Friday, June 24, 2016

Laporan praktikum Kimia Pangan (Lemak/Lipid)



Yoga Jati Pratama
240210140003
Kelompok 1A Universitas Padjadjaran
 
5.2 Pembahasan
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid , yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut. 
Lipid merupakan senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut dalam air, dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti kloroform dan eter. Asam lemak adalah komponen unit pembangun pada hampir semua lipid. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal dan ekor hidrokarbon nonpolar yang panjang sehingga kebanyakan lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger 1982). Istilah lemak (fat) biasanya digunakan untuk campuran trigliserida yang berbentuk padat pada suhu ruangan, sedangkan minyak (oil) berarti campuran trigliserida cair pada suhu ruangan (Buckle,1985).
Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya dengan zat terlarut. Tetapi polaritas bahan dapat berubah karena adanya proses kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada dalam keadaan terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah larut serta dapat diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi ini dapat dinetralkan kembali dengan menambahkan asam sulfat encer (10 N) sehingga kembali menjadi tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi dengan pelarut non-polar.
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol, yang berarti “triester dari gliserol”. Jadi lemak dan minyak juga merupakan senyawaan ester . Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol . Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.
Pada praktikum kali ini dilakukan uji terhadap sifat-sifat lemak. Pengujian dilakukan untuk mengamati warna, aroma, kelarutan, emulsifikasi, creaming effect, shortening effect, pholymorphysm dari lemak dan minyak, tainting, uji peroksida, bilangan asam, titik nyala, titik asap, dan titik api dari minyak.
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Tapi lemak dan minyak sering ditambahkan secara sengaja ke bahan pangan dengan berbagai tujuan, seperti media penghantar panas, shortening, lemak (gajih), mentega, dan margarin (Winarno, 1997).

5.2.1    Warna dan Aroma Berbagai Minyak dan Lemak
Warna pada minyak dan lemak ditimbulkan oleh adanya pigmen atau komponen tertentu. Zat warna pada lemak dan minyak terdiri atas dua golongan, yaitu zat warna alami yang ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi dan zat warna hasil degradasi zat warna alami.
Warna orange atau kuning pada minyak biasanya disebabkan karena pigmen karoten yang terlarut, sedangkan warna hijau disebabkan pigmen klorofil. Warna gelap pada lemak atau minyak biasanya disebabkan karena suhu pemanasan yang terlalu tinggi, penggunaan campuran pelarut organik tertentu dan adanya proses oksidasi bahan yang tidak tersabunkan.
Warna dari minyak yang paling pekat warna kuningnya adalah minyak oryzae, diikuti oleh minyak kelapa sawit, minyak jagung, dan mentega, sedangkan bening keruh adalah kelapa sawit, serta putih , putih pucat ,, dan putih susu berturut – turut adalah shortening, yang beraroma kambing dan beraroma ayam. Warna pada minyak disebabkan oleh adanya pigmen α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan, dan kuning kemerahan. Karotenoid sangat larut dalam minyak dan merupakan hidrokarbon dengan banyak ikatan jenuh (Lehninger, 1982).  
Pada pengamatan minyak, sampel yang digunakan adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak kedelai, minyak zaitun, mentega, margarin, shortening (mentega putih), gajih larut dan tidak larut.  
Minyak zaitun, jagung, dan kedelai dengan warna kekuningan.  Warna  ini dapat menandakan bahwa minyak tersebut telah mendapat perlakuan pemucatan dalam proses pemurnian minyak yang bertujuan menghilangkan zat-zat warna dalam minyak dengan penambahan adsorbing agent. Zat warna yang terdapat dalam minyak kelapa adalah karoten yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh, tidak stabil pada suhu tinggi, dan bersifat larut dalam minyak. Aroma minyak kelapa merupakan aroma yang khas dan berasal dari senyawa nonyl methyl keton.
Warna pada minyak kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang mendapat perhatian khusus, karena minyak kelapa sawit mengandung warna-warna yang tidak disukai oleh konsumen. Menurut Ketaren. S, zat warna dalam minyak kelapa sawit terdiri dari dua golongan yaitu :
1. Zat warna alamiah.
2. Zat warna dari hasil degradasi zat warna almiah.
Yang termasuk golongan zat warna alamiah, ini adalah zat warna yang terdapat secara alamiah didalam kelapa Sawit, dan ikut terekstraksi bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α-ka-roten, β-karoten, xanthopil, kloropil dan antosianin. Zat- zat warna tersebut menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah - merahan.
Pigmen berwarna kuning disebabkan oleh karoten yang larut didalam minyak. Karoten merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga berikut terhidrogenasi sehingga intensitas warna kuning berkurang.
Pada pengamatan lemak, sampel yang digunakan adalah mentega, shortening,  margarin, lard dan tallow. Mentega merupakan lemak susu yang dipisahkan dengan proses pengocokan atau churning. Dengan cara tersebut, secara mekanik film protein di sekeliling globula lemak retak dan pecah, sehingga memungkinkan lemak menggumpal dan menyusup ke dalam permukaan. Cara ini merupakan proses pemecahan emulsi minyak dalam air dengan pengocokan. Mentega juga merupakan emulsi air dalam minyak dengan kira-kira sebanyak 18% air terdispersi dalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi atau emulsifier. Mentega berwarna kuning muda agak pucat, teksturnya lembek dan beraroma susu karena terbuat dari lemak susu yang dinetralkan dengan garam-garam karbonat kemudian dipasteurisasi.
Perbedaan mentega dan margarin adalah dari bahan dasarnya, margarin dibuat umumnya dari lemak nabati namun bisa juga dari lemak hewani, sedangkan mentega hanya dibuat dari lemak hewani. Margarin dapat dibuat dari lemak hewani (lemak babi-lard dan lemak sapi-oleo oil) serta lemak nabati (minyak kelapa, sawit, kedelai dan minyak biji kapas. Margarin diperoleh dari proses pemurnian lemak serta penambahan zat-zat lain sebagai pengawet seperti senyawa garam Natrium benzoat dan vitamin A. Margarin memiliki warna kuning yang lebih terang dan cerah dari mentega, namun aromanya tidak terlalu kuat.
Menurut Tjahjadi (2008), shortening memiliki penampilan yang sama dengan margarin, namun perbedaannya adalah pada shortening hanya terdiri dari lipida saja sedangkan pada margarin terdiri dari bahan lipida dan non-lipida.
Gajih atau lard adalah lemak yang berasal dari jaringan lemak ternak babi, sapi, atau kambing. Lemak gajih yang berasal dari rongga perut pada umumnya bermutu tinggi. karena sifatnya yang beragam lemak gajih semakin terbatas penggunaannya. Apalagi lemak gajih sangat mudah tengik, sehingga dalam pembuatannya perlu ditambahkan antioksidan. Lemak gajih dapat distabilkan dengan interestirifikasi, sehingga mengubah ester-ester asam lemak dalam molekul gliserol. Aroma lemak gajih sangat khas gajih, umumnya berwarna putih. Warna merah yang ada pada praktikum kali ini mungkin telah terkontaminasi darah. Tallow sendiri sejenis dengan lard hanya saja thallow berbentuk gumpalan.
5.1.2    Kelarutan
Minyak merupakan golongan lipid yang merupakan senyawa yang tak larut air tetapi cenderung larut dalam pelarut organik. Kelarutan minyak dan lemak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya (deMan, 1997). Sifat polaritas asam lemak tiap sampel berbeda-beda, sehingga kelarutan tiap sampel pada suatu pelarut juga berbeda-beda.
Lemak tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik. Lemak sama halnya dengan zat-zat tubuh lainnya, lemak juga tersusun dari unsur seperti karbon (C), nitrogen (N), oksigen (O), phosphor (P), dan hydrogen (H). Semua unsur-unsur ini bergabung dan membentuk ikatan yang merupakan ikatan dari lemak (Girindra, 1990)
            Hasil dari percobaan ini diketahui bahwa seluruh lemak tidak larut dalam air. Menurut Buckle dkk (1984), sifat tidak larut dalam air disebabkan oleh adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya polar. Sedangkan gaman dan Sherington (1994), minyak dan lemak tidak larut dalam air karena adanya substansi tertentu yang di mungkinkan terbentuknya campuran yang stabil antara lemak dan air.
            Sedangkan dengan menggunakan pelarut organik minyak mudah larut adalah minyak kelapa sedangkan yang paling sukar larut adalah minyak jelantah. Hal ini dapat disebabkan oleh kualitas minyak jealntah yang sudah sangat buruk dan telah mengalami banyak oksidasi yang menyebabkan banyak rantai akrbon panjang. Sedangkan pada minyak kelapa mungkin memiliki sedikit rantai karbon panjang sehingga mudah larut.
Pada minyak kelapa sawit, minyak zaitu, minyak kelapa, dan minyak jagung mudah larut dalam kloroform, aseton, dan heksan dan tidak dapat larut dalam air dan metanol. Semakin panjang rantai C pada minyak maka semakin sukar larut dalam pelarut polar (air). Minyak kelapa sawit mengandung lebih banyak mengandung asam palmitat (16:0) sedangkan Kandungan asam lemak minyak kelapa yang paling banyak adalah asam laurat (12:0) dan pada minyak jagung adalah asam linoleat (18:2). Minyak-minyak tersebut bersifat non polar sehingga hanya dapat lart dalam pelarut non polar yaitu kloroform, aseton, dan heksan(larut semua).
Dari segi teknik, kelarutan asam lemak mempunyai arti yang sangat penting. Misalnya asam lemak tidak jenuh sangat mudah larut dalam pelarut organik dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Sifat kelarutan tersebut digunakan untuk memisahkan berbagai asam lemak tak jenuh dengan proses kristalisasi.   Lemak dan minyak hanya larut sedikit dalam alkohol, tapi akan larut sempurna dalam etil eter, karbon disulfida, dan pelarut halogen. Ketiga jenis pelarut ini memiliki sifat non polar seperti minyak dan lemak.
5.2.3    Emulsifikasi
Emulsi adalah suatu dispersi atau suatu suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. Emulsi biasanya terdiri dari 3 bagian utama, yaitu fase terdispersi, fase pendispersi dan emulsifier yang berfungsi untuk menjaga zat terdispersi agar tetap tersuspensi dalam zat pendispersi.
Terdapat dua jenis emulsi, yakni emulsi temporer dan emulsi permanent. Emulsi temporer yakni jenis emulsi yang bersifat sementara, larutan akan kembali bercampur setelah didiamkan cukup lama akibat pengadukan. Contoh emulsi temporer adalah French Dressing. Sedangkan emulsi permanent adalah jenis emulsi yang dapat membentuk sebuah selaput di sekeliling butir lemak tersebut, sehingga emulsi tersebut bersifat stabil. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun pada air. Emulsifier merupakan senyawa aktif permukaan yang mampu menurunkan tegangan antar permukaan udara-cairan dan cairan-cairan.
Pada saat semua sampel minyak dan lemak dikocok dengan air maka terbentuk emulsi temporer, yaitu terbentuk suatu emulsi tetapi kemudian antara partikel minyak dan air terpisah kembali. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan tingkat polaritas di antara dua zat tersebut. Air merupakan molekul yang memiliki gugus polar. Sedangkan minyak merupakan zat yang memiliki gugus non polar. Perbedaan ini menyebabkan keduanya tidak bisa menyatu, karena gugus polar hanya bisa bersatu dengan gugus polar, sedangkan gugus non polar hanya bisa bersatu dengan gugus non polar.
Proses penggabungan air dan minyak diperlukan suatu senyawa yang molekul-molekulnya mempunyai afinitas terhadap kedua cairan tersebut. Senyawa ini dinamakan emulsifier. Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling melarut, di mana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula dinamakan fase kontinyu atau medium dispersi.
Pada saat penambahan emulsifier dilakukan, sampel minyak menjadi larut dengan air. Namun tingkat kelarutan emulsifier berbeda-beda. Kelarutan yang paling baik diperoleh dengan mengggunakan kuning telur sebagai emulsifiernya. Sedangkan pada penggunaan gelatin, kelarutan minyak dan lemak tidak terlalu baik.
Kuning telur zat adalah jenis emulsifier yang paling kuat. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan lesitin dalam bentuk kompleks sebagai lesitin protein yang berfungsi sebagai zat penstabil campuran antara minyak dengan air. Oleh karena itu kuning telur sering dipergunakan dalam pembuatan kue, cake maupun biscuit agar pada saat pengocokan, mentega dengan air dapat tercapmur dengan baik.
Untuk lebih menjelaskan bagaimana kerja emulsifier akan diberikan ilustrasi sebagai berikut: bila butir-butir lemak telah terisah karena adanya tenaga mekanik (pengocokan), maka butir-butir lemak yang terdispersi tersebut segera terselubungi oleh selaput tipis emulsifier (gambar 1). Bagian molekul emulsifier yang nonpolar larut dalam lapisan luar butir-butir lemak, sedangkan bagian yang polar menghadap ke pelarut (air, continuous phase) seperti terlihat pada gambar.


 





Gambar 1. Skema terjadinya emulsi minyak dalam air (Winarno, 2008)





Gambar 2. Skema orientasi molekul emulsifier (Winarno, 2008)
5.2.4    Creaming Effect dan Shortening Effect
            Selain sebagai pemberi citarasa dan penghantar panas, lemak digunakan pada pembuatan kue karena bisa menimbulkan creaming effect dan shortening effect.
Lemak dapat memiliki sifat plastis, artinya mudah dibentuk atau dicetak atau dapat diempukkan (cream), yaitu dilunakkan dengan pencampuran dengan udara. Creaming Effect
Creaming effect adalah kemampuan lemak untuk memerangkap udara pada saat dikocok dengan gula. Perbandingan antara mentega dan gula dalam adonan memengaruhi jumlah volume udara yang dapat diserap lemak. Proses pengocokan adalah memasukkan udara kedalam krim untuk menghasilkan buih yang stabil dengan struktur yang agak kaku. Perbandingan antara margarine dan gula yang dicampurkan sangatlah berpengaruh. Perbandingan berat gula dan lemak sebesar 3:2 akan menghasilkan daya gabung udara dengan lemak yang maksimal (Siti, 2002) sementara dalam praktikum ini melakukan perbandingan.
Perbandingan jumlah lemak dan gula akan berpengaruh tidak hanya pada rasio pengembangan, tetapi juga pada tekstur, warna dan aroma. Pada creaming effect, perbandingan antara margarin dan gula yang diuji adalah 1:2, 2:1, 3:1, 3:2 dan 2:3 sebagai perbandingan. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa untuk tekstur yang paling halus adalah 2:1 dan 3:1.
Shortening effect
Shortening effect adalah kemampuan lemak tanaman terhidrogenasi (shortening) untuk melumas dan mengempukkan biscuit atau pastry. Disebut shortening karena dengan adanya lemak yang tidak larut dalam air itu, maka terbentuknya massa molekul zat pati dan gluten dari adonan yang padat dan keras dapat dihalangi, sehingga lapisan yang dibatasi lemak akan mudah terpisah satu sama lain.
Pada praktikum shortening effect dilakukan dengan membuat adonan pastry. Adonan pastry digiling hingga tipis kemudian dilapisi lemak sesuai dengan prosedur. Selanjutnya dipanggang dengan suhu 220ºC, Namun pada hasilnya pastry tidak kunjung mematang meskipun telah dipanaskan pada suhu tinggi (220ºC) dan telah di tunggu lebih dari 1 jam lamanya hal itu dapat desebabkan alat atau oven yang dipakai sudah terlalu tua dan kemungkinan kolaborasi antara suhu dan waktu tidak tepat karena diakibatkan adonan terlalu tebal jadi yang ada adalah tekstur yang lembek berair dan masih mengelarkan aroma adonan tepung terigu, menurut hasil pengamatan praktikan tahun 2014 seharusnya pada bagian-bagian adonan yang diolesi lemak, bagian tersebut dapat terpisah satu sama lain dengan mudah dan terbentuk lapisan. Hal ini terjadi karena dengan adanya lemak yang tidak larut dalam air, maka terbentuknya massa serabut-serabut gluten dari gandum yang padat dan keras dapat dihalangi. Dengan demikian serabut-serabut gluten akan menjadi lebih pendek, sehingga biscuit maupun jenis pastry lainnya menjadi lebih empuk dan mudah dibuka seperti diberi pelumas.
5.2.5    Polymorphysm
            Polymorphism pada minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk Kristal. Polymorphism sering dijumpai pada beberapa komponen yang mempunyai rantai karbon panjang, dan pemisahan kristal tersebut sangat sukar. Namun demikian untuk beberapa komponen, bentuk dari kristal-kristalnya sudah dapat diketahui.
Polymorphism penting untuk mempelajari titik cair minyak atau lemak, dan asam lemak beserta ester-esternya. Untuk selanjutnya Polymorphism mempunyai peranan penting dalam berbagai proses untuk mendapatkan minyak atau lemak. Polymorphism sendiri sangat mempengaruhi plastisitas suatu coklat maupun titik leleh coklat tersebut.
Bila suatu lemak mengalami pendinginan, maka lemak tersebut akan kehilangan panas sehingga memperlambat gerakan molekul dalam lemak dan timbul gaya van der walls atau gaya tarik-menarik antar molekul. Akibat adanya gaya ini radikal-radikal asam lemak dalam molekul lemak akan tersusun berjajar dan saling bertumpuk serta berikatan membentuk kristal yang berbeda ukuran dan jumlahnya untuk tiap lemak.
Pada percobaan ini coklat yang digunakan adalah coklat yang berkualitas baik dengan merk Cadbury dan coklat yang berkualitas kurang baik dengan merk Jago, coklat dibiarkan meleleh setelah itu dimasukkan dalam lemari es. Setelah didiamkan beberapa lama, coklat kembali beku. Terdapat kristal-kristal putih pada coklat dark cooking sebanyak 65 dan pada coklat ayam jago tidak terdapat Kristal. Hal ini terjadi karena kristal lemak belum terbentuk secara sempurna karena disebabkan oleh proses pendinginan yang kurang lama.
 Hasil dapat berbeda dari teori mungkin karena kristal yang diamati hanya dipermukaannya saja tidak dilakukan pengamatan sampai bagian dalam coklat dan dapat pula coklat yang bermutu baik telah mengalami kerusakan. Jika pada hasil tidak terdapat Kristal yang terbentuk maka cokleat tersebut memiliki rantai karbon pendek dan mudah dipisahkan. Jika minyak yang digunakan untuk membuat coklat tidak cocok, maka pada saat pembekuan terdapat kristal-kristal putih pada permukaan. Jika terdapat banyak kristal yang terbentuk, hal tersebut menandakan bahwa kualitas cokelat yang kurang baik.
5.2.6    Penyerapan Bau (Tainting)
Lemak bersifat mudah menyerap bau dari lingkungannya. Hal ini mengakibatkan lemak menjadi teroksidasi dan sebagai salah satu penyebab kerusakan lemak. Sehingga apabila kita akan membungkus lemak, paling baik dengan menggunakan bahan pembungkus yang tidak dapat menyerap lemak.
Pada percobaan ini, dilakukan pengujian penyerapan bau (tainting) terhadap biskuit dengan menggunakan kontrol sabun yang disimpan di dalam desikator buatan. Dilihat pada tabel pada kue cream yang diberikan perlakuan diletakkan diatas sabun sama sekali semakin lama kue tersebut semakin berbau sabun. Hal ini menunjukkan bahwa kue tersebut yang sebagian besar terbuat dari lemak menyerap bau sabun. Kue cream yang mendapatkan perlakuan dilapisi kertas roti bau yang diserapnya tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan kue yang diletakkan diatas sabun. Hal ini menunjukkan dengan adanya kertas roti mengurangi daya serap bau ke dalam kue.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa minyak sangat mudah sekali menyerap bau apabila tidak disimpan dalam kondisi yang baik. Sampel kue cream yang tidak dibungkus, aroma sabun sangat menyengat pada kue cream tersebut karena bau langsung terserap oleh bahan tanpa ada penghalang. Sampel kue cream yang dibungkus kertas roti, aroma sabun tidak terlalu terasa pada cream. Aroma kue cream yang dibungkus alumunium foil lebih baik dibandingkan dengan hanya dibungkus kertas saja.
Dari hasil di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyimpanan lemak yang baik adalah dalam tempat tertutup yang gelap dan dingin. Lemak atau minyak sebaiknya disimpan dalam kemasan dari alumunium atau stainless steel. Lemak harus dihindarkan dari logam besi atau tembaga. 
5.2.7    Penentuan Bilangan Peroksida (Uji Ketengikan)
Bilangan perioksida suatu minyak atau lemak merupakan jumlah iod yang dibebaskan dari Potassium Iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida lemak dan minyak pada suhu ruang di dalam medium asam. Penentuan bilangan peroksida ini akan memperlihatkan nilai ketengikan dari suatu minyak dan lemak. Uji ketengikan dilakukan untuk menentukan derajat ketengikan dengan mengukur senyawa-senyawa hasil oksidasi. Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam pelarut asam asetat dan kloroform (2:1), kemudian iodin yang terbentuk ditentukan dengan titrasi memakai natrium tiosulfat.   Dasar dari penetapan ini yaitu reaksi redoks. Jika lemak yang sudah mengandung peroksida direaksikan dengan larutan bilangan peroksida amakan akan menghasilkan oksigen bebas yang dapat mengoksidasi KI yang telah ditambahkan. Lalu akan dihasilkan I2 dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Na2S2O3
Setelah dilakukan titrasi maka volume natrium tiosulfat yang dipakai dapat diketahui. Hasilnya digunakan untuk menetukan bilangan peroksida dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Dari hasil praktikum didapatkan hasil angka peroksida yang sangat menyimpang dari SNI yang ada. Dimana berdasarkan SNI 01-3541  tahun 1994 maksimal bilangan peroksida dalam sampel minyak adalah 6,0 mg (Latifah Abdul Djalil, 2004, SMAKBO). Hal ini kemungkinan disebabkan KI yang disimpan dalam botol yang tembus cahaya (tidak gelap) dan tidak ditutup rapat. Sehingga kemungkinan I2 yang terbentuk menyublim menjadi gas I2 sehingga saat dititar dengan larutan tio sulfat, tidak ada reaksi antara I2 dengan tio silfat dikarenakan I2 yang telah menyublim. Serta pengocokan yang kurang kuat karena erlenmeyer yang digunakan seharusnya erlenmeyer asah bukan erlenmeyer biasa, sehingga KI tidak teroksidasi sempurna melepaskan I2.
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa hasil pemecahan hidroperoksida.
Proses ketengiakan sangat berpengaruh oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya. Penyimpan yang baik dalam tempat tertutup yang gelap dan dingin dapat menghambat terjadinya oksidasi. (Winarno.1992).
5.2.8    Penetapan Bilangan Asam
Bilangan asam menyatakan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak atau lemak. Bilangan asam ini dapat dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Bilangan asam ini juga sangat penting untuk penentuan mutu dari suatu minyak. Praktikum kali ini mengidentifikasi kadar asam lemak bebas yang terbentuk dari minyak. Minyak yang digunakan yaitu minyak bekas dan minyak baru. Hasil titrasi yang didapat kemudian dihitung menggunakan rumus kadar asam dan bilangan asam, yaitu:
G = berat sampel
M = berat molekul asam lemak yang dominan dalam minyak/lemak (rata-rata dari campuran asam lemak), untuk minyak kelapa = 205, minyak kelapa sawit = 263, dan asam oleat = 282
Hasil yang didapat adalah sebagai berikut.
Hasil yang didapat untuk sampel minyak pada kelompok 1A yaitu bilangan asamnya adalah 0.4469 x 10-4 sedangkan kadar asamnya adalah 20,95%.
Minyak dengan kualitas baik memiliki bilangan asam yang rendah. Sebaliknya minyak dengan kualitas rendah memiliki bilangan asam yang tinggi. Dari penentuan bilangan asam ini, dapat ditentukan pula kadar asam suatu minyak. Terlihat bahwa semua sampel minyak baru memiliki bilangan asam yang rendah dibandingkan dengan minyak bekas.
Hal ini dapat disebabkankan minyak bekas yang terkena reaksi kimia, pemanasan, proses fisika atau reaksi enzimatis. Semakin tinggi bilangan asam maka semakin banyak minyak yang telah terhidrolisis.  Minyak baru masih memiliki mutu yang baik sehingga kadar asam pun kecil dan hal ini wajar.
5.2.9    Titik Asap, Titik Nyala dan Titik Api
Bila suatu lemak atau minyak dipanaskan, akan timbul asap tipis kebiruan pada suatu titik tertentu, titik ini disebut titik asap (smoke point). Asap yang terbentuk adalah akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal di tenggorokkan. Akrolein tersebut terbentuk dari hidrasi gliserol. Mutu suatu minyak dapat ditentukan dari titik asapnya, semakin tinggi titik asapnya, semakin baik mutu minyak tersebut. Titik asap suatu minyak tergantung dari kadar gliserol bebasnya. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng akan turun titik asapnya karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak.
Titik nyala (flash point) adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak dengan udara mulai terbakar. Sedangkan titik api (fire point) adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran yang terus-menerus. Titik asap, titik nyala, dan titik api adalah kriteria penting dalam hubungannya dengan minyak yang digunakan untuk menggoreng. Ketiga titik suhu tersebut akan turun jika asam lemak bebasnya banyak. Demikian juga halnya jika berat molekul rendah, ketiga titik suhu itu akan lebih rendah.
Pada praktikum ini dilakukan pengujian titik asap, titik nyala dan titik api pada sampel minyak bekas dan minyak baru.
Pada percobaan dalam menentukan titik nyala, dan titik api ini didapatkan hasil yang kurang pasti karena pada saat pengukuran suhu untuk menentukan titik nyala dan titik api ini digunakan termometer dengan suhu maksimal yang terbatas yaitu 200oC. Penggunaan termometer hanya dapat memperlihatkan hasil sampai titik asap saja. Penggunaan termometer secara pemaksaan untuk mencapai titik nyala dan api tersebut dapat membuat termometer retak bahkan pecah sehingga dapat membahayakan praktikan.


VI.       KESIMPULAN

  1. Warna serta aroma berbagai jenis lemak dan minyak bervariasi, tergantung dari jenis pigmen serta zat warna hasil degradasi secara alami.
  2. Warna orange atau kuning pada minyak biasanya disebabkan karena pigmen karoten yang terlarut, sedangkan warna hijau disebabkan pigmen klorofil. Warna gelap pada lemak atau minyak biasanya disebabkan karena suhu pemanasan yang terlalu tinggi.
  3. Minyak tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik.
  4. Kepolaran minyak non polar dan air polar jadi tidak bisa bersatu
  5. Kuning telur zat adalah jenis emulsifier yang paling kuat, disebabkan karena adanya kandungan lesitin dalam bentuk kompleks sebagai lesitin protein yang berfungsi sebagai zat penstabil campuran antara minyak dengan air.
  6. Hasil creaming effect tekstur yang paling halus adalah dengan perbandingan gula dan margarin 2:1 dan 3:1.
  7. Shortening effect adalah kemampuan lemak untuk melumas dan mengempukkan biscuit atau pastry.
8.      Lemak bersifat mudah menyerap bau dari lingkungannya. Hal ini mengakibatkan lemak menjadi teroksidasi dan sebagai salah satu penyebab kerusakan lemak.
9.      Minyak sangat mudah sekali menyerap bau apabila tidak disimpan dalam kondisi yang baik
10.  Rumus kadar asam dan bilangan asam, yaitu:
11.  Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa hasil pemecahan hidroperoksida.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Gaman, P. M. dan Sherrington, K.B. 1994. Ilmu Pangan. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi kedua. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. Yogyakarta.
Girindra, A. 2000. Biokimia I. Gramedia. Jakarta.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia, Jakarta.
Tjahjadi, Carmencita. 2008. Pengantar Teknologi Pangan (Volume I). Jurusan Teknologi Industri Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjajaran. Jatinangor
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.


No comments:

Post a Comment