Tuesday, March 28, 2017

Laporan praktikum 6 ANALISIS PANGAN (KADAR PROTEIN DAN KADAR ANTOSIANIN)

PRAKTIKUM ANALISIS KADAR PROTEIN DAN KADAR ANTOSIANIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Yoga Jati Pratama (240210140003)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: yoga.jpratama1@gmail.com

ABSTRAK
      Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup. Cara untuk menentukan kadar protein yaitu dengan uji biuret menggunakan spektrofotometri. Sampel yang digunakan adalah kacang koro benguk. Pemanfaatan antosianin juga dapat digunakan sebagai pewarna. Sampel yang digunakan adalah bubuk bunga telang. Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui kesetabilan antosianin serbuk bunga telang terhadap kadar gula dengan konsentrasi 0%, 10% dan 20%. Sedangkan pengujian protein metode biuret yaitu untuk mengetahui kadar protein pada kacang koro benguk. Metode yang digunakan untuk menguji protein yaitu metode biuret kemudian kedua pengujian ini menggunakan alat spektrofotometri. Praktikum dilakukan di Laboratorium kimia pangan FTIP UNPAD.

Kata kunci : Biuret, Protein, Antosianin, Spektrofotometri.






PENDAHULUAN

      Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang sangat penting bagi tubuh. Kebutuhan terhadap protein semakin hari semakin meningkat, hal ini berdampak pada bahan pangan berprotein yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat tersebut. Oleh karena itu, sekarang ini banyak penelitian mengenai bahan pangan untuk mengetahui kadar suatu zat gizi salah satunya protein demi memenuhi kebutuhan tubuh.
      penentuan kadar protein menggunakan alat spektrofotometri atau spektrofotometer. Cara ini merupakan cara modern untuk menentukan kadar protein dengan bantuan pereaksi biuret.
Prinsip dari metode biuret adalah ikatan peptida dapat membentuk senyawa kompleks berwarna ungu dengan penambahan garam kupri dalam suasana basa (Carprette, 2005). Adanya uji biuret ditujukan untuk memperlihatkan bahwa protein mempunyai ikatan peptida yang bereaksi positif dengan uji tersebut. Reaksi biuret terdiri dari campuran protein dengan sodium hidroksida (berupa larutan), dan tembaga sulfat. Warna violet adalah hasil dari reaksi ini. Reaksi ini positif untuk 2 atau lebih ikatan peptida (Harrow, 1954).
Jenis makanan saat ini sangatlah beragam, mulai dari tekstur, rasa, warna dan bentuk hal tersebut semakin menarik konsumen untuk megonsumsi makanan tersebut. Hal ini berhubungan dengan bahan tambahan (BTM) yang digunakan agar tercipta makanan yang lebih menarik. Maka dari itu, diperlukan lebih banyak variasi BTM yaitu salah satunya pewarna.
Saat ini, pewarna yang banyak digunakan yaitu pewarna sintetik yang sangat sering menimbulkan perdebatan dalam penggunaannya. Maka dari itu dibutuhkan pewarna alami yang lebih aman untuk digunakan. Salah satu tumbuhan yang dapat dijadikan pewarna alami adalah bunga telang Menurut Suebkhampet & Sotthibandhu (2011), warna biru dari bunga telang menunjukkan keberadaan dari antosianin.  Kestabilan antosianin perlu diuji karena tidak dalam semua kondisi antosianin dapat bertahan baik. Antosianin adalah pigmen berwarna merah, ungu, dan biru yang terdapat pada seluruh tumbuhan. Sebagian besar antosianin berwarna kemerahan dalam larutan asam, tetapi menjadi ungu dan biru dengan meningkatnya PH yang akhirnya rusak dalam larutan alkali kuat. (Salisbury, 1992)
Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan, Umumnya senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan primer, chelator dan scavenger terhadap superoksida anion. Antosianin dalam bentuk aglikon lebih aktif daripada bentuk glikosidanya (Santoso, 2006). Kemampuan antioksidatif antosianin timbul dari reaktifitasnya yang tinggi sebagai pendonor hidrogen atau elektron, dan kemampuan radikal turunan polifenol untuk menstabilkan dan mendelokalisasi elektron tidak berpasangan, serta kemampuannya mengkhelat ion logam ( terminasi reaksi Fenton) (Rice-Evans et al., 1997). Aktivitas antioksidan antosianin dipengaruhi oleh sistem yang digunakan sebagai substrat dan kondisi yang dipergunakan untuk mengkatalisis reaksi oksidasi (Pokorny et al., 2001).
Antosianin adalah pigmen yang larut dalam air yang menyebabkan warna merah, ungu dan biru serta banyak ditemukan pada buah dan bunga. Kemudian antosianin merupakan zat warna yang polar dan akan larut dengan baik pada pelarut polar. Factor yang mempengaruhi kestabilan antosianin non-enzimatik adalah pengaruh dari PH, suhu dan juga cahaya (Salisbury,1991.)
     

Metodologi

Bahan dan alat
      Sampel yang digunakan yaitu kacang koro benguk untuk pengujian protein dan bubuk bunga telang dengan konsentrasi gula 0%, 10% dan 20% untuk analisis kadar antosianin. Bahan yang digunakan yaitu aquades, larutan BSA (Bovine Serum Albumin), TCA 10% (Tri Chloro Asetat), larutan etil eter, pereaksi biuret, buffer KCl pH 1, HCl pekat, buffer Na-asetat pH 4.5.
      Alat yang digunakan yaitu labu ukur 25 ml, spektrofotometri, timbangan analitik, alat centrifugasi, vortex, dan inkubator.  

Pembuatan kurva standar
Pertama-tama dilakukan pembuatan kurva standar untuk menentukan standar dari ptotein sampel dengan menggunakan larutan Bovine Serum Albumin (BSA) yang merupakan protein albumin alami dengan pembacaan absorbansi sampel menggunakan spektrofotometer. Setelah itu larutan BSA yang bervariasi volumenya kemudian ditambahkan aquades hingga volume totalnya menjadi 4 mL. Kemudian ditambahkan pereaksi biuret sebanyak 6 mL lalu diinkubasi pada suhu ruang hingga didapat warna ungu yang sempurna. Absorbansi diukur pada λ 540 nm, dan dibuat kurva standarnya.

Preparasi sampel metode biuret
      Penentuan kadar protein menggunakan pereaksi biuret harus dilakukan preparasi sampel terlebih dulu. Dengan cara sampel ditimbang sebanyak 1 gram kemudian tepatkan dalam 25 ml. Selanjutnya diambil aliquot sebanyak 1 ml ke dalam tabung sentrifugasi dan ditambahkan 2 ml TCA 10%. Setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Kemudian supernatant dibuang dengan cara didekantasi. Lalu Hasil dekantasi ditambahkan 2 ml etil eter dalam tabung setelah itu disentrifugasi kembali. Hasil sentrifugasi divortex selama 1 menit dan dibiarkan mengering di udara. Kemudian ditambahkan 4 ml aquades dan divortex kembali selama 1 menit. Hasil vortex ditambahkan dengan 6 ml perekasi biuret kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Tahap selanjutnya yaitu absorbansi dibaca pada panjang gelombang 520 nm dan dihitung kadar proteinnya.
% kadar protein =
      [M] merupakan konsentrasi sampel rata-rata pada pengukuran absorbansi, sedangkan FP merupakan faktor pengenceran. Nilai 10-1 bertujuan untuk mengkonversi satuan mg/g menjadi g/100g atau persen.

Pembuatan Buffer pH 1 dan pH 4.5
      Langkah pertama yaitu siapkan 1.86 gram KCl kemudian timbang setelah itu tambahkan 980 ml aquades dan diatur pHm sampai 1 dengan cara menambahkan HCl pekat. Setelah itu ditepatkan sampai 1 liter. 
      Pembuatan buffer pH 4.5 yaitu dengan cara menimbang 54.43 gram Na-Asetat dan dilarutkan dalam 960 ml aquades. Setelah itu Ph diatur dampai 4.5 menggunakan penambahan HCl dan selanjutnya ditepatkan volumenya sampai 1 liter.
       
Prosedur pengujian dan perhitungan konsentrasi antosianin
       Sampel bubuk bunga telang dengan konsentrasi gula 0%, 10% dan 20%  masing-masing dilarutkan dalam 25 ml larutan bufer pH 1 sampai diperoleh absorbansi sampel 510 nm yaitu kurang dari 1.2 (rentang absorbansi 0.2-0.8). setelah itu volume akhir dibandingkan dengan volume awal agar diperoleh volume pengenceran.
      Sampel bubuk pigmen bunga telang dengan konsentrasi gula 0%, 10% dan 20%  dilarutkan dalam labu ukur 25 ml dengan HCl pH 1 ditepatkan sampai tanda tera. Kemudian masing-masing buffer pH 1 dan pH 4.5 dimasukkan ke dalam kuvet. Spektrofotometri dihidupkan sebelum pengukuran selama kurang lebih 15 menit. Untuk pH 1 dengan panjang gelombang 510 nm ditekan absorbansi blanko 0.000 juga pH 4.5 dengan panjang gelombang 700 nm.

Penetapan kadar antosianin (Faktor pengenceran)
      Sampel bubuk pigmen bunga telang dengan konsentrasi gula 0%, 10% dan 20%  dilarutkan dnean buffer pH 1 dan buffer pH 4.5 dan juga diperhatikan faktor pengencerannya. Kemudian diinkubasi selama 15 menit untuk larutan pH 1 dan 5 menit untuk larutan pH 4.5. Kemudian dilakukan perhitungan nilai absorbansi. 
A = (A510-A200) pH 1.0 – (A510-A200) pH 4.5
Konsentrasi A(M) (%b/b) =
      A merupakan nilai absorbansi. ɛ merupakan nilai absorptivitas molar sianidin-3-glukosida bernilai 26900 L/molcm) sedangkan b nerupakan tebal kuvet setebal 1cm, BM adalah bera molekul sianidin-3-glukosida 448.8 g/mold an FP merupakan nilai faktor pengenceran.

Hasil dan Pembahasan

Analisis kadar protein metode biuret
Metode Biuret merupakan salah satu cara yang baik untuk menentukan kadar protein suatu bahan pangan atau produk pangan. Sampel yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah kacang koro benguk.
Berikut merupakan hasil penghitungan konsentrasi (ppm) terhadap jumlah ml BSA yang diberikan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi dan absorbansi.

Tabel 1. Hasil analisis kadar protein  
ml BSA
[M]
x
A
Y
0.00
0.000
0.000
0.50
250
0.044
1.00
500
0.118
1.50
750
0.185
2.00
1000
0.234
2.50
1250
0.303
3.00
1500
0.386
3.50
1750
0.439

Dari tabel 1, data tersebut, dapat dibuat kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi larutan standart protein dengan absorbansinya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kurva linear dan persamaan kurva linear tersebut dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel dari protein. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil yang tidak berbeda jauh dengan literature dengan nilai absorbansi sebesar 27,8%. Menurut literature, kadar protein dalam literature adalah sebesar 28, 56%. Apabila melihat dan membandingkannya maka kadar protein yang paling mendekati adalah pengujian sampel kacang koro benguk pada ml BSA 0,5 dengan absorbansi 0,175. Berdasarkan data diatas, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu sampel, maka absorbansi yang dihasilkan dalam pengukuran pun semakin besar.


 Berikut kurva hubungan antara [M] dan A.
   
      Grafik diatas bertujuan untuk membandingkan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasinya. Menurut literature, semakin tinggi nilai absorbansinya maka konsentrasinya pun akan semakin tinggi. Pada sampel kacang koro benguk, didapatkan bahwa garis pada grafik hampir mendekati linier.
      Adapun kesalahan-kesalahan pada hasil praktikum dapat diakibatkan oleh kelemahan dari metode Biuret seperti sifatnya yang kurang sensitive dibandingkan dengan metode Lowry serta NH4+ dalam konsentrasi tinggi dapat mengganggu reaksi antara larutan Biuret dengan sampel.
      Berdasarkan kurva standar BSA, didapatkan nilai persamaannya yaitu y = 0.0003x - 0.0108, nilai a = 0.0003, nilai b yaitu = -0.0108 dan nilai R2 =  0.9969. nilai R2 mendekati 1 artinya semakin linear dan hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi semakin berbanding lurus. Dari data tersebut, dapat dihasilkan persamaan linear yang dapat digunakan untuk mencari konsentrasi sampel kacang koro benguk. Konsentrasi yang telah diketahui akan digunakan untuk mencari kadar protein dalam sampel.
      Setelah didapat kurva standar dan persamaan, sampel kacang koro benguk yang sudah diketahui absorbansinya dihitung konsentrasi proteinnya menggunakan persamaan kurva standar. Berikut hasil perhitungan konsentrasi protein pada sampel kacang koro benguk.
Tabel 2. Hasil penghitungan %protein
A (Y)
M (X)
%
0.175
619.33
27.83
0.173
612.67
27.52
0.174
616
27.67

      Berdasarkan hasil perhitungan, kadar protein pada kacang koro benguk yaitu rata-rata 27.67%. Berdasarkan Sifat Nutritional Protein Rich Flour (PRF) Koro Pedang kadar protein pada kacang koro yaitu sekitar 27.4%. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bahwa jumlah kandungan protein koro benguk = 24 gr/100 g bahan atau 24%. Menurut Handayani (1993) pada umumnya kacang-kacangan merupakan sumber protein, vitamin dan mineral yang sangat bagus.
      Proses penentuan kadar protein dengan cara biuret dilakukan berdasarkan atas pengukuran serapan cahaya oleh ikatan kompleks biru-ungu. Warna ini akan terjadi bila protein bereaksi terhadap tembaga dan lingkungan dengan Hukum Lambert-Beer, absorbsi sinar tampak oleh larutan berwarna akan berbanding lurus dengan konsentrasi zat terlarut yang menimbulkan warna. Reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk gugus peptida (-CO-NH-N) dan protein. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu karena terbentuk senyawa komplek antara Cu2+ dan N dari molekul ikatan peptida. Senyawa dengan dipeptida memberikan warna ungu, biru dan merah. Spektrofotometer merupakan teknik analisis yang bertujuan untuk mengetahui jumah (konsentrasi) zat dalam suatu bahan berdasarkan spektroskopi khusus untuk panjang gelomabang UV-Visible.
      Praktikum penentuan kadar protein metode biuret pada kacang koro benguk, terjadi pembentukan warna ungu yang menunjukkan adanya pembentukan senyawa kompleks dengan Cu2+. Penentuan kadar protein secara biuret didasarkan pada pengukuran serapan cahaya oeh ikatan kompleks yang berwarna ungu. Semakin tinggi konsentrasi larutan protein semakin banyak ikatan peptida daam larutan maka pembentukan kompleks semakin banyak, ini dapat dilihat dari warna ungu yang semakin pekat. Pengukuran nilai absorbansi larutan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540nm. Berdasarkan tabel 2 didapatkan bahwa semakin tinggi nilai absorbansi maka semakin tinggi konsentrasi protein yang terdeteksi.
      Uji biuret pada sampel kacang koro benguk ditambahkan lautan TCA 10%. TCA 10% (Tri Chloro Asetat) berfungsi sebagai agen presipitasi yakni ion negatif dari TCA akan bergabung dengan protein yang sedang berada pada kondisi sebagai kation (pH larutan dalam kondisi asam hingga pH isoelektrik protein) hingga membentuk garam protein atau sebagai pemisahan protein dari larutan. Sehingga bagian non protein dapat dipisahkan dari sampel. Selanjutnya sentrifugasi bertujuan untuk menghomogen kan larutan dan mempercepat reaksi pemisahan berdasarkan berat jenis, sedangkan vortex bertujuan untuk mencampurkan. Selain itu ditambahkan etil eter yang berfungsi sebagai pelarut lemak.
      Kurva diatas bertujuan untuk membandingkan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasinya. Semakin tinggi nilai absorbansinya maka konsentrasinya pun akan semakin tinggi. Nilai R2 bernilai 99% artinya mendekati linier dan ketepatan hasil praktikum dapat dikatakan mendekati 100%.

Analisis kadar antosianin
      Penetapan kadar antosianin dilakukan menggunakan Ph1 dan ph 4.5. Serbuk bunga telang pada ph 1 menghasilkan warna ungu violet kemerahan. Berikut hasil pengamatan kadar antosianin
  Tabel 1. Hasil analisis kadar antosianin
Sampel
pH
A510
A700
Kadar %
0%
1
1.122
0.019
8.3920
4.5
0.632
0.032
0%
1
0.569
0.003
4.3710
4.5
0.321
0.017
10%
1
0.850
0.009
6.7240
4.5
0.549
0.021
10%
1
0.241
0.021
3.4035
4.5
0.450
0.017
20%
1
0.670
0.007
5.3889
4.5
0.364
0.024
20%
1
0.668
0.016
4.5000
4.5
0.399
0.017

            Pada penentuan kadar antosianin digunakan sampel serbuk bunga telang yang sebelumnya harus dipotong halus, hal ini bertujuan untuk memperluas permukaan sampel sehingga dapat mempercepat reaksi dan ekstrak yang dihasilkan lebih maksimal.
Antosianin yang terkandung dalam serbuk bunga telang diekstraksi metanol-HCl 1% untuk mendenaturasi dan melarutkan pigmen antosianin dari sampel dapat terangkat secara maksimal, hal ini karena antosianin tidak stabil dalam larutan netral atau basa.
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa kadar antosianin paling tinggi terdapat pada pengujian sampel serbuk bunga telang 0 % gula, dengan pH 1 dan 4,5 yaitu sebesar 8,3920%, dan pada sampel serbuk bunga telang 10 % sebesar 6,724%, dan ke yang terkecil pada serbuk bunga telang 20 % gula nilai antosianinnya yaitu 4,5%.
            Dari hasil literatur yang ada, serbuk bunga telang mengandung antosianin jenis delfinidin glikosida. Perubahan kondisi keasaman larutan di ekstrak bunga telang mengakibatkan perubahan warna yang terekspresikan oleh pigmen ini. Warna akan berubah dari merah violet menjadi biru akibat perubahan pH dari 4 hingga 10. Intensitas warna bunga telang juga dipengaruhi oleh pH. Pada pH 7, intensitas warna bunga telang paling tinggi.

Degradasi antosianin dapat terjadi selama proses ekstraksi, pengolahan makanan, dan penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin tersebut yaitu adanya modifikasi pada struktur spesifik antosianin (glikosilasi, asilasidengan asam alifatik atau aromatik), pH, temperatur, cahaya, keberadaan ion logam, oksigen, kadar gula, enzim, dan pengaruh sulfur dioksida. Pengaruh gula terhadap stabilitas antosianin masih menjadi
perdebatan. Beberapa sumber menyebutkan bahwa gula dapat menginduksi peningkatan intensitas warna antosianin, terutama pada kondisi sedikit asam. Namun sumber yang lain menyebutkan bahwa keberadaan asam askorbat, glukosa, dan fruktosa secara bersama-sama dapat mempercepat degradasi antosianin. Selain gula dan asam askorbat, asam amino dan fenol juga diketahui dapat mempercepat degradasi antosianin karena keempat
senyawa tersebut dapat berkondensasi dengan antosianin menghasilkan phlobafen yang berwarna coklat.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil yang tidak berbeda jauh dengan literature dengan nilai absorbansi sebesar 27,8%. Menurut literature, kadar protein dalam literature adalah sebesar 28, 56%. Kadar antosianin pada sampel serbuk bunga telang paling tinggi adalah terdapat pada pengujian sampel serbuk bunga telang 0 % gula, dengan pH 1 dan 4,5 yaitu sebesar 8,3920%, dan pada sampel serbuk bunga telang 10 % sebesar 6,724%, dan ke yang terkecil pada serbuk bunga telang 20 % gula nilai antosianinnya yaitu 4,5%. Dari hasil tersebut didapat rata-rata nilai antosianin yaitu 6,3815% dan yang terendah ada pada sampel 20% dengan rata-rata sebesar 4,9468%. Untuk sampel kacang koro dengan pengujian penentuan kadar protein sudah sesuai dengan literature yang ada yaitu berkisar antara 27% - 30%.

DAFTAR PUSTAKA

Deman, John M. 1997. Kimia Makanan. Bandung : Penerbit ITB

Jurnal pengaruh antosianin dan protein, Agus Triyono, balai besar pengembangan teknologi tepat guna – LIPI

Darmasih. 1997. Prinsip Soxhlet. peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ptek97-24.pdf. (diakses pada tanggal 20 Maret 2016).

Harper, V. W Rodwell, P. A Mayes. 1979. Biokimia. Penerbit EGC: Jakarta.

Mahmud, Mien K. 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT Elex Media Komputindo.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2010. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Handajani,S.1993.Analisa sifat Phisis-Khemis Beberapa Biji Kacang-Kacangan, kekerasan, Kualitas Tanak, Protein, dan Kandungan Mineralnya.Lembaga penelitian Universitas Sebelas maret Surakarta.
Carpette. 2005. An Introduction to Practical Biochemistry. Hal 1. Great Britany : Mc Graw Hill Book Company.
Harrow. 1954. Textbook Of Biochemistry 6th Edition. U.S.A: Saunders Company.
Suebkhampet, A., dan Sotthibandhu, P. Effect of Using Aqueous Crude Extract From Butterfly Flowers (Clitoria ternatea L.) As a Dye on Animal Blood Smear Staining.2011. Suranaree Journal of Science Technology. 19(1):15-19.

Didownload dari situs Universitas Diponegoro pada tanggal 6 Mei 2016



No comments:

Post a Comment