Friday, June 24, 2016

PRAKTIKUM KIMIA PANGAN (PROTEIN)



Yoga Jati Pratama
240210140003
Kelompok 1A
 

V.        HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
         Sebagai zat pembangun protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang menggantikan jaringan yang telah rusak. Selain itu protein juga dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila energi tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat. Protein memiliki beberapa sifat yang sangat berpengaruh kepada makanan, seperti :
·         Perbedaan rasa dan tekstur beberapa jenis daging, disebabkan oleh terjadinya kombinasi asam amino dalam pembentukan molekul protein.
·         Konfigurasi protein dapat diubah dengan perlakuan fisik maupun kimia, karena dapat terdenaturasi bila dipanaskan dan menghasilkan zat lain.
·         Protein dapat mengalami degradasi yaitu pemecahan molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana.
Protein banyak terkandung di dalam makanan yang sering dikonsumsi oleh manusia seperti pada tempe, tahu, ikan dan lain sebagainya. Secara umum, sumber protein berasal dari nabati dan hewani. Protein sangat penting bagi kehidupan organisme pada umumnya, karena ia berfungsi untuk memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak dan suplai nutrisi yang dibutuhkan tubuh, oleh karena itu seorang ahli pangan harus memahami sifat-sifat protein untuk menentukan proses pengolahan yang tepat.
Bobot molekulnya berkisar dari 6000 sampai beberapa juta. Molekul protein terdiri dari satu atau beberapa panjang polipeptida dari asam-asam amino yang terikat dengan urutan yang khas. Urutan ini dinamakan struktur primer dari protein. Polipeptida ini dapat melipat atau menggulung. Sifat dan banyaknya pelipatan menyebabkan timbulnya struktur sekunder. Bentuk tiga dimensi dari polipeptida yang menggulung atau melipat ini dinamakan struktur tersier. Struktur kuartener muncul dari hubungan struktural beberapa polipeptida yang terlibat.
Beberapa uji pada protein seperti pewarnaan dengan reaksi biuret dan reaksi ninhidrin, denaturasi dan koagulasi, mengetahui titik isoelektrik, sifat koagulasi protein dengan pembentukan endapan dengan asam dan alkali serta pembentukan endapan garam dan logam berat dan salting out pada protein dilakukan dalam praktikum kali ini.


5.1       Reaksi Pewarnaan
Suatu protein atau asam amino dapat memberikan warna yang khas dengan pereaksi tertentu. Reaksi pewarnaan yang dilakukan adalah uji biuret dan uji ninhidrin.
5.1.1 Biuret
Biuret merupakan salah satu reaksi yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya protein atau tidak dalam sampel. Prinsip dari percobaan ini adalah protein harus memiliki sedikitnya dua ikatan peptida yang bila bereaksi dengan Cu2+ akan menghasilkan kompleks Cu- NaOH. Reaksi berjalan positif bila Cu- NaOH berwarna ungu menunjukkan zat yang mengandung dua atau lebih ikatan peptida. Sedangkan reaksi negative untuk asam amino yang tidak mempunyai ikatan peptida atau yang hanya mengandung 1 ikatan peptida.
protein + Cu2+       kompleks Cu-NaOH
Uji biuret ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam. Biuret adalah suatu zat yang dihasilkan apabila urea dipanaskan pada suhu ± 180oC.  Reaksi ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya ikatan peptida dalam protein. Pada percobaan, dapat dilihat albumin diteteskan larutan NaOH 10% dan larutan CuSO4. Warna yang terbentuk dari reaksi biuret kemungkinan berasal dari kompleks antara ion Cu2+ dengan gugus –CO dan –NH ikatan peptida dalam suatu alkalis. Tujuan dari pelaksanaan reaksi biuret adalah untuk mengetahui adanya ikatan peptida.  Prosedur yang dilakukan adalah dengan penambahan 1 ml albumin, 1 ml NaOH, dan 1 tetes CuSO4 0,1%.  Fungsi dari reagen NaOH adalah untuk mencegah endapan Cu(OH)2, memecah ikatan protein sehingga terbentuk urea, sebagai katalisator, dan menjadikan suspensi protein bernuansa alkalis.  Sedangkan fungsi dari  CuSO4 adalah sebagai donor Cu2+ yang akan menghasilkan warna ungu.
Dasar dari reaksi biuret adalah terjadinya warna ungu apabila reaksi positif karena adanya kompleks yang terjadi antara ikatan peptida dengan O dari air. Reaksi ini disebut reaksi biuret karena positif terhadap biuret (kondensasi 2 molekul urea).  Reaksi juga positif terhadap senyawa organik yang mempunyai gugus CO(NH2), SC(NH2), NHC(NH2), H2C(NH2). Pada ikatan peptida panjang akan menunjukkan warna ungu sedangkan pada ikatan peptida pendek akan menunjukkan warna biru. Jika biuret berwarna ungu, hal tersebut membuktikan bahwa pada larutan tersebut mengandung dua atau lebih ikatan peptida. Sedangkan jika tidak menimbulkan warna ungu, maka larutan yang diujikan tersebut tidak mempunyai ikatan peptida, atau hanya memiliki satu ikatan peptida.
Sedikit tambahan polipeptida mempuyai perbedaan dengan protein. Polipeptida mempunyai residu asam amino ≤ 100 dan dan bobot mulekul ≤ 6.000. Sedangkan, pada protein residu asam amnionya ≥ 100 dan bobot mulekulnya ≥ 6.000.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Biuret
Kelompok
Sampel
Perubahan Warna
+/-
1
Albumin
Dari bening menjadi ungu muda
+
2
Urea
Menjadi warna ungu



+
3
Albumin
Dari bening menjadi ungu muda
+
4
Albumin
Dari bening menjadi ungu muda
+
5
Albumin
Dari bening menjadi ungu muda
+
6
Albumin
Dari bening menjadi ungu
+
7
Urea
Menjadi warna ungu
+
8
Albumin
Dari bening menjadi ungu muda
+
9
Urea dipanaskan
Dari bening menjadi ungu berbayang

+
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Dalam percobaan kali ini albumin ditambahkan NaOH sebagai pencipta suasana basa, karena reaksi pembentukan Cu2+ dengan gugus –OH dan –NH dari ikatan peptida bekarja dalam suasana basa. Hal ini disebabkan karena dalam suasana basa pada proses pembentukan kompleks, ligan yang terlibat dapat melepaskan proton seluruhnya sehingga kesempatan ligan untuk berikatan dengan ion logam lebih besar dibandingkan dalam suasana asam yang pengikatan proton oleh ligan cukup besar.
            Penambahan CuSO4 dimaksudkan sebagai sumber Cu2+ yang bertindak sebagai logam akseptor elektron dari gugus –NH dari peptida dan oksigen dalam air, yang membentuk ikatan koordinasi dan membentuk warna ungu. Penambahan CuSO4 ini harus diperhatikan, tidak boleh terlalu sedikit karena akan kekurangan Cu2+ dan tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan denaturasi protein oleh logam berat.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan di atas albumin menunjukkan reaksi yang berarti pada larutan tersebut mengandung dua atau lebih ikatan peptida. Pada akhir percobaaan dihasilkan biuret berwarna ungu transparan setelah albumin tercampur dengan NaOH dan CuSO4. terbentuknya warna ungu menandakan bahwa larutan tersebut mempunyai ikatan peptida.

5.1.2 Ninhidrin
Reaksi Ninhidrin dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu makanan, atau suatu zat mengandung asam amino atau tidak. Ninhidrin merupakan suatu senyawa oksidator yang sangat kuat, yang bereaksi dengan suam asam amino pada pH 4-8 dan jika bereaksi dengan asam amino, maka akan menghasilkan warna ungu, jika terbenyuk warna kuning berarti asam amino yang terbentuk adalah protein, sedangkan yang terbentuk warna ungu maka asam amino yang terbentuk adalah alanine, leusin, metionin, dll..
Semua asam amino alfa bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehida dengan satu atom C lebih rendah dan melepaskan NH3 dan CO2. Disamping itu, terbentuk kompleks berwarna biru yang disebabkan oleh dua molekul ninhidrin yang bereaksi dengan NH3 setelah asam amino tersebut dioksidasi. Garam-garam ammonium, amina, peptida, dan protein juga bereaksi tetapi tanpa melepaskan CO2 dan NH3.
Pada asam amino, gugus (-COOH) dan (-NH2) nya masing-masing dapat bereaksi, misal dengan pembentukkan garam, esterifikasi dan asilasi. Reaksi umum untuk menunjukkan adanya asam amino adalah reaksi ninhidrin. Ninhidrin adalah suatu oksidator yang menyebabkan dekarboksilasioksidatif dari asam alfa amino, menghasilkan CO2, NH3 dan aldehid yang rantai C-nya lebih pendek satu atom C daripada asam amino asalnya (Murray, 2000).
Ninhidrin yang tereduksi kemudian bereaksi dengan NH3 yang dibebaskan membentuk senyawa kompleks berwarna biru dengan absorpsi warna maksimum pada panjang gelombang 570 nm. Cara ini dapat dipakai untuk mengukur kadar asam amino. Senyawa asam amino, kecuali asam amino dapat memberi reaksi ninhidrin positif, tetapi tanpa pembentukkan CO2 asam-asam amino aromatis, seperti triptofan, tirosin, histidin dan fenil alanin menyerap sinar ultraviolet.
Serapan sinar ultraviolet oleh protein kebanyakan ditentukan oleh kandungan triptofannya. Bermacam-macam asam amino dapat diidentifikasi dengan reaksi warna khusus, karena reaksi warna khusus ini positif untuk gugus tertentu pada rantai R-nya bukan untuk gugus (-COOH) ataupun (-NH2)nya.
Reaksi pada ninhidrin :
 
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Ninhidrin
Kelompok
Sampel
Sebelum
Sesudah
+/-
1
Albumin
Bening
Ungu Berbayang
+
2
Albumin
Keruh
Terbentuk endapan
+
3
Albumin
Bening
Ungu berbayang
+
4
Albumin
Bening
Ungu berbayang
+
5
Albumin
Bening

Ungu muda

+
6
Urea
Bening
Kuning
+
7
Urea
Berwarna Bening
Berwarna Kuning
+
8
Urea
Berbentuk butiran berwarna putih
(Tidak di dokumentasikan)
Kuning
+
9
Gelatin
Bening
(Tidak di dokumentasikan)
Kuning berbayang
+
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa larutan albumin tidak menghasilkan warna ungu tetapi menghasilkan warna putih keruh dan terdapat gumpalan putih. Seharusnya albumin dapat membentuk warna ungu setelah diberi perlakuan penambahan buffer asetat, ninhidrin dan pemanasan karena albumin mengandung asam amino. Kesalahan ini dapat terjadi karena ketidaktelitian praktikan saat melakukan praktikum. Selain itu, dapat juga diakibatkan kesalahan pada saat melakukan pengamatan dan juga dapat disebabkan kadar asam amino yang kurang mencukupi untuk membentuk perubahan warna. Namun, tidak semua kelompok mendapatkan hasil yang sama seperti contohnya kelompok 1 untuk ninhidrin kelompok tersebut berhasil membuat alumin berubah menjadi ungu setelah diberi penambahan buffer asetat meskipun perubahan warna tersebut hanya sedikit atau tidak terlalu jelas hal tersebut dapat disebabkan kadar asam amino yang kurang mencukupi untuk membentuk perubahan warna tersebut.

5.2 UJi Koagulasi Protein
Koagulasi protein adalah pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan, unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak dapat terdipersi tidak lagi sebagai suatu koloid (Winarno, 1992). Protein bersifat amfoter yaitu dapat bereaksi dengan asam maupun basa (alkali). Daya reaksinya tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Pada pH tertentu, protein akan bereaksi dan menimbulkan endapan. Pembentukan endapan pada protein sangat penting dalam usaha untuk memisahkan larutan  campuran seperti kasein dari susu serta untuk mengisolasi enzim tertentu seperti papain dari buah papaya.
5.2.1 Pembentukan Endapan dengan Asam dan Alkali
Pembuktian pembentukan endapan dilakukan dengan percobaan menggunakan sampel albumin dan gelatin Kedua sampel diberi perlakuan dengan ditambahkan 3 jenis larutan yaitu HCl, CH3COOH, dan NaOH. Setelah itu dilakukan beberapa perlakuan : pada saat awal, didiamkan 90 menit lalu dipanaskan 5 menit.
Pengendapan protein penting untuk memisahkan protein dari suatu larutan. Pengendapan protein dapat dilakukan dengan penambahan asam, alkali atau juga dengan cara penambahan garam dari logam berat.
Protein bersifat mengendap dalam asam mineral pekat seperti asam klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4), dan asam nitrat (HNO3). Sebaliknya, basa tidak dapat mengendapkan protein namun mampu  menghidrolisis dan dekomposisi oksidatif.
Gambar 4.2.1 Denaturasi protein akibat asam atau basa.(Ophart, C.E., 2003)

Tabel 3. Hasil Pengamatan Pembentukan Endapan dengan Asam dan Alkali
Kelompok
Sampel
Perlakuan
Setelah penambahan
Setelah 90’
Setelah pemanasan
1
Albumin
H2SO4 1 n
Bening
Putih Keruh dan terdapat endapan putih yang mengapung
Putih keruh dan terdapat endapan putih yang mengapung
2
Albumin
KOH
Bening
Bening
Bening
3
Albumin
NaOH 4N
Bening
Terdapat endapan putih

4
Albumin
Asam Asetat
Bening

Ada endapan
Ada endapan
5
Albumin
HCl
Bening
Putih keruh dan terdapat endapan putih yang melayang
Putih keruh dan terdapat endapan putih yang melayang
3
6
Gelatin
H2SO4 1 N
Bening tidak ada endapan
Terbentuk endapan putih melayang
Terbentuk endapan putih melayang
7
Gelatin
KOH
Belum terbentuk
Terbentukan endapan melayang berwarna putih
Terbentukan endapan melayang berwarna putih
8
Gelatin
Koagulen NaOH 4N
Bening
Bening sedikit keruh dan endapan melayang

Kekuningan berbayang agak keruh dan endapan melayang
9
Gelatin
As. Asetat glasial
Bening, tidak ada endapan
Bening, tidak ada endapan

Bening, tidak ada endapan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Berdasarkan hasil pengamatan sampel gelatin setelah ditambahkan NaOH pekat terjadi perubahan bertambahnya endapan setelah didiamkan 90 menit, kekeruhan terjadi setelah gelatin + NaOH diapanaskan, akan tetapi tidak terdapat perubahan saat pengujian gelatin + HCl. Sedangkan sampel albumin setelah didiamkan 90 menit dan setelah dipanaskan terbentuk kekeruhan pada albumin yang ditambahkan HCl sedangkan albumin yang ditambahkan asam asetat dan NaOH tetap bening. Adanya kekeruhan pada albumin yang ditambahkan HCl menunjukkan bahwa albumin tidak larut dalam asam berkonsentrasi tinggi. Sedangkan pada gelatin yang ditambahkan ketiga larutan, ada yang tidak terjadi perubahan sedikit pun. Hal ini dikarenakan terlalu kecilnya konsentrasi dari sampel tersebut.
Menurut Poedjiadi (1994), titik isolistrik pada albumin adalah pada pH 4,55 - 4,90. Penambahan HCl juga dapat menurunkan pH namun tidak menunjukkan adanya endapan, hal ini karena pH setelah penambahan HCl lebih kecil dari titik isoelektrik albumin sehingga albumin larut dalam bentuk ion. Albumin merupakan protein yang larut dalam air Menurut Poedjiadi (1994), protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam molekul protein akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif.
            Berdasarkan cara pembuatannya, gelatin dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu gelatin tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A diperoleh dari bahan-bahan yang diproses secara asam. Gelatin tipe B diperoleh dari proses secara basa. Gelatin tipe A memiliki titik isoelektrik 7,0-9,0 dan geltin tipe B memiliki titik isoelektrik 4,7-5,1.

5.2.2 Pembentukan Endapan dengan Garam dan Logam Berat
Garam logam berat seperti Ag, Pb, dan Hg akan membentuk endapan logam proteinat. Ikatan yang terbentuk amat kuat dan akan memutuskan jembatan garam, sehingga protein mengalami denaturasi. Secara bersama gugus –COOH dan gugus –NH2 yang terdapat dalam protein dapat bereaksi dengan ion logam berat dan membentuk senyawa kelat. Ion-ion tersebut adalah Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+, Co2+, Mn2+ dan Pb2+. Selain gugus –COOH dan gugus –NH2, gugus –R pada molekul asam amino tertentu dapat pula mengadakan reaksi dengan ion atau senyawa lain. Gugus sulfihidril (-SH) pada molekul sistein akan bereaksi dengan ion Ag+ atau Hg2+ (Poedjiadi, 1994).
Garam-garam dari logam berat seperti Hg2+, Ag+ dan Pb2+ dapat berikatan dengan gugus –SH dari protein. Disamping itu dapat membentuk ikatan yang sangat kuat dengan gugus –COO- dari asam aspartat dan asam glutamate yang terdapat dalam molekul protein pecah sehingga proteinnya sendiri akan mengendap. Dengan terjadinya pengendapan atau disebut juga koagulasi, protein mengalami perubahan konformasi serta posisinya sehingga aktivitasnya berkurang atau kemampuannya untuk menunjang aktivitas organ tubuh tertentu akan hilang. (Poedjiadi, 1994)
Garam logam berat sangat berbahaya bila sampai tertelan karena garam tersebut akan mendenaturasi sekaligus mengendapkan protein sel-sel tubuh. Hal ini seperti denaturasi oleh raksa (Hg) untuk pemurnian emas yang terjadi di Minamata, Jepang.
Putih telur dapat digunakan sebagai antidotum terhadap keracunan logam berat karena putih telur mengandung albumin, sehingga apabila tubuh keracunan logam berat maka ion logam berat tersebut akan bereaksi dengan albumin membentuk koagulan sehingga logam berat tersebut tidak akan mengganggu atau merusak aktivitas enzim lain di dalam tubuh.
Sampel yang digunakan untuk pembentuk endapan garam dan logam berat adalah albumin dan gelatin. Albumin adalah protein yang mempunyai berat molekul yang kecil dan bersifat larut dalam air. Kedua sampel tersebut ditambahkan logam berat yaitu, CuSO4 0,1%, CuSO4 0,2%, FeCl30,2%, HgCl2 0,2%, dan PbAc 0,2% Berikut hasil pengamatan dari kedua sampel :
Tabel 4. Hasil Pengamatan Pembentukan Endapan dengan Garam dari Logam Berat
Kelompok
Sampel
Larutan
Sebelum
Sesudah
1
Albumin
PbAc

Bening
Putih keruh, ada endapan
2
Albumin
CuSO4
Bening
Keruh
3
Albumin
FeCl3
Bening
Endapan, warna kuning
4
Albumin
HgCl2

Bening
Keruh, ada endapan
5
Albumin
ZnAc
Bening
Putih keruh, ada endapan putih melayang

6
Gelatin
PbAc
Bening tidak ada endapan
Bening, ada endapan putih melayang
7
Gelatin
CuSO4
Bening
Berwarna kebiruan dan terdapat endapan
8
Gelatin 2%
FeCl3
Bening
Kuning Keorenan terdapat endapan
9
Gelatin
HgCl2
Bening
Putih keruh, sedikit endapan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)


Berdasarkan Uraian di atas menunjukkan bahwa pengendapan dengan ion logam dipengaruhi oleh gugus yang terkandung dalam asam amino penyusunnya. Berdasarkan hasil praktikum tidak ada endapan yang  diperoleh setelah penambahan FeCl3, diiukti PbAc, Hg Cl2, maupun CuSO4. Gelatin sendiri memiliki komposisi sebagai berikut:

Gambar 3. Komposisi Gelatin

Logam dapat bereaksi dengan gugus R yang bermuatan negatif. Selain itu, logam juga dapat mengendapkan protein dengan cara bereaksi dengan gugus –SH. Protein mengalami denaturasi karena ikatan yang terbentuk amat kuat dan akan memutuskan jembatan garam. Oleh karena itu, logam berat sangat berbahaya jika sampai termakan karena garam logam tersebut akan mendenaturasi sekaligus mengendapkan protein sel-sel tubuh.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat hampir semua sampel mempunyai endapan dan berwarna putih keruh, Menurut literature seperti yang dilakukan oleh asam, logam berat juga mampu mengendapkan protein, namun tergantung pada suhu dan jenis elektrolitnya.  Pada dasarnya albumin dan gelatin merupakan protein yang bersifat polar dan larut dalam air. Oleh karena itu saat ketika diberikan larutan yang bersifat nonpolar seperti asam, basa, ataupun logam berat tidak akan terjadi homogenisasi sehingga timbullah endapan, warna keruh, dan gumpalan.  
Bahwa reaksi antara logam berat dan albumin menghasilkan endapan pada penambahan semua jenis logam berat. Hal ini menunjukkan logam berat yang ditambahkan semuanya bersifat reaktif dengan albumin. Viskositas sel protein seperti gelatin bervariasi tergantung faktor-faktor seperti ukuran molekul, bentuk molekul, suhu, derajat hidrasi, konsentrasi dan pH.

5.3  Denaturasi dan Koagulasi
Denaturasi adalah suatu proses dimana terjadi perubahan-perubahan dalam struktur ruang suatu protein, dari suatu konformasi alami (native convormation) menjadi suatu konformasi yang kurang beraturan. Jadi pada proses ini terjadi perubahan pada struktur sekunder dan tersier. Sedangkan struktur primer tetap dipertahankan (dengan kata lain, ikatan peptida tidak terputus) dari arena itu sekuensi asam amino juga tidak mengalami perubahan.
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992).
Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, 2003).
Denaturasi dan koagulasi dapat dibedakan sebagai berikut. Denaturasi protein adalah suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antar asam amino dan struktur primer protein. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol (Winarno, 1992).
Pemanasan akan menyebabkan denaturasi pada protein. Panas akan memutuskan ikatan-ikatan hidrogen dan ikatan-ikatan disulfida. Sekalipun demikian, ada beberapa jenis protein yang tidak mengalami denaturasi sebagai akibat pemanasan, yaitu gelatin dan kasein.

Tabel 5. Hasil Pengamatan Denaturasi dan Koagulasi
Kelompok
Larutan buffer
t
Setelah dikocok
Setelah dipanaskan
1
pH 5
0’
Putih keruh
Putih keruh
5’
Putih keruh
Putih keruh
15’
Putih keruh
Putih keruh
2
pH 3,8
0’
Keruh
Keruh


5’
Keruh
Keruh


15’
Keruh
Keruh
3
pH 5,3
0’
Keruh +
Keruh +
5’
Keruh +
Keruh +
15’
Keruh +

Keruh +
4
pH 4,7
0’
Keruh
Bening, ada endapan
5’
Keruh
Bening, ada endapan
15’
Keruh
Bening, ada endapan
5
pH 6
0’
Bening +
Bening +++
5’
Bening +
Bening +++
15’
Bening +
Bening +++
6
pH 5
0’
Putih keruh
Putih keruh
5’
Putih keruh
Putih keruh
15’
Putih keruh
Putih keruh
7
pH 3,8
0’
Putih keruh
Terdapat endapan berwarna putih
5’
Putih keruh

15’
Putih keruh +, ada uap di dinding tabung

8
pH 5,3
0’
Putih keruh
Putih keruh
5’
Putih keruh
Putih keruh
15’
Putih keruh dan terdapat uap air
Putih keruh ++
9
pH 4,7
0’
Putih bening
Putih bening
5’
Putih keruh
Putih keruh
15’
Putih kerus, ada endapan
Putih kerus, ada endapan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Perubahan pH dapat menyebabkan koagulasi, yang berhubungan dengan titik isoelektrik protein tersebut. Pengujian didasari oleh penurunan kelarutan yang ditandai dengan adanya endapan setelah penambahkan buffer asetat dengan berbagai pH, lalu dilakukan pemanasan. Sampel yang digunakan adalah kasein. Berdasarkan hasil pengamatan endapan paling banyak diperoleh pada pH 4,7, dan pada pH 5 adanya endapan , tetapi pada pH 5,3  dan 6 tidak ada  endapan.  Hasil ini tidak sesuai dengan literatur, menurut Buckle et al. (1987), partikel kasein berada pada titik isoelektis pada pH 4,6. Pada pH tersebut afinitas partikel terhadap air menurun, dan oleh karenanya akan terjadi pengendapan, dan kasein mengalami ketidakstabilan pada pH 5,3.
Setelah dipanaskan endapan terbentuk lebih banyak, karena pemanasan dapat menyebabkan denaturasi protein. Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut.
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan, terlihat bahwa secara umum larutan tidak mengalami perubahan yang signifikan setelah didiamkan selama 10 menit. Namun, setelah mengalami pemanasan, sampel mengalami perubahan yang cukup jelas. Perubahan yang secara umum terjadi adalah timbulnya gumpalan dan endapan pada larutan sampel setelah pemanasan. Larutan secara umum bertambah keruh dan terbentuk endapan  setelah mengalami pemanasan. Selain itu, endapan kasein yang sebelumnya tampak menjadi semakin berkurang setelah mengalami pemanasan. Pada pemanasan ini, seharusnya tidak terjadi perubahan pada larutan kasein tidak akan mengalami proses denaturasi akibat dari pemanasan.
Kemungkinan kesalahan terjadi karena ketidaktelitian praktikan saat melakukan praktikum. Selain itu, dapat juga diakibatkan kesalahan pada saat melakukan pengamatan ataupun akibat pemanasan yang berlebihan sehingga tampak perubahan seperti terjadi denaturasi atau koagulasi.
Perubahan pH juga akan menyebabkan denaturasi pada protein, perubahan pH dapat dilakukan dengan penambahan asam maupun basa. Perubahan pH ini akan menimbulkan pemutusan ikatan-ikatan ionik.
Berdasarkan hasil pengamatan terbukti bahwa perubahan nilai pH juga dapat menyebabkan perubahan pada sampel protein (kasein). Perubahan ini menunjukkan terjadinya peoses denaturasi protein pada kasein. Pada pH yang makin tinggi (semakin tidak asam), larutan menjadi semakin keruh. Bahkan pada pH di atas 5, sampel kasein sudah berubah warna menjadi putih susu. Perubahan warna ini menujukkan bahwa pada pH yang semakin asam, maka akan terjadi denaturasi protein akibat pemutusan ikatan-ikatan ionik.
Selain pemanasan dan perubahan pH, masih banyak faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi protein. Faktor lainnya adalah pembekuan, agitasi/pengocokan, penambahan detergen, penambahan zat pelarut (misalnya alkohol), dan juga karena penambahan garam.

5.4  Titik Isoelektrik
Seperti asam amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam molekul protein akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada titik isoelektrik protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut (Murray, 2000).
Titik isoelektrik adalah keadaan protein dalam pH tertentu dimana muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol. Adanya gugus amino bebas dan gugus karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein menyebabkan protein bersifat amfoter, sehingga dapat bereaksi dengan asam ataupun basa. Protein mempunyai titik isolistrik yang berbeda-beda. Titik isoelektrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isoelektrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isoelektrik, protein bermuatan positif. Titik isoelektrik pada albumin adalah pada pH 4,55-4,90 (Poedjiadi, 1994).
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul.
Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif. Pada pH isoelektrik muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol (Winarno, 1992).
Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50oC atau lebih. Koagulasi ini hanya terjadi bila larutan protein berada titik isoelektriknya (Poedjiadi, 1994). Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 4–4,5 di mana protein mempunyai muatan positif dan negatif sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau mengendap. Pada temperatur diatas 60oC kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi. Pada uji koagulasi, penambahan asam asetat bertujuan agar larutan albumin mencapai pH isolistriknya sehingga bisa terkoagulasi.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Titik Isoelektrik
Tabung
10’
20’
1
Bening

Bening



3
Keruh
Keruh
4
Keruh
Keruh
5
Tidak ada perubahan
Terdapat endapan dan endapan melayang berwarna putih

6
Keruh
Keruh
7
Keruh, terdapat endapan
Keruh, terdapat endapan
8
Keruh +++
Keruh +++
9
Keruh +
Keruh +



(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Protein seperti asam amino bebas memiliki titik isoelektrik yang berbeda-beda. Titik Isoelektrik (TI) adalah daerah pH tertentu dimana protein tidak mempunyai selisih muatan atau jumlah muatan positif dan negatifnya sama, sehingga tidak bergerak ketika diletakkan dalam medan listrik. Pada pH isoelektrik, suatu protein sangat mudah diendapkan karena pada saat itu muatan listriknya nol.
Titik isoelektrik dapat ditentukan berdasarkan kekeruhan dan endapan karena pada titik dekat isoelektrik akan terjadi gaya tolak-menolak elektrostatik yang menyebabkan kelarutan minimum, sehingga terjadi kekeruhan. Setiap jenis protein memiliki titik isoelektrik yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat pada sampel pada kelompok 7 menit ke 10 adanya kekeruhan dan ada endapan. Sedangkan pada kelompok 3,4,7,8 dan 9 adanya kekeruhan saja. Sedangkan pada menit ke-20 pada semua sampel tidak terdapat perubahan. Kasein memiliki ion yang tidak bermuatan sehingga membentuk isoelektrik.namun ada yang berbeda dari hasil pengamatan kelompok 5 yang tadinya tidak ada perubahan menjadi ada hal tersebut dapat terjadi karena ketidaktelitian praktikan saat melakukan praktikum. Selain itu, dapat juga diakibatkan kesalahan pada saat melakukan pengamatan dan juga dapat disebabkan akibat terlalu lama dipanaskan atau perlakuan pemanasan yang berlebihan.

5.5  Salting Out
Salting out adalah peristiwa pemisahan protein sebagai endapan akibat penambahan garam yang menyebabkan daya larut protein menjadi berkurang. Sampel albumin dan gelatin dipanaskan untuk membuatnya terkoagulasi. Kemudian ditambahkan garam sampai jenuh yaitu sampai garam sudah tidak larut lagi di dalam albumin. Terbentuk endapan putih pada albumin setelah ditambah garam, ini menandakan terjadi salting out. Kemudian diambil filtratnya dengan menggunakan kertas saring. Setelah itu filtrat dites dengan pereaksi biuret, hal ini bertujuan  untuk melihat apakah albumin itu larut di dalam garam atau tidak, karena sebagian besar protein tidak larut dalam larutan garam yang pekat. Apabila pada uji biuret larutan masih berwarna ungu berarti garam tidak sepenuhnya dapat mengendapkan protein (masih ada protein).
            Larutan garam yang ditambahkan pada perlakuan kedua sampel yaitu, Ammonium Sulfat dengan konsentrasi yang berbeda-beda Berikut hasil pengamatan salting out :
                                                                                              
Tabel 7. Hasil Pengamatan Salting Out
Kelompok
Sampel
Konsentrasi
W ammonium sulfat
Endapan
Filtrat
1
Gelatin
10%
0,0560 gram
-
Biru berbayang
2
Gelatin
20%
0,114 gram
-
Biru berbayang (basa)
3
Gelatin
25%
0,144
-
Biru
 Berbayang
4
Gelatin
30 %
0,1756 gram
+
Bening
5
Gelatin 2% + ammonium sulfat
35%
0,2089 gram
+
Basa (biru)
6
Albumin
10%
0,056 gram
+
Biru (Basa)
7
Albumin
20%
0,1143 gram

Warna biru bening
8
Albumin
25%
0,1444 gram
+
Biru
9
Albumin



(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Berdasarkan hasil pengamatan diatas pada semua sampel tidak terjadi perubhan warna yang terlalu jauh. Hal tersebut membuktikan konsentrasi dalam sampel tersebut berbeda-beda. Dan warna biru menandakan bahwa larutan tersebut golongan basa. Hal tersebut diperkuat atau dipastikan oleh sebagian kelompok praktikan yang menggunakan kertas lakmus untuk mengetahui larutan tersebut asam atau basa.
           




VI.       KESIMPULAN dan SARAN

6.1 Kesimpulan:
            Berdasarkan hasil praktikum diatas, maka dapat disimpulkan :
  • Albumin menunjukkan reaksi positif biuret dengan ditandai terbentuknya warna ungu yang berarti adanya dua atau lebih ikatan peptida yang terkandung pada sampel.
  • Larutan albumin tidak menghasilkan warna ungu tetapi menghasilkan warna putih keruh dan terdapat gumpalan putih. Seharusnya albumin dapat membentuk warna ungu setelah diberi perlakuan penambahan buffer asetat, ninhidrin dan pemanasan karena albumin mengandung asam amino.
·         Adanya kekeruhan pada albumin yang ditambahkan HCl menunjukkan bahwa albumin tidak larut dalam asam berkonsentrasi tinggi. Sedangkan pada gelatin yang ditambahkan ketiga larutan, ada yang tidak terjadi perubahan.
·         Reaksi antara logam berat dan albumin menghasilkan endapan pada penambahan semua jenis logam berat. Hal ini menunjukkan logam berat yang ditambahkan semuanya bersifat reaktif dengan albumin
·         Perubahan pH juga akan menyebabkan denaturasi pada protein, perubahan pH dapat dilakukan dengan penambahan asam maupun basa.
·         Titik isoelektrik dapat ditentukan berdasarkan kekeruhan dan endapan karena pada titik dekat isoelektrik akan terjadi gaya tolak-menolak elektrostatik yang menyebabkan kelarutan minimum, sehingga terjadi kekeruhan.

6.2 Saran
o   Praktikan diharapkan lebih teliti dalam melakukan praktikum agar hasil pengamatan tersebut mendapatkan hasil yang maksimal
o   Diharapkan semua praktikan dapat mendokumentasikan hasil praktikumnya agar dapat mempunyai hasil pengamatan yang lebih detail.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., R.A Edwards., G.H Fleet., dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Murray, Robert K, et al. 2000. Biokimia Harper. EGC: Jakarta.
Ophart, C.E., 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Tejasari. 2005. Nilai Gizi – Pangan. Graha Ilmu.Yogyakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

No comments:

Post a Comment