat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil yang tidak
berbeda jauh dengan literature dengan nilai absorbansi sebesar 27,8%. Menurut
literature, kadar protein dalam literature adalah sebesar 28, 56%. Kadar
antosianin pada sampel serbuk bunga telang paling tinggi adalah terdapat pada
pengujian sampel serbuk bunga telang 0 % gula, dengan pH 1 dan 4,5 yaitu
sebesar 8,3920%, dan pada sampel serbuk bunga telang 10 % sebesar 6,724%, dan
ke yang terkecil pada serbuk bunga telang 20 % gula nilai antosianinnya yaitu
4,5%. Dari hasil tersebut didapat rata-rata nilai antosianin yaitu 6,3815% dan
yang terendah ada pada sampel 20% dengan rata-rata sebesar 4,9468%. Untuk
sampel kacang koro dengan pengujian penentuan kadar protein sudah sesuai dengan
literature yang ada yaitu berkisar antara 27% - 30%.
DAFTAR PUSTAKA
Deman, John M. 1997. Kimia Makanan. Bandung : Penerbit ITB
Jurnal pengaruh antosianin dan
protein, Agus Triyono, balai besar pengembangan teknologi tepat guna – LIPI
Darmasih. 1997. Prinsip Soxhlet.
peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ptek97-24.pdf. (diakses pada tanggal 20
Maret 2016).
Harper, V. W Rodwell, P. A Mayes. 1979. Biokimia.
Penerbit EGC: Jakarta.
Mahmud, Mien K. 2008. Tabel Komposisi
Pangan Indonesia. PT Elex Media Komputindo.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2010. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty, Yogyakarta.
Handajani,S.1993.Analisa
sifat Phisis-Khemis Beberapa Biji Kacang-Kacangan, kekerasan, Kualitas Tanak,
Protein, dan Kandungan Mineralnya.Lembaga penelitian Universitas Sebelas
maret Surakarta.
Carpette. 2005. An Introduction to Practical
Biochemistry. Hal 1. Great Britany : Mc Graw Hill Book Company.
Harrow. 1954. Textbook Of Biochemistry
6th Edition. U.S.A: Saunders Company.
Suebkhampet,
A., dan Sotthibandhu, P. Effect of Using Aqueous Crude Extract From Butterfly
Flowers (Clitoria ternatea L.) As a Dye on Animal Blood Smear
Staining.2011. Suranaree Journal of Science Technology. 19(1):15-19.
Didownload dari situs
Universitas Diponegoro pada tanggal 6 Mei 2016
No comments:
Post a Comment