Yoga Jati Pratama
240210140003
Kelompok 1A Universitas Padjadjaran
240210140003
Kelompok 1A Universitas Padjadjaran
5.2 Pembahasan
Lemak dan minyak
adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid , yaitu senyawa
organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
pelarut organik non-polar,misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform(CHCl3),
benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut
yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama
dengan pelarut tersebut.
Lipid
merupakan senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut dalam air,
dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti kloroform
dan eter. Asam lemak adalah komponen unit pembangun pada hampir semua lipid.
Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal dan ekor hidrokarbon nonpolar yang
panjang sehingga kebanyakan lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak
berminyak atau berlemak (Lehninger 1982). Istilah lemak (fat)
biasanya digunakan untuk campuran trigliserida yang berbentuk padat pada suhu
ruangan, sedangkan minyak (oil)
berarti campuran trigliserida cair pada suhu ruangan (Buckle,1985).
Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam
pelarut yang sama polaritasnya dengan zat terlarut. Tetapi polaritas bahan
dapat berubah karena adanya proses kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan
KOH berada dalam keadaan terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya
sehingga mudah larut serta dapat diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak
yang terionisasi ini dapat dinetralkan kembali dengan menambahkan asam sulfat
encer (10 N) sehingga kembali menjadi tidak terionisasi dan kembali mudah
diekstraksi dengan pelarut non-polar.
Lemak dan minyak
merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol, yang berarti “triester
dari gliserol”. Jadi lemak dan minyak juga merupakan senyawaan ester . Hasil
hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol . Asam
karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang
panjang dan tidak bercabang.
Pada praktikum kali ini
dilakukan uji terhadap sifat-sifat lemak. Pengujian
dilakukan untuk mengamati warna, aroma, kelarutan, emulsifikasi, creaming
effect, shortening effect, pholymorphysm dari lemak dan minyak, tainting, uji peroksida,
bilangan asam, titik nyala, titik asap, dan titik api dari minyak.
Lemak dan minyak merupakan
zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu
lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding
dengan karbohidrat dan protein. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua
bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Tapi lemak dan minyak sering
ditambahkan secara sengaja ke bahan pangan dengan berbagai tujuan, seperti
media penghantar panas, shortening, lemak
(gajih), mentega, dan margarin (Winarno, 1997).
5.2.1 Warna dan Aroma Berbagai Minyak dan Lemak
Warna pada minyak dan lemak
ditimbulkan oleh adanya pigmen atau komponen tertentu. Zat warna pada lemak dan
minyak terdiri atas dua golongan, yaitu zat warna alami yang ikut terekstrak
bersama minyak pada proses ekstraksi dan zat warna hasil degradasi zat warna
alami.
Warna orange atau kuning pada
minyak biasanya disebabkan karena pigmen karoten yang terlarut, sedangkan warna
hijau disebabkan pigmen klorofil. Warna gelap pada lemak atau minyak biasanya
disebabkan karena suhu pemanasan yang terlalu tinggi, penggunaan campuran
pelarut organik tertentu dan adanya proses oksidasi bahan yang tidak
tersabunkan.
Warna dari minyak yang paling
pekat warna kuningnya adalah minyak oryzae, diikuti oleh minyak kelapa sawit,
minyak jagung, dan mentega, sedangkan bening keruh adalah kelapa sawit, serta
putih , putih pucat ,, dan putih susu berturut – turut adalah shortening, yang
beraroma kambing dan beraroma ayam. Warna pada minyak disebabkan oleh adanya
pigmen α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin menyebabkan minyak
berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan, dan kuning kemerahan.
Karotenoid sangat larut dalam minyak dan merupakan hidrokarbon dengan banyak
ikatan jenuh (Lehninger, 1982).
Pada pengamatan minyak,
sampel yang digunakan adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak jagung,
minyak kedelai, minyak zaitun, mentega, margarin, shortening (mentega putih),
gajih larut dan tidak larut.
Minyak zaitun, jagung, dan
kedelai dengan warna kekuningan.
Warna ini dapat menandakan bahwa
minyak tersebut telah mendapat perlakuan pemucatan dalam proses pemurnian
minyak yang bertujuan menghilangkan zat-zat warna dalam minyak dengan
penambahan adsorbing agent. Zat warna yang terdapat dalam minyak kelapa adalah
karoten yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh, tidak stabil pada suhu tinggi,
dan bersifat larut dalam minyak. Aroma minyak kelapa merupakan aroma yang khas
dan berasal dari senyawa nonyl methyl keton.
Warna pada minyak kelapa sawit merupakan salah satu
faktor yang mendapat perhatian khusus, karena minyak kelapa sawit mengandung
warna-warna yang tidak disukai oleh konsumen. Menurut Ketaren. S, zat warna
dalam minyak kelapa sawit terdiri dari dua golongan yaitu :
1. Zat warna alamiah.
2. Zat warna dari hasil degradasi
zat warna almiah.
Yang termasuk golongan zat warna alamiah, ini adalah
zat warna yang terdapat secara alamiah didalam kelapa Sawit, dan ikut
terekstraksi bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara
lain terdiri dari α-ka-roten, β-karoten, xanthopil, kloropil dan antosianin.
Zat- zat warna tersebut menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan,
kehijau-hijauan dan kemerah - merahan.
Pigmen berwarna
kuning disebabkan oleh karoten yang larut didalam minyak. Karoten merupakan
persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka
karoten tersebut juga berikut terhidrogenasi sehingga intensitas warna kuning
berkurang.
Pada pengamatan lemak, sampel
yang digunakan adalah mentega, shortening,
margarin, lard dan tallow. Mentega merupakan lemak susu yang dipisahkan
dengan proses pengocokan atau churning. Dengan cara tersebut, secara mekanik
film protein di sekeliling globula lemak retak dan pecah, sehingga memungkinkan
lemak menggumpal dan menyusup ke dalam permukaan. Cara ini merupakan proses pemecahan emulsi minyak dalam
air dengan pengocokan. Mentega juga merupakan emulsi air dalam minyak dengan
kira-kira sebanyak 18% air terdispersi dalam 80% lemak dengan sejumlah kecil
protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi atau emulsifier. Mentega berwarna kuning
muda agak pucat, teksturnya lembek dan beraroma susu karena terbuat dari lemak
susu yang dinetralkan dengan garam-garam karbonat kemudian dipasteurisasi.
Perbedaan
mentega dan margarin adalah dari bahan dasarnya, margarin dibuat umumnya dari
lemak nabati namun bisa juga dari lemak hewani, sedangkan mentega hanya dibuat
dari lemak hewani. Margarin dapat dibuat dari lemak hewani (lemak babi-lard dan
lemak sapi-oleo oil) serta lemak nabati (minyak kelapa, sawit, kedelai dan
minyak biji kapas. Margarin diperoleh dari proses pemurnian lemak serta
penambahan zat-zat lain sebagai pengawet seperti senyawa garam Natrium benzoat
dan vitamin A. Margarin memiliki warna kuning yang lebih terang dan cerah dari
mentega, namun aromanya tidak terlalu kuat.
Menurut
Tjahjadi (2008), shortening memiliki penampilan yang sama dengan margarin,
namun perbedaannya adalah pada shortening hanya terdiri dari lipida saja
sedangkan pada margarin terdiri dari bahan lipida dan non-lipida.
Gajih atau lard adalah
lemak yang berasal dari jaringan lemak ternak babi, sapi, atau kambing. Lemak
gajih yang berasal dari rongga perut pada umumnya bermutu tinggi. karena
sifatnya yang beragam lemak gajih semakin terbatas penggunaannya. Apalagi lemak
gajih sangat mudah tengik, sehingga dalam pembuatannya perlu ditambahkan
antioksidan. Lemak gajih dapat distabilkan dengan interestirifikasi, sehingga
mengubah ester-ester asam lemak dalam molekul gliserol. Aroma lemak gajih
sangat khas gajih, umumnya berwarna putih. Warna merah yang ada pada praktikum
kali ini mungkin telah terkontaminasi darah. Tallow sendiri sejenis dengan lard hanya saja thallow berbentuk gumpalan.
5.1.2 Kelarutan
Minyak
merupakan golongan lipid yang merupakan senyawa yang tak larut air tetapi
cenderung larut dalam pelarut organik. Kelarutan minyak dan lemak
dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya (deMan,
1997). Sifat polaritas asam lemak tiap sampel berbeda-beda, sehingga kelarutan
tiap sampel pada suatu pelarut juga berbeda-beda.
Lemak tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam pelarut organik. Lemak sama halnya dengan zat-zat tubuh
lainnya, lemak juga tersusun dari unsur seperti karbon (C), nitrogen (N),
oksigen (O), phosphor (P), dan hydrogen (H). Semua unsur-unsur ini bergabung
dan membentuk ikatan yang merupakan ikatan dari lemak (Girindra, 1990)
Hasil dari percobaan ini
diketahui bahwa seluruh lemak tidak
larut dalam air. Menurut Buckle dkk (1984), sifat tidak larut dalam air
disebabkan oleh adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya
polar. Sedangkan gaman dan
Sherington (1994), minyak dan lemak tidak larut dalam air karena adanya
substansi tertentu yang di mungkinkan terbentuknya campuran yang stabil antara
lemak dan air.
Sedangkan dengan menggunakan pelarut organik minyak mudah
larut adalah minyak kelapa sedangkan yang paling sukar larut adalah minyak
jelantah. Hal ini dapat disebabkan oleh kualitas minyak jealntah yang sudah
sangat buruk dan telah mengalami banyak oksidasi yang menyebabkan banyak rantai
akrbon panjang. Sedangkan pada minyak kelapa mungkin memiliki sedikit rantai
karbon panjang sehingga mudah larut.
Pada minyak kelapa sawit,
minyak zaitu, minyak kelapa, dan minyak jagung mudah larut dalam kloroform,
aseton, dan heksan dan tidak dapat larut dalam air dan metanol. Semakin
panjang rantai C
pada minyak maka semakin sukar larut
dalam pelarut polar (air). Minyak kelapa sawit
mengandung lebih banyak mengandung asam palmitat (16:0) sedangkan Kandungan asam
lemak minyak kelapa yang paling banyak adalah asam laurat (12:0) dan pada minyak jagung adalah asam linoleat (18:2). Minyak-minyak tersebut bersifat non polar sehingga
hanya dapat lart dalam pelarut non polar yaitu kloroform,
aseton, dan heksan(larut semua).
Dari segi teknik, kelarutan
asam lemak mempunyai arti yang sangat penting. Misalnya asam lemak tidak jenuh
sangat mudah larut dalam pelarut organik dibandingkan dengan asam lemak jenuh.
Sifat kelarutan tersebut digunakan untuk memisahkan berbagai asam lemak tak
jenuh dengan proses kristalisasi. Lemak
dan minyak hanya larut sedikit dalam alkohol, tapi akan larut sempurna dalam
etil eter, karbon disulfida, dan pelarut halogen. Ketiga jenis pelarut ini
memiliki sifat non polar seperti minyak dan lemak.
5.2.3 Emulsifikasi
Emulsi
adalah suatu dispersi atau suatu suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain,
yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling
antagonistik. Emulsi biasanya terdiri dari 3 bagian utama, yaitu fase terdispersi,
fase pendispersi dan emulsifier yang berfungsi untuk menjaga zat terdispersi
agar tetap tersuspensi dalam zat pendispersi.
Terdapat
dua jenis emulsi, yakni emulsi temporer dan emulsi permanent. Emulsi temporer
yakni jenis emulsi yang bersifat sementara, larutan akan kembali bercampur
setelah didiamkan cukup lama akibat pengadukan. Contoh emulsi temporer adalah French
Dressing. Sedangkan emulsi permanent adalah jenis emulsi yang dapat
membentuk sebuah selaput di sekeliling butir lemak tersebut, sehingga emulsi
tersebut bersifat stabil. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk
molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun pada air. Emulsifier
merupakan senyawa aktif permukaan yang mampu menurunkan tegangan antar
permukaan udara-cairan dan cairan-cairan.
Pada
saat semua sampel minyak dan lemak dikocok dengan air maka terbentuk emulsi
temporer, yaitu terbentuk suatu emulsi tetapi kemudian antara partikel minyak
dan air terpisah kembali. Hal ini
terjadi karena adanya perbedaan tingkat polaritas di antara dua zat tersebut.
Air merupakan molekul yang memiliki gugus polar. Sedangkan minyak merupakan zat
yang memiliki gugus non polar. Perbedaan ini menyebabkan keduanya tidak bisa
menyatu, karena gugus polar hanya bisa bersatu dengan gugus polar, sedangkan
gugus non polar hanya bisa bersatu dengan gugus non polar.
Proses
penggabungan air dan minyak diperlukan suatu senyawa yang molekul-molekulnya
mempunyai afinitas terhadap kedua cairan tersebut. Senyawa ini dinamakan
emulsifier. Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang
tidak saling melarut, di mana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula
di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan
fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula dinamakan
fase kontinyu atau medium dispersi.
Pada
saat penambahan emulsifier dilakukan, sampel minyak menjadi larut dengan air.
Namun tingkat kelarutan emulsifier berbeda-beda. Kelarutan yang paling baik
diperoleh dengan mengggunakan kuning telur sebagai emulsifiernya. Sedangkan
pada penggunaan gelatin, kelarutan minyak dan lemak tidak terlalu baik.
Kuning
telur zat adalah jenis emulsifier yang paling kuat. Hal ini disebabkan karena
adanya kandungan lesitin dalam bentuk kompleks sebagai lesitin protein yang
berfungsi sebagai zat penstabil campuran antara minyak dengan air. Oleh karena
itu kuning telur sering dipergunakan dalam pembuatan kue, cake maupun biscuit
agar pada saat pengocokan, mentega dengan air dapat tercapmur dengan baik.
Untuk
lebih menjelaskan bagaimana kerja emulsifier akan diberikan ilustrasi
sebagai berikut: bila butir-butir lemak telah terisah karena adanya tenaga
mekanik (pengocokan), maka butir-butir lemak yang terdispersi tersebut segera
terselubungi oleh selaput tipis emulsifier (gambar 1). Bagian molekul emulsifier
yang nonpolar larut dalam lapisan luar butir-butir lemak, sedangkan bagian
yang polar menghadap ke pelarut (air, continuous phase) seperti terlihat
pada gambar.
![]() |

Gambar
2. Skema orientasi molekul emulsifier (Winarno, 2008)
5.2.4 Creaming
Effect dan Shortening Effect
Selain sebagai pemberi citarasa dan penghantar panas,
lemak digunakan pada pembuatan kue karena bisa menimbulkan creaming effect dan
shortening effect.
Lemak
dapat memiliki sifat plastis, artinya mudah dibentuk atau dicetak atau dapat
diempukkan (cream), yaitu dilunakkan dengan pencampuran dengan udara. Creaming Effect
Creaming effect adalah kemampuan lemak untuk memerangkap udara
pada saat dikocok dengan gula. Perbandingan antara mentega dan gula dalam
adonan memengaruhi jumlah volume udara yang dapat diserap lemak. Proses
pengocokan adalah memasukkan udara kedalam krim untuk menghasilkan buih yang
stabil dengan struktur yang agak kaku. Perbandingan antara margarine dan gula
yang dicampurkan sangatlah berpengaruh. Perbandingan berat gula dan lemak
sebesar 3:2 akan menghasilkan daya gabung udara dengan lemak yang maksimal (Siti, 2002) sementara dalam praktikum ini melakukan perbandingan.
Perbandingan jumlah lemak dan
gula akan berpengaruh tidak hanya pada rasio pengembangan, tetapi juga pada
tekstur, warna dan aroma. Pada
creaming effect, perbandingan antara margarin dan gula yang diuji adalah 1:2, 2:1, 3:1, 3:2 dan 2:3 sebagai perbandingan. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa untuk tekstur yang paling halus adalah 2:1 dan 3:1.
Shortening
effect
Shortening effect adalah
kemampuan lemak tanaman terhidrogenasi (shortening) untuk
melumas dan mengempukkan biscuit atau pastry. Disebut shortening karena dengan
adanya lemak yang tidak larut dalam air itu, maka terbentuknya massa molekul
zat pati dan gluten dari adonan yang padat dan keras dapat dihalangi, sehingga
lapisan yang dibatasi lemak akan mudah terpisah satu sama lain.
Pada praktikum shortening
effect dilakukan dengan membuat adonan pastry. Adonan pastry digiling hingga tipis kemudian dilapisi lemak
sesuai dengan prosedur. Selanjutnya dipanggang dengan suhu 220ºC, Namun
pada hasilnya pastry tidak kunjung mematang meskipun telah dipanaskan pada suhu
tinggi (220ºC) dan telah di tunggu lebih dari
1 jam lamanya hal itu dapat desebabkan alat atau oven yang dipakai sudah
terlalu tua dan kemungkinan kolaborasi antara suhu dan waktu tidak tepat karena
diakibatkan adonan terlalu tebal jadi yang ada adalah tekstur yang lembek
berair dan masih mengelarkan aroma adonan tepung terigu, menurut hasil
pengamatan praktikan tahun 2014 seharusnya pada bagian-bagian adonan yang
diolesi lemak, bagian tersebut dapat terpisah satu sama lain dengan mudah dan terbentuk lapisan. Hal ini terjadi karena
dengan adanya lemak yang tidak larut dalam air, maka terbentuknya massa
serabut-serabut gluten dari gandum yang padat dan keras dapat dihalangi. Dengan
demikian serabut-serabut gluten akan menjadi lebih pendek, sehingga biscuit
maupun jenis pastry lainnya menjadi lebih empuk dan mudah dibuka seperti diberi pelumas.
5.2.5 Polymorphysm
Polymorphism pada minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana
terdapat lebih dari satu bentuk Kristal. Polymorphism sering dijumpai pada beberapa
komponen yang mempunyai rantai karbon panjang, dan pemisahan kristal tersebut
sangat sukar. Namun demikian untuk beberapa komponen, bentuk dari
kristal-kristalnya sudah dapat diketahui.
Polymorphism penting untuk mempelajari
titik cair minyak atau lemak, dan asam lemak beserta ester-esternya. Untuk
selanjutnya Polymorphism mempunyai peranan penting dalam berbagai proses
untuk mendapatkan minyak atau lemak. Polymorphism sendiri sangat mempengaruhi plastisitas suatu
coklat maupun titik leleh coklat tersebut.
Bila suatu lemak mengalami
pendinginan, maka lemak tersebut akan kehilangan panas sehingga memperlambat
gerakan molekul dalam lemak dan timbul gaya van der walls atau gaya
tarik-menarik antar molekul. Akibat adanya gaya ini radikal-radikal asam lemak
dalam molekul lemak akan tersusun berjajar dan saling bertumpuk serta berikatan
membentuk kristal yang berbeda ukuran dan jumlahnya untuk tiap lemak.
Pada percobaan ini coklat
yang digunakan adalah coklat yang berkualitas baik dengan merk Cadbury dan
coklat yang berkualitas kurang baik dengan merk Jago, coklat dibiarkan meleleh
setelah itu dimasukkan dalam lemari es. Setelah didiamkan beberapa lama, coklat
kembali beku. Terdapat
kristal-kristal putih pada coklat dark cooking sebanyak 65 dan pada coklat ayam
jago tidak terdapat Kristal. Hal ini terjadi karena kristal lemak belum
terbentuk secara sempurna karena disebabkan oleh proses pendinginan yang kurang
lama.
Hasil dapat berbeda dari
teori mungkin karena kristal yang diamati hanya dipermukaannya saja tidak
dilakukan pengamatan sampai bagian dalam coklat dan dapat pula coklat yang
bermutu baik telah mengalami kerusakan. Jika
pada hasil tidak terdapat Kristal yang terbentuk maka cokleat tersebut memiliki
rantai karbon pendek dan mudah dipisahkan. Jika minyak yang digunakan untuk
membuat coklat tidak cocok, maka pada saat pembekuan terdapat kristal-kristal
putih pada permukaan. Jika terdapat banyak
kristal yang terbentuk, hal tersebut menandakan bahwa kualitas cokelat yang
kurang baik.
5.2.6 Penyerapan Bau (Tainting)
Lemak bersifat mudah menyerap
bau dari lingkungannya. Hal ini mengakibatkan lemak menjadi teroksidasi dan
sebagai salah satu penyebab kerusakan lemak. Sehingga apabila kita akan
membungkus lemak, paling baik dengan menggunakan bahan pembungkus yang tidak dapat
menyerap lemak.
Pada percobaan ini, dilakukan
pengujian penyerapan bau (tainting) terhadap biskuit dengan menggunakan kontrol
sabun yang disimpan di dalam desikator buatan. Dilihat pada tabel pada kue cream yang diberikan perlakuan diletakkan diatas
sabun sama sekali semakin lama kue tersebut semakin berbau sabun. Hal ini
menunjukkan bahwa kue tersebut yang sebagian besar terbuat dari lemak menyerap
bau sabun. Kue cream yang mendapatkan perlakuan dilapisi kertas roti bau yang
diserapnya tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan kue yang diletakkan diatas
sabun. Hal ini menunjukkan dengan adanya kertas roti mengurangi daya serap bau
ke dalam kue.
Dari hasil pengamatan dapat
dilihat bahwa minyak sangat mudah sekali menyerap bau apabila tidak disimpan
dalam kondisi yang baik. Sampel kue cream yang tidak dibungkus, aroma sabun
sangat menyengat pada kue cream tersebut karena bau langsung terserap oleh bahan
tanpa ada penghalang. Sampel kue cream yang dibungkus kertas roti, aroma sabun
tidak terlalu terasa pada cream. Aroma kue cream yang dibungkus alumunium foil
lebih baik dibandingkan dengan hanya dibungkus kertas saja.
Dari hasil di atas maka dapat
disimpulkan bahwa penyimpanan lemak yang baik adalah dalam tempat tertutup yang
gelap dan dingin. Lemak atau minyak sebaiknya disimpan dalam kemasan dari
alumunium atau stainless steel. Lemak harus dihindarkan dari logam besi
atau tembaga.
5.2.7 Penentuan Bilangan Peroksida (Uji
Ketengikan)
Bilangan perioksida suatu
minyak atau lemak merupakan jumlah iod yang dibebaskan dari Potassium Iodida
melalui reaksi oksidasi oleh peroksida lemak dan minyak pada suhu ruang di
dalam medium asam. Penentuan bilangan peroksida ini akan memperlihatkan nilai ketengikan
dari suatu minyak dan lemak. Uji
ketengikan dilakukan untuk menentukan derajat ketengikan dengan mengukur
senyawa-senyawa hasil oksidasi. Bilangan
peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak
atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam pelarut asam
asetat dan kloroform (2:1), kemudian iodin yang terbentuk ditentukan dengan
titrasi memakai natrium tiosulfat.
Dasar dari penetapan ini yaitu reaksi redoks. Jika lemak yang sudah
mengandung peroksida direaksikan dengan larutan bilangan peroksida amakan akan
menghasilkan oksigen bebas yang dapat mengoksidasi KI yang telah ditambahkan.
Lalu akan dihasilkan I2 dan dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat. Na2S2O3
Setelah
dilakukan titrasi maka volume natrium tiosulfat yang dipakai dapat diketahui.
Hasilnya digunakan untuk menetukan bilangan peroksida dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.

Dari
hasil praktikum didapatkan hasil angka peroksida yang sangat menyimpang dari
SNI yang ada. Dimana berdasarkan SNI 01-3541
tahun 1994 maksimal bilangan peroksida dalam sampel minyak adalah 6,0 mg
(Latifah Abdul Djalil, 2004, SMAKBO). Hal ini kemungkinan disebabkan KI yang
disimpan dalam botol yang tembus cahaya (tidak gelap) dan tidak ditutup rapat.
Sehingga kemungkinan I2 yang terbentuk menyublim menjadi gas I2
sehingga saat dititar dengan larutan tio sulfat, tidak ada reaksi antara I2
dengan tio silfat dikarenakan I2 yang telah menyublim. Serta
pengocokan yang kurang kuat karena erlenmeyer yang digunakan seharusnya
erlenmeyer asah bukan erlenmeyer biasa, sehingga KI tidak teroksidasi sempurna
melepaskan I2.
Molekul-molekul lemak yang mengandung
radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau
tengik yang tidak sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa hasil pemecahan
hidroperoksida.
Proses ketengiakan sangat berpengaruh
oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya
oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya. Penyimpan yang baik dalam
tempat tertutup yang gelap dan dingin dapat menghambat terjadinya oksidasi. (Winarno.1992).
5.2.8 Penetapan Bilangan Asam
Bilangan asam menyatakan
jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak atau lemak. Bilangan asam
ini dapat dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak.
Bilangan asam ini juga sangat penting untuk penentuan mutu dari suatu minyak. Praktikum kali ini mengidentifikasi kadar asam
lemak bebas yang terbentuk dari minyak. Minyak yang digunakan yaitu minyak
bekas dan minyak baru. Hasil titrasi yang didapat kemudian dihitung menggunakan
rumus kadar asam dan bilangan asam, yaitu:


G = berat sampel
M = berat molekul asam lemak yang dominan dalam minyak/lemak
(rata-rata dari campuran asam lemak), untuk minyak kelapa = 205, minyak kelapa
sawit = 263, dan asam oleat = 282
Hasil yang didapat adalah sebagai berikut.
Hasil
yang didapat untuk sampel minyak
pada kelompok 1A yaitu bilangan asamnya adalah 0.4469 x 10-4
sedangkan kadar asamnya adalah 20,95%.
Minyak
dengan kualitas baik memiliki bilangan asam yang rendah. Sebaliknya minyak
dengan kualitas rendah memiliki bilangan asam yang tinggi. Dari penentuan bilangan asam ini, dapat ditentukan pula
kadar asam suatu minyak. Terlihat
bahwa semua sampel minyak baru memiliki bilangan asam yang rendah dibandingkan
dengan minyak bekas.
Hal ini dapat disebabkankan
minyak bekas yang terkena reaksi
kimia, pemanasan, proses fisika atau reaksi enzimatis. Semakin tinggi bilangan
asam maka semakin banyak minyak yang telah terhidrolisis. Minyak baru masih memiliki mutu yang baik
sehingga kadar asam pun kecil dan hal
ini wajar.
5.2.9 Titik Asap, Titik Nyala dan Titik Api
Bila suatu lemak atau minyak
dipanaskan, akan timbul asap tipis kebiruan pada suatu titik tertentu, titik
ini disebut titik asap (smoke point). Asap yang terbentuk adalah
akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal di tenggorokkan.
Akrolein tersebut terbentuk dari hidrasi gliserol. Mutu suatu minyak dapat
ditentukan dari titik asapnya, semakin tinggi titik asapnya, semakin baik mutu
minyak tersebut. Titik asap suatu minyak tergantung dari kadar gliserol
bebasnya. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng akan turun titik asapnya
karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak.
Titik
nyala (flash point) adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak
dengan udara mulai terbakar. Sedangkan titik api (fire point) adalah temperatur
pada saat dihasilkan pembakaran yang terus-menerus. Titik asap, titik nyala,
dan titik api adalah kriteria penting dalam hubungannya dengan minyak yang
digunakan untuk menggoreng. Ketiga titik suhu tersebut akan turun jika asam
lemak bebasnya banyak. Demikian juga halnya jika berat molekul rendah, ketiga
titik suhu itu akan lebih rendah.
Pada
praktikum ini dilakukan pengujian titik asap, titik nyala dan titik api pada
sampel minyak bekas dan minyak baru.
Pada percobaan dalam menentukan titik nyala, dan titik api ini
didapatkan hasil yang kurang pasti karena pada saat pengukuran suhu untuk
menentukan titik nyala dan titik api ini digunakan termometer dengan suhu
maksimal yang terbatas yaitu 200oC. Penggunaan termometer hanya
dapat memperlihatkan hasil sampai titik asap saja. Penggunaan termometer secara
pemaksaan untuk mencapai titik nyala dan api tersebut dapat membuat termometer
retak bahkan pecah sehingga dapat membahayakan praktikan.
VI. KESIMPULAN
- Warna serta aroma berbagai jenis lemak dan minyak bervariasi, tergantung dari jenis pigmen serta zat warna hasil degradasi secara alami.
- Warna orange atau kuning pada minyak biasanya disebabkan karena pigmen karoten yang terlarut, sedangkan warna hijau disebabkan pigmen klorofil. Warna gelap pada lemak atau minyak biasanya disebabkan karena suhu pemanasan yang terlalu tinggi.
- Minyak tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik.
- Kepolaran minyak non polar dan air polar jadi tidak bisa bersatu
- Kuning telur zat adalah jenis emulsifier yang paling kuat, disebabkan karena adanya kandungan lesitin dalam bentuk kompleks sebagai lesitin protein yang berfungsi sebagai zat penstabil campuran antara minyak dengan air.
- Hasil creaming effect tekstur yang paling halus adalah dengan perbandingan gula dan margarin 2:1 dan 3:1.
- Shortening effect adalah kemampuan lemak untuk melumas dan mengempukkan biscuit atau pastry.
8.
Lemak bersifat mudah
menyerap bau dari lingkungannya. Hal ini mengakibatkan lemak menjadi
teroksidasi dan sebagai salah satu penyebab kerusakan lemak.
9.
Minyak
sangat mudah sekali menyerap bau apabila tidak disimpan dalam kondisi yang baik
10. Rumus kadar asam dan
bilangan asam, yaitu:


11. Molekul-molekul
lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan
menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa
hasil pemecahan hidroperoksida.
DAFTAR
PUSTAKA
Buckle, K.A, R.A.
Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari
Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Gaman, P. M. dan Sherrington, K.B. 1994. Ilmu Pangan. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan
Mikrobiologi. Edisi kedua. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. Yogyakarta.
Girindra, A. 2000. Biokimia I. Gramedia.
Jakarta.
Ketaren, S. 1986.
Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia,
Jakarta.
Tjahjadi,
Carmencita. 2008. Pengantar Teknologi Pangan (Volume I). Jurusan Teknologi
Industri Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjajaran.
Jatinangor
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi.
Gramedia. Jakarta.
No comments:
Post a Comment