Tuesday, March 28, 2017

Laporan praktikum 4 ANALISIS PANGAN (KADAR PROTEIN METODE MIKRO KJALDAHL DAN ANALISIS KADAR HCN)

ANALISIS KADAR PROTEIN METODE MIKRO KJALDAHL DAN ANALISIS KADAR HCN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Yoga Jati Pratama (240210140003)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: yoga.jpratama1@gmail.com

ABSTRAK
            Protein merupakan salah satu unsur makro yang terdapat pada bahan pangan selain lemak dan karbohidrat. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur- unsur C, H, O dan N dalam ikatan kimianya. Fungsi utama protein dalam tubuh adalah sebagai zat pembentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada agar tidak mudah rusak. Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl  disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein) karena terikat senyawa N. Asam sianida adalah zat molekular yang kovalen, namun mampu terdisosiasi dalam larutan air, termasuk gas yang beracun, tidak berwarna dan terbentuk bila sianida direaksikan dengan sianida. Dalam larutan air, HCN adalah asam yang sangat lemah, larutan sianida yang larut terhidrolisis tidak terbatas namun cairan murninya adalah asam yang kuat. Tujuan praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui Kandungan HCN pada Sampel serta untuk mengetahui bahaya dari sianida untuk kesehatan, mampu menetapkan kadar protein dari sampel berdasarkan metoda Kjeldahl, Praktikum dilakukan di Lab kimia pangan FTIP UNPAD.

Kata kunci : Analisis, HCN, Protein, Kjeldahl,






PENDAHULUAN

protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno,1992).
Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl  disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein) karena terikut senyawaan N bukan protein, misalnya urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin (Sudarmadji,1996).
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. (Anna,1994).
Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organik dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl (jeanist, 2012).
Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.(annonimous,2013).
HCN termasuk racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengangkutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim sitokrom oksidasi. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita terutama dalam jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi, susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian dikaarenakan kegagalan pernafasan. Kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler.
Asam bebas HCN mudah menguap dan sangat berbahaya, sehingga semua eksperimen, dimana kemungkinan asam sianida akan dilepas atau dipanaskan, harus dilakukan didalam lemari/ruang asam (Vogel, 1990).
Asam sianida cepat terserap oleh alat pencernaan dan mudah untuk masuk kedalam aliran darah lalu bergabung dengan hemoglobin di dalam sel darah merah. Keadaan ini menyebabkan oksigen tidak dapat diedarkan dalam sistem badan. Sehingga dapat menyebabkan sakit atau kematian dengan dosis mematikan 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan.


Metodologi

            Alat yang digunakan pada praktikum kali ini menurut pedoman SNI 01-2891-1992, cara uji makanan dan minuman butir 7.1. untuk analisis kadar protein mikro kjeldahl dan analisis kadar HCN yaitu labu kjeldahl 100ml, alat destilasi, pemanas listrik pembakar, neraca analitik, buret, Erlenmeyer, pemanas air.
            Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini menurut pedoman SNI 01-2891-1992, cara uji makanan dan minuman butir 7.1. untuk analisis kadar protein mikro kjeldahl dan analisis kadar HCN yaitu sampel pada analisis protein: tepng hanjeli, susu bubuk. Serta sampel pada analisis HCN: petai, kulit petai, daun singkong, ubi jalar. Kemudian bahan lainnya yaitu KeSO4, HgO, H2SO4, Akuades, asam sulfat, 10 ml NaOH, Na2S2O3, kertas saring, kertas pikrat, 2H2 Indikator metil merah biru, 5ml H3BO3jenuh, HCl 0,02N.

Analisis kadar protein (destruksi)
Siapkan 0,1 gram sampel masukan dalam labu kjeldahl tambahkan 0,9 gram KeSO4, setelah itu tambahkan 10 mg HgO serta tambahkan 2 ml H2SO4, didihkan sampai jernih.

-          Netralisasi dan destilasi
            Sampel yang sudah siap dan destruksi bilas dengan akuades kemudian tambahkan 10 ml NaOH, Na2S2O3, setelah itu tambahkan 2H2 Indikator metil merah biru serta tambahkan 5ml H3BO3jenuh kemudian tambahkan lagi 10 ml NaOH, Na2S2O3 pada labu destilasi kjeldahl setelah itu destilasi sampai dengan volume 100 ml.

-          Titrasi
            100 ml larutan titrasi dengan HCl 0,02N hingga terjadi perubahan menjadi merah Fanta setelah itu hitung volume HCl.

Tabel 1. Data analisis kadar protein
Sampel
Wsampel (gr)
VHCl (mL)
Tepung Hanjeli
0,1003
8
0,1005
11,4
Susu bubuk
0,0997
6,9
0,1007
8,2
Blanko
-
1,5
Untuk menentukan kadar protein harus menghitung kadar nitrogen dalam bahan dan digunakan rumus perhitungan sebagai berikut

Setelah kadar nitrogen diketahui, kadar protein basis basah dapat diketahui dengan rumus perhitungan sebagai berikut:


Analisis kadar HCN
            50 gram sampel masukkan dalam labu didih lalu tambahkan akuades hingga terendam. Siapkan 50 mL AgNO3 dan 1 mL HNO3 dalam labu erlenmeyer 250 mL. destilasi hingga terkumpul 150 mL. Saring ke dalam erlenmeyer dengan kertas saring dan pindahkan ke labu ukur 500 mL. Tepatkan dengan akuades hingga tanda batas. Tambahkan 1 mL FAS dan titrasi dengan NH4CNS hingga terbentuk warna merah.     
Tabel 2. Data analisis kadar HCN
Sampel
Wsampel (g)
VNH4CNS (ml)
Petai
25,01
0,2
25,01
0,2
Daun Singkong
25,00
1,2
25,00
1,3
Ubi Jalar
50,00
1,1
50,03
1,5
Kulit Petai
20,0001
1,4
20,0031
1,4
Blanko
-
1,5

Untuk menentukan kadar HCN, tentukan terlenih dahulu berat HCN. Digunakan rumus perhitungan sebagai berikut:

            Setelah berat HCN didapat, kadar HCN baru dapat dihitung dengan rumus perhitungan sebagai berikut:           

Hasil dan Pembahasan

Analisis Kadar protein metode kjeldahl
            Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organic dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.
Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah tepung hanjeli, susu bubuk.
Tabel 3. Kadar protein
Sampel
Kadar N (%)
Kadar Protein (%)
Tepung hanjeli
1,995
12,469
Susu bubuk
1,5095
9,633

Sampel tepung hanjeli setelah dianalisis mendapatkan hasil bahwa rata-rata kadar nitrogennya 1,995% yang berarti rata-rata kadar proteinnya adalah 12,469%. Hasil analisis ini tidak jauh berbeda dengan pendapat menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1981), yang menyatakan bahwa 100 gram Hanjeli mengandung energi 289 kal, protein 11.0 gram, lemak 4.0 gram, karbohidrat 61 gram, kalsium 213 mg, fosfor 176 mg, besi 11 mg, thiamin 0.14 mg, serta air 23 gram yang berarti terdapat 11% protein.
Namun angka ini terpaut lumayan jauh dengan pendapat Suguh dkk (2011) yang berpendapat kadar protein produk pati hanjeli (5,91%) juga lebih rendah dibandingkan dengan pada tepung hanjeli (7,03%). Hal ini dapat terjadi karena tepung hanjeli yang digunakan sebagai sampel tidak murni terbuat dari biji hanjeli yang dapat mempengaruhi hasil analisis karena kandungan nitrogen dari bahan lain yang ikut terhitung sebagai nitrogen dari hanjeli.
Produk pangan yang dapat dihasilkan dari hanjeli terutama berupa tepung hanjeli. Tepung Hanjeli ini merupakan produk yang dihasilkan dari olahan biji hanjeli. Berdasarkan protein dan mineral yang dikandungnya, potensi tepung Hanjeli sebagai sumber bahan baku pembuatan makanan ringan. Hanjeli berdasarkan beberapa penelitian dan literatur diketahui memiliki unsur-unsur seperti yang terkandung dalam beras yang dapat menjadi sumber energi bagi tubuh. Selain itu, Hanjeli kaya akan lemak. Biji Hanjeli mengandung 58-62 persen soluble carbohydrate, terutama pati, 9.5-23 persen albuminoid, dan 5 persen lemak.
Sampel susu bubuk setelah dianalisis mendapatkan hasil bahwa rata-rata kadar nitrogennya 1,5095% yang berarti kadar proteinnya adalah 9,633%. Pada label kemasan sampel susu bubuk tertera penjelasan bahwa dalam sampel terdapat 5gram atau 9% kandungan protein. Hasil analisis tidak jauh berbeda dengan keterangan pada label yang berarti sampel masih tergolong aman dan analisis tepat dilakukan.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), kadar protein pada susu bubuk adalah sebesar 3,2% per 100 gram bahan atau 3,2 gram. Jika dilihat dari hasil analisis yang menunjukkan angka 9,633% yang berarti sekitar 5gram, maka dapat disimpulkan bahwa sampel susu bubuk mengandung protein yang cukup menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2005.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran H2SO4 dan HgO. Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
Blanko berfungsi sebagai faktor koreksi dari adanya senyawa nitrogen yang berasal dari reagensia yang digunakan.

Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhKZxXNOoaAu52Ns0WqOCpODn20X7LYYS6Ds4-TPnCQXdI4XHcSxJ9DMT7kfV5qhhzJnz1YhC-GGnWrT4N7RrJxGdtz3JCeg7VfmzcSyz4zwh7ieNyGWHi64zCS5rjgV3JEXCJkJbsTw3V/s1600/reaksi+detruksi.png

Dalam proses distilasi, larutan sample dan blanko yang telah dingin ditambahkan air untuk melarutkan sample hasil destruksi dan blanko, serta untuk membilas dinding labu agar tidak ada protein yang tersisa dalam labu. Pada dasarnya tujuan distilasi adalah memisahkan zat yang diinginkan, yaitu dengan memecah ammonium sulfat manjadi ammonia (NH3) dengan tambahan NaOH-Na2SO3 .5H2O. Fungsi NaOH disini adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam. Amonia yang dihasilkan dari pemecahan ammonium sulfat akan diuapkan kemudian ditangkap oleh larutan asam borat (H3BO3). Mekanisme yang terjadi pada proses distilasi adalah:

(NH4)2SO4 + 2NaOH → Na2SO4 + 2NH4OH
2NH4OH → 2NH3 + 2H2O
4NH3 + 2H3BO3 → 2(NH4)2BO3 + H2

Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:

HCl + NaOH → NaCl + H2O


Analisis Kadar HCN
Prinsip pengujian asam sianida yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu HCN larut dalam air, dalam suasana panas dan asam, HCN akan menguap, lalu uap HCN akan bereaksi dengan asam pikrat membentuk warna merah.
Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah petai, kulit petai, daun singkong, ubi jalar.

Tabel. 4 Kadar HCN
Sampel
WHCN (mg)
Kadar HCN (ppm)
Petai
23,4
935,63
Daun Singkong
4,5
180
Ubi Jalar
3,8
72
Kulit Petai
1,8
89,98

Sampel petai memiliki kadar HCN rata-rata 935,63 ppm yang paling tinggi dibandingkan dengan sampel yang lain. Hal ini membuktikan bahwa petai tidak boleh dikonsumsi terlalu banyak karena bila dicerna, HCN sangat cepat terserap oleh alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah. Tergantung jumlahnya HCN dapat menyebabkan sakit pada proses pernafasan hingga kematian (dosis yang mematikan 0,5 - 3,5 mg HCN/kg berat badan) (Winarno, F.G. 2004).
Sampel kulit petai memiliki kadar HCN rata-rata 89,98 ppm. Kadar HCN dalam kulit petai tidak terlalu tinggi, tidak seperti pada biji petai.
            Sampel daun singkong setelah dianalisis memiliki kadar HCN rata-rata 180 ppm yang ternyata jauh berbeda dengan pendapat Fukuba dan Medosa tahun 1984 yang menyatakan bahwa kadar HCN daun singkong adalah 302,5 hingga 413,3 ppm. Sutrisno dan Keman (1981) pun berpendapat bahwa kandungan sianida pada daun singkong muda berkisar antara 560 - 620 ppm, dan daun tua antara 400 - 530 ppm.
            Bila dilihat dari data duplo terlihat perbedaan nilai kadar HCN yang cukup jauh yaitu 144 ppm dan 216 ppm. Perbedaan yang cukup jauh ini bisa disebabkan kurang telitinya pada saat melakukan titrasi sehingga data yang didapat tidak akurat.
Daun singkong merupakan limbah pertanian yang, dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak karena kandungan proteinnya cukup tinggi. Menurut Jalaludin dan Saw Yin (1977), daun singkong dapat digunakan sebagai pengganti tepung jagung di dalam ransum ternak. Namun dengan adanya kandungan sianida (HCN) di dalamnya, penggunaan daun singkong menjadi terbatas.
            Sampel ubi jalar memiliki kadar HCN rata-rata 72 ppm. Kadar HCN pada ubi tidak terlalu tinggi sehingga masyarakat masih sering mengonsumsinya. Kadar HCN dapat dihilangkan dengan merendam ubi dalam air karena sifatnya yang larut dalam air atau dapat merebusnya karena titik didih HCN yang rendah dibandingkan dengan air.
            Penambahan AgNO3 dengan maksud untuk menangkap HCN dengan baik dan AgNO3 termasuk basa yang digunakan untuk menghidrolisis HCN dengan reaksi yang terjadi adalah:

HCN + AgNO3 → AgCN + HNO3

Setelah perlakuan tersebut dilaksanankan, hal selanjutnya adalah menambahkan 1 ml HNO3 dan ditambahkan indikator sebanyak 1 mL. Tujuan penggunaan indikator ini adalah sebagai penjelas hasil akhir titrasi agar mudah terlihat. Hasil akhir titrasi menunjukkan perubahan warna yaitu menjadi warna merah bata yang artinya telah terjadi reaksi antara indikator dengan NH4CNS pada reaksi berikut.
Metode ini dinamakan metode titrasi tidak langsung karena bukan HCN yang dititrasi secara langsung namun AgNO3 sisa yang akan bereaksi dengan HCN dengan reaksi:

AgNO3+ NH4CNS → AgCNS + NH4NO3


KESIMPULAN

  1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata kadar protein tepung hanjeli adalah 12,469% dan susu bubuk adalah 9,633%. Rata-rata kadar HCN petai adalah 935,63 ppm, singkong 180 ppm, ubi jalar 72 ppm, dan kulit petai 89,98 ppm. Selain itu praktikan dapat mengetahui Kandungan HCN pada Sampel selain itu praktikan dapat mengetahui bahaya dari sianida untuk kesehatan, kemudian praktikan mampu menetapkan kadar protein dari sampel berdasarkan metoda Kjeldahl,

  1. Saran
harus lebih teliti dan hati-hati dalam melakukan praktikum, Selesai meggunakan alat laboratorium, segera dicuci dan kembalaik ke tempat semula.
DAFTAR PUSTAKA
Anna Poedjiadi, 1994.Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta

Setiasih, 2009 Pengantar Teknologi Pangan. PT Bumi Akasa. Jakarta

Sudarmadji,Slamet dkk. 2010.  Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta



No comments:

Post a Comment