Yoga Jati Pratama
240210140003
Kelompok 1A
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan pengujian mengenai
karakteristik dan pengaruh perlakuan terhadap pigmen. Pigmen merupakan komponen warna dari suatu bahan
pangan. Pigmen mempunyai banyak jenis, antara lain klorofil, karotenoid,
antosianin, flavonoid dan betanin. Dari jenis-jenis pigmen tersebut memiliki
warna, struktur senyawa, dan sifat yang berbeda-beda. Warna merupakan sifat
yang akan dilihat pertama kali sehingga akan menentukan kesan bagi konsumen.
Warna dari suatu bahan pangan
dapat dijadikan sebagai faktor penentu mutu bahan pangan, seperti karakteristik
dan kesegarannya. Selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator kematangan.
Pigmen adalah zat warna alami yang terdapat pada tumbuhan. Pigmen tergolong
dalam beberapa jenis yang salah satunya adalah klorofil, karotenoid,
antosianin, antoxantin, serta tanin. Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau
yang terdapat dalam kloroplas bersama dengan karoten dan xantofil (Winarno,
1997).
Pigmen-pigmen mengalami perubahan kimia,
misalnya yang terjadi pada pematang buah-buahan atau “curing” daging. Pigmen
sensitif terhadap pengaruh kimia dan fisik selama pengolahan terutama panas. Panas sangat berpengaruh terhadap pigmen bahan
pangan, pukulan mekanik dan penggilingan biasanya menyebabkan
perubahan warna bahan pangan karena sebagian besar pigmen tanaman dan hewan
terkumpul di dalam sel-sel tenunan dan dalam “pigmen body” misalnya klorofil
yang terdapat dalam kloroplas, jika sel-sel ini pecah karena penggilingan atau
pukulan, maka pigmen akan keluar dan sebagian akan rusak atau teroksidasi
karena kontak dengan udara.
Kualitas sayur dan buah ditentukan antara lain
oleh pigmen. Pigmen merupakan suatu zat yang dapat menentukan derajat
kematangan atau kesegaran, indikator baik atau tidaknya proses pengolahan,
mempengaruhi persepsi terhadap flavour, dan juga dapat memberikan nilai gizi
seperti karotenoida. Pigmen sayur dan buah dapat mengalami perubahan karena
berbagai perlakuan yang diberikan dalam proses pengolahan suatu bahan pangan atau
penambahan zat kimia lain.
Perubahan warna pada pigmen dipengaruhi oleh pemanasan,
keasaman, dan logam-logam tertentu seperti Fe(besi), Cu (tembaga), Zn(seng).
Selain perubahan pigmen terjadi juga perubahan tekstur dan sifat fisik sayuran
dan buah-buah akibat pengaruh logam seperti Ca(kalsium) dan Mg (magnesium).
Praktikum
yang akan dilakukan antara lain pengaruh
cara pemasakan terhadap klorofil, pengaruh asam, basa, dan logam pada pigmen, uji
H2S, pengawetan warna daging, pencoklatan pada susu. Hasil dan
pembahasan masing-masing perlakuan akan dijelaskan di bawah ini.
4.1 Pengaruh Cara Pemasakan Terhadap Klorofil
Klorofil adalah pigmen berwarna hijau yang berfungsi
membantu proses fotosintesis. Klorofil merupakan zat warna yang tidak stabil
(Poedjiadi, 1994). Pada percobaan kali ini digunakan bayam sebagai sampel dan
direbus dengan dua perlakuan. Perlakuan pertama bayam dimasak dengan panic tanpa
ditutup dan yang kedua bayam dimasak dalam panci yang diberi tutup lalu amati
warna, PH, dan teksturnya.
Tabel 1. Pengaruh Cara Pemasakan terhadap Klorofil
Perlakuan
|
Sebelum Pemanasan
|
Sesudah Pemanasan
|
||||
Warna
|
pH
|
Tekstur
|
Warna
|
pH
|
Tekstur
|
|
Terbuka
|
Hijau
|
7
|
Keras
|
Hijau +
|
>8
|
Lunak
|
Tertutup
|
Hijau ++
|
8
|
Lunak +
|
Sumber : (Dokumentasi
pribadi, 2015)
Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi perubahan warna pada
bayam sebelum dan setelah pemasakan. Hal ini dikarenakan klorofil pada bayam berubah warna magnesium oleh hidrogen membentuk
feofitin atau klorofil yang kehilangan magnesium. Reaksi tersebut berjalan
cepat pada larutan yang bersifat asam. Dapat terlihat juga bahwa warna hijau dengan intensitas
tertinggi adalah pada panci tertutup dan intensitas terendah adalah pada panci
terbuka. Dapat disimpulkan pula bahwa pemasakan dengan panci tertutup mengahsilkan
warna lebih hijau dibandingkan dengan panci terbuka

(hijau)
(cokelat)
Perlakuan pemasakan dengan panci tertutup dan terbuka
memberikan pengaruh juga terhadap pigmen bayam. Berdasarkan hasil pengamatan di
atas dapat dilihat bahwa warna sampel bayam dengan panci tertutup lebih pekat
dibandingkan dengan panci yang terbuka. Hal ini terjadi karena proses pemanasan
suhu dalam panci terjadi secara sempurna pada saat keadaan panci tertutup
sehingga tidak ada pigmen klorofil yang terdapat pada bayam yang menguap
keluar, sedangkan pada keadaan panci terbuka lebih muda warnanya karena proses
pemanasannya kurang sempurna sehingga ada beberapa zat klorofil yang ikut
menguap pada saat pemanasan berlangsung.
Selain terjadi perubahan warna, terjadi pula perubahan
tekstur dari yang sebelumnya kaku dan kasar menjadi lunak. Hal ini dapat
diakibatkan karena air masuk kedalam
sel jaringan bayam sehingga tekanan osmosis dalam sel vakuola tanaman dan
dengan tekanan proroplasma melawan dinding sel dan menyebabkannya diikat
kencang. Dan bila air di dalam sel berkurang maka sel akan lunak dan daun
menjadi layu.
Selain
itu, terjadi pula kenaikan pH pada panci yang terbuka dan pH tetap pada panci
tertutup. Hal ini tidak sesuai dengan literatur, karena selama pemasakan bayam
terbentuk asam-asam organik yang dapat menurunkan pH menjadi lebih asam
bukannya menaikkan pH menjadi basa. (Herudiyanto, Marleen, Ir., M.S. 2006).
4.2 Pengaruh Asam, Basa, dan Logam Pada Pigmen dan Sifat
Fisik Bahan
Asam, basa, dan logam dapat memberikan pengaruh
terhadap pigmen dan sifat fisik bahan. Logam–logam tertentu seperti
Fe, Cu, Zn dapat mempengaruhi warna/pigmen pada bahan pangan. Pada praktikum
ini sampel yang digunakan adalah terong, pepaya, wortel, buncis dan
nanas. Pelarut yang digunakan adalah aquades, FeCL3, MgCl2, CaCl2, asam cuka 25%, NaHCO3, aquades
10ml. adapun prosedur yang dilakukan yaitu sampel dan larutan dimasukan pada
tabung reaksi kemudian amati lalu panaskan selama 15 menit kemudian amati lagi.
Tabel 2. Pengaruh Asam, Basa & Logam pada Pigmen
dan Sifat Fisik
Sampel
|
Perlakuan
|
Sebelum
|
Sesudah
|
||||
Warna
|
pH
|
Tekstur
|
Warna
|
pH
|
Tekstur
|
||
(1
& 6)
|
FeCl3
|
Putih Kecoklatan +
|
4
|
Keras
|
Putih Kecoklatan
|
7
|
Lembek +
|
MgCl2
|
Putih Kecoklatan
|
6
|
Keras +
|
Putih Kecoklatan
|
6
|
Lembek
|
|
CaCl2
|
Putih +
|
5
|
Keras
|
Putih Kecoklatan +
|
7
|
Lembek +
|
|
NaHCO3
|
Putih kecoklatan +
|
7
|
Lembek
|
Putih Kecoklatan +2
|
7
|
Lembek +2
|
|
As.
Cuka 2,5%
|
Putih +2
|
2
|
Lembek +
|
Putih +2
|
2
|
Lembek +3
|
|
Akuades
|
Putih
|
7
|
Lembek
|
Putih kecoklatan +
|
7
|
Lembek +2
|
|
(2
& 7)
|
FeCl3
|
Orange
pucat
|
5
![]() |
Keras
|
Orange pucat ++
|
5
![]() |
Lembek
++
|
MgCl2
|
Orange
pucat
|
6
![]() |
Keras
|
Orange pucat ++
|
6
![]() |
Lembek
+++
|
|
CaCl2
|
Orange
pucat
|
7
![]() |
Keras
|
Orange pucat ++
|
7
![]() |
Lembek
+
|
|
NaHCO3
|
Orange
pucat
|
8
![]() |
Keras
|
Orange
pucat ++
|
7
![]() |
Lembek
++
|
|
As.
Cuka 2,5%
|
Orange
pucat
|
2
![]() |
Keras
|
Orange
pucat ++
|
2
![]() |
Lembek
+
|
|
Akuades
|
Orange
pucat
|
7
![]() |
Keras
|
Orange
pucat ++
|
7
![]() |
Lembek
|
|
(3
& 8)
|
FeCl3
|
Oranye
|
![]() |
Keras
|
Oranye pudar
|
6
![]() |
Lembek
|
MgCl2
|
Oranye
|
6
![]() |
Keras
|
Oranye pudar
|
7
![]() |
Lembek
|
|
CaCl2
|
Oranye
|
8
![]() |
Keras
|
Oranye pudar
|
8
![]() |
Lembek
|
|
NaHCO3
|
Oranye
|
8
![]() |
Keras
|
Oranye pudar
|
7
![]() |
Lembek
|
|
As.
Cuka 2,5%
|
Oranye
|
2
![]() |
Keras
|
Oranye pudar
|
3
![]() |
Lembek
|
|
Akuades
|
Oranye
|
4
![]() |
Keras
|
Oranye pudar
|
7
![]() |
Lembek
|
|
Buncis
(4
& 9)
|
FeCl3
|
Hijau
Cerah
|
5
|
Keras
|
Hijau +
|
6
|
Lembek
|
MgCl2
|
Hijau
Cerah
|
6
|
Keras
|
Hijau +
|
6
|
Keras
|
|
CaCl2
|
Hijau
Cerah
|
7
|
Keras
|
Hijau
|
7
|
Lembek
+
|
|
NaHCO3
|
Hijau
Cerah
|
6
|
Keras
|
Hijau +
|
7
|
Lembek
+
|
|
As.
Cuka 2,5%
|
Hijau
Cerah
|
2
|
Keras
|
Kuning
++
|
7
|
Lembek
+++
|
|
Akuades
|
Hijau
Cerah
|
5
|
Keras
|
Hijau
|
7
|
Lembek
++
|
|
(5
& 10)
|
FeCl3
|
Kuning
|
4
|
Keras
|
Kuning
putih +
|
4
|
Lunak
+ +
|
MgCl2
|
Kuning
|
5
|
Keras
|
Kuning
putih ++
|
4
|
Lunak +
|
|
CaCl2
|
Kuning
|
7
|
Keras
|
Kuning
putih +
|
4
|
Lunak
++
|
|
NaHCO3
|
Kuning
|
6
|
Keras
|
Kuning
putih +++
|
4
|
Lunak
+++
|
|
As.
Cuka 2,5%
|
Kuning
|
2
|
Keras
|
Kuning
putih +
|
4
|
Lunak +
|
|
Akuades
|
Kuning
|
5,5
|
Keras
|
Kuning
putih +
|
4
|
Lunak +
|
Sumber : (Dokumentasi
pribadi, 2015)
Pepaya,
wortel dan nenas mengandung pigmen karotenoid sehingga warnanya menjadi kuning
dan oranye. Warna itu terjadi akibat adanya ikatan rangkap dua yang
terkonjugasi. Warna hijau pada buncis disebabkan oleh adanya kandungan
klorofil. Terong mengandung pigmen antosianin.
Pada
sampel yang mengandung pigmen karotenoid, yaitu pepaya, wortel dan nenas
setelah proses pemanasan warnanya menjadi semakin kecoklatan pada suasana asam dan menjadi semakin cerah atau terang pada suasana basa. Hal ini sesuai dengan
literatur yang menyebutkan bahwa pigmen karoten warnanya akan semakin memudar
dalam suasana asam, sedangkan apabila dalam larutan basa warnanya menjadi lebih
terang (deMan, John. M. 1997). Karotenoid merupakan kelompok pigmen
yang berwarna kuning, orange, merah orange serta larut dalam minyak (lipida).
Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0,5%) bersama-sama dengan klorofil (9,3%),
terutama pada bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding sel-sel
palisade.
Pada
sampel yang mengandung pigmen antosianin (terong), setelah proses pemanasan pada suasana asam warna sampel
menjadi lebih pekat dan pada suasana basa warnanya
menjadi lebih pucat. Dari data tersebut diduga pigmen
antosianin terdapat pada kulit terong. Data pengamatan diatas agak melenceng
dari teori yang ada, yang menyebutkan bahwa pengaruh asam pada pigmen
antosianin warnanya menjadi merah sesuai dengan sifat antosianin yang apabila
dalam kondisi asam akan berwarna merah sedangkan dalam larutan basa berwarna
ungu. Antosianin dapat lebih stabil dalam perlakuan asam dibandingkan pada
perlakuan netral atau basa. Adanya data pangamatan yang kurang tepat tersebut
disebabkan praktikan salah mengamati bukan kulit terongnya tetapi dalamnya
sehingga data menyebutkan dengan berbagai larutan hasilnya adalah putih
kecoklatan.
Pada
sampel yang mengandung pigmen klorofil (buncis), setelah proses pemanasan pada
suasana asam warna buncis menjadi semakin hijau sedangkan pada suasana basa
warna buncis menjadi agak pudar. Hali ini sesuai dengan literatur yang
menyebutkan bahwa pengaruh asam dan basa terhadap pigmen klorofil akan
menyebabkan warnanya semakin tua jika
larutan semakin asam, dan menjadi hijau kekuningan jika semakin basa larutan (Poedjiadi, Anna. 1994).
Berdasarkan data hasil pengamatan, pengaruh logam pada
pigmen klorofil, setelah direndam dalam
larutan logam maka warnanya berubah menjadi hijau tua, dan pH nya menjadi turun
(agak asam) dan teksturnya lebih lunak. Sedangkan pada sampel yang mengandung
pigmen antosianin pengaruh logam adalah membuat warna pada kulit sampel berubah
menjadi berwarna putih pucat, pH nya berada pada suasana asam dan teksturnya
menjadi lebih lunak. Pada sampel yang mengandung pigmen karotenoid, penambahan
logam menyebabkan warnanya menjadi lebih cerah.
Setelah
proses penambahan senyawa-senyawa di atas dan pemanasan, tekstur semua contoh
berubah. Contoh pepaya, buncis, terong dan lain-lain berubah menjadi semakin
lunak karena perusakan jaringan oleh pemanasan dan senyawa kimia.
4.3
Uji Perubahan Warna Daging
Pada
percobaan ini dilakukan perlakuan yaitu dengan memotong-motong daging dengan
pisau stainless steel lalu dibiarkan selama 20 menit, penambahan aquades, dan
pemanasan sampai mendidih lalu amati dengan berbagai macam perlakuan.
Tabel 3. Perubahan Warna Daging
Sampel
|
Perlakuan
|
Warna
|
Daging
segar
|
Didiamkan
|
Merah ati
|
Ditambah akuades
|
Merah muda
|
|
Dipanaskan
|
Coklat
|
Sumber : (Dokumentasi
pribadi, 2015)
Daging memiliki mioglobin dan
hemoglobin yang membuatnya berwarna merah segar. Kedua pigmen tersebut
mengandung protein globin dan gugus heme (feroprotoporfirin) yang terdiri atas
sistem cincin porfirin dan atom besi sebagai pusat. Akan tetapi hemoglobin dan mioglobin bukan merupakan
satu-satunya pigmen yang terdapat pada daging, pigmen lain yang terdapat pada
daging adalah sitokrom dan flavin
Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui perubahan yang terjadi pada pigmen daging dan apa yang menyebabkan
berubahnya pigmen tersebut. Percobaan pertama adalah dengan memotong daging
segar dan mendiamkannya selama 20 menit. Dari hasil pengamatan setelah 20
menit, diperoleh bahwa warna daging berkurang kemerahannya. Hal ini disebabkan
karena daging tersebut teroksidasi oleh udara sehingga menghasilkan senyawa
yang disebut nitrosilmioglobin yang bersifat tidak stabil dan berwarna merah.
Uji warna daging lain yang
dilakukan adalah daging yang direndam dalam akuades dan dipanaskan. Berdasarkan
hasil pengamatan, daging yang tanpa pemanasan warnanya merah muda. Warna tersebut
disebabkan oleh difusi akuades ke dalam daging sehingga udara tidak dapat masuk
pada daging. Kemudian daging yang diberi perlakuan pemanasan hingga mendidih,
warna daging berubah menjadi coklat. Hal ini disebabkan karena mioglobin yang
telah teroksidasi menjadi oksimioglobin, akibat pemanasan berubah menjadi
senyawa hemirokrom yang berwarna coklat. Selain itu protein dalam daging juga
mengalami denaturasi oleh Fe3+. Perubahan warna menjadi coklat,
terjadi dalam dua tahap, yaitu sebagai berikut:
MbO2 ↔ Mb
↔ MetMb
Merah
merah kelembayungan
kecoklatan
4.4
Uji H2S dan Uji Amoniak
Pada
percobaan uji kesegaran ini dilakukan dua percobaan yaitu uji amoniak dan uji H2S.
Pada uji amoniak, yang ingin diketahui adalah kesegaran dari daging yang
diberikan perlakuan. Pada uji H2S, hal yang ingin diketahui adalah
sama dengan uji amoniak yaitu kesegaran dan mutu daging.
Tabel 4. Tes Kesegaran Daging
Sampel
|
Uji
|
Keterangan
|
Daging
Busuk
|
Amoniak
|
Berasap
pH = 0
Tesktur
agak keras
Warna
coklat pudar
![]() |
H2S
|
Bercak
coklat
|
Sumber : (Dokumentasi
pribadi, 2015)
Pada percobaan uji kesegaran H2S
ini, yang dilakukan dengan sampel daging busuk kemudian di iris tipis setelah
itu dimasukan kedalam cawan petri lalu daging ditutup dengan menggunakan kertas
saring. Kertas saring memiliki fungsi untuk mengetahui apakah ada bintik coklat
sebagai ciri tumbuhnya bakteri penghasil H2S dan sebagai salah satu
ciri yang menandakan daging tersebut sudah mengalami pembusukan, contoh bakteri
H2S adalah pseudomonas juga menghasilkan enzim yang
mampu memecah komponen lemak dan protein dari bahan pangan sehingga menimbulkan
bau busuk dan menimbulkan lendir, setelah itu tambahkan 3 tetes Pb-asetat 5% diatas
kertas saring kemudian amati, dan untuk memudahkan dalam mengamati perubahan
warna yang terdapat pada kertas saring. Daging yang tidak segar akan bereaksi
positif dengan Pb-asetat dengan membentuk PbS, yang meninggalkan bekas warna
coklat pada kertas saring setelah diteteskan Pb-asetat. Hal ini disebabkan selain
oleh bakteri pseudomonas disebabkan juga karena daging yang
tidak segar telah banyak mengandung sulfur. Noda-noda berwarna hitam yang
terdapat dalam kertas saring tersebut merupakan endapan PbS. Pada percobaan
didapati bahwa kertas saring positif berwarna hitam dapat disimpulkan bahwa
sampel daging yang digunakan sudah membusuk. Dan mempunyai ciri yang sesuai
dengan literature yang sudah dipaparkan di atas. Kemudian pada percobaan uji
amoniak, yang dilakukan adalah daging busuk dimasukkan kedalam tabung reaksi
yang berisi larutan eter kemudian amati. Penggunaan eter pada uji kesegaran
daging akan mengeluarkan asap putih yang merupakan NH3 yang menguap
dan keluar jika daging tidak segar lagi. Pada percobaan ini didapat hasil yang
positif, dimana ketika daging menyentuh larutan sudah terdapat asap putih
dengan Tekstur agak keras dan memiliki warna coklat pudar.
.
4.5 Pengawetan Warna Daging
Daging yang
segar secara visual ditandai oleh warnanya yang merah dan segar, bau darah
segar, dan masih kenyal. Kesegaran daging dapat dipertahankan salah satunya
dengan cara penambahan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur,
nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan
lain-lain. Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan
kimia sangat praktis karena dapat menghambat berkembangbiaknya mikroorganisme
seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi yang mengakibatkan kerusakan pada
daging. Pengawetan daging dengan penggunaan garam ini disebut juga dengan
proses curing.
Pada percobaan ini, garam-garam yang digunakan untuk
mempertahankan warna daging adalah A. Na-nitrat (NaNO3) 0,1 gram dan
Na-nitrit (NaNO2) 0,1 gram, digunakan vitamin C 0,005 gram serta
akuades 10ml, kemudian B. digunakan
akuades 10ml dan Na-nitrat (NaNO3) 0,1 gram, lalu C. Na-nitrit
(NaNO2) 0,1 gram dan akuades 10ml serta yang terakhir D. vitamin C
0,005 gram dan akuades 10ml semua zat itu dagabungkan dengan perbedaan
komposisi yang di larutkan yang akan digunakan sebagai pembanding. Bahan kimia
ini dimasukkan ke dalam tabung reaksi bersama potongan daging dan tambahkan
asam cuka 95% sebelum daging di panaskan yang bertujuan agar pH menjadi rendah
sehingga daging mempunyai struktur yang terbuka yang sangat diinginkan untuk
pengasinan daging (curing). biarkan 15 menit amati lalu panaskan selama 15
menit dan amati perubahannya.
Tabel 5. Pengawetan Warna Daging
Tabung
|
Larutan
|
Warna
|
|
Setelah
|
Sesudah
|
||
1
|
A
|
Merah +
|
Coklat +
|
2
|
B
|
Merah ++
|
Putih
|
3
|
C
|
Merah pucat ++
|
Coklat ++
|
4
|
D
|
Merah pucat +
|
Coklat muda
|
Sumber : (Dokumentasi
pribadi, 2015)
Berdasarkan
literatur, zat yang paling baik untuk mempertahankan warna daging
adalah natrium nitrit. Karena penambahan nitrit pada daging (mioglobin) akan
memberikan reaksi :
Nitrit + mioglobin è
nitrosomioglobin (merah), tidak stabil
Dan apabila dipanaskan menjadi :
panas
Nitrosomioglobin è nitrosohemokrom
(lebih stabil)
Pada data
pengamatan, hampir semua data menunjukkan warna coklat setelah perlakuan
pemanasan, termasuk pada daging yang diberi larutan natrium nitrit. Hal ini
tidak sesuai dengan literatur yang ada. Ketidaksesuaian ini mungkin disebabkan
dari kurangnya jumlah natrium nitrit yang seharusnya digunakan untuk mempertahankan
warna kemudian penggabungan atau pengombinasian dengan zat lain juga diduga
kurang efektif untuk mempertahankan warna. Apabila natrium nitrit yang digunakan kurang dari kadarnya dan pengkombinasian
zat tersebut tidak efektif maka warna yang ditimbulkan akan lemah sehingga
kestabilan mempertahankan warnanya menjadi lemah pula.
4.6 Pengujian
pencokatan pada susu
Pencoklatan
susu bubuk tanpa lemak merupakan pencoklatan non enzimatis atau reaksi
Maillard. Pencoklatan non-enzimatis diakibatkan dari pigmen-pigmen coklat yang
terbentuk karena protein bereaksi dengan gula-gula mereduksi (mempunya gugus
aldehid atau keton bebas). Pemanasan yang lama mengakibatkan susu bubuk tanpa
lemak tersebut berubah warna menjadi coklat yang mulanya berwarna putih dan
bertambah kering. Warna yang trlihat semakin coklat seiring lamanya waktu
pemanasan. Begitu pula dengan tekstur susunya, semakin lama waktu pemanasan
teksturnya semakin keras dan menyatu atau menggumpal. Sampel yang digunakan pada
percobaan ini adalah susu skim, yaitu susu yang sudah dipisahkan anatara
protein dengan lemaknya dan tinggi akan kasein. Tahapan yang dilakukan yaitu
susu dituangkan secukupnya (10 gram) ke dalam cawan alumunium. Kemudian di
oven, ditunggu suhunya sampai konstan (105oC) dan diangkat pada
menit ke-0, 10, 30, 40 dan 60. Setelah itu diamati perubahan yang terjadi.
Berikut ini adalah hasil pengamatannya.
Tabel 6. Pencoklatan pada Susu
Waktu
Oven
|
Warna
|
0’
|
Putih
|
10’
|
Putih kekuningan +
|
20’
|
Putih kekuningan ++
|
30’
|
Putih kekuningan +++
|
40’
|
Putih kekuningan ++++
|
60’
|
Kuning
|
Sumber : (Dokumentasi
pribadi, 2015)
Berdasarkan hasil pengamatan
menunjukan bahwa susu pada menit ke-0 berwarna putih, semakin lama waktu
pemanasan susu warnanya menajdi putih kekuningan, dan akhirnya pada pemanasan
paling lama, yaitu selama 60 menit berubah menajdi kuning. Hal tersebut sesuai
dengan literature, semakin lama pemanasan, maka warna susu terlihat semakin
coklat (kuning). Proses pemanasan susu dengan suhu tinggi dalam waktu yang
cukup lama juga dpat menyebabkan terjadinya rasenisasi asam asam amino, yitu
perubahan konfigurasi asam amino dari bentuk L ke bentuk D. Tubuh manusia
umumnya hanya dapat menggunakan asam amino dalam bentuk L. Dengan demikian
proses rasemisasi sangat merugikan dari sudut pandang ketersediaan biologis
asam-asam amino di dalam tubuh.
Reaksi
pencoklatan yang terjadi adalah reaksi Maillard yang terjadi antara gugus
karbonil gula pereduksi yaitu laktosa pada susu dan gugus amino dari kasein
sebagai protein susu. Reaksi ini akan menghasilkan melanoidin sehingga susu
semakin berwarna coklat. Reaksi pencoklatan pada susu ini, adalah reaksi yang
tidak diinginkan, Karena juga mempengaruhi rasa susu tersebut. Tekstur susu
yang mengeras dan cenderung menyatu dikarenakan dehidrasi yang dialami susu.
V. KESIMPULAN
dan SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum diatas, maka dapat disimpulkan :
1.
Pigmen mudah terpengaruh oleh
perlakuan tertentu, seperti panas dan penambahan bahan kimia, asam, basa, dan
logam.
2.
Proses pemanasan suhu dalam panci terjadi secara sempurna
pada saat keadaan panci tertutup sehingga tidak ada pigmen klorofil yang
terdapat pada bayam yang menguap keluar, sedangkan pada keadaan panci terbuka
lebih muda warnanya karena proses pemanasannya kurang sempurna sehingga ada
beberapa zat klorofil yang ikut menguap pada saat pemanasan berlangsung.
- Sifat fisik bahan dipengaruhi oleh adanya logam seperti Fe, Cu, dan Zn yang dapat mempengaruhi perubahan warna/pigmen, dan Ca, Mg yang dapat mempengaruhi tekstur atau sifat fisik sayuran dan buah-buahan.
- Daging yang busuk ditandai oleh bintik coklat yang terdapat pada kertas saring.
- Kesegaran daging dapat diuji dengan uji amoniak dan uji H2S.
- Warna daging menjadi coklat pucat, yang disebabkan difusi akuades ke dalam daging.
5.2 Saran
1.
Praktikan
diharapkan lebih teliti dalam melakukan praktikum agar hasil pengamatan
tersebut mendapatkan hasil yang maksimal
2.
Diharapkan semua
praktikan dapat mendokumentasikan hasil praktikumnya agar dapat mempunyai hasil
pengamatan yang lebih detail.
3.
Diharapkan semua praktikan memahami prosedur sesuai dengan
literature agar ketika melakukan pengamatan praktikan tidak keliru bagian mana
saja yang harus diamati.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A, Edwards, R.A, Fleet, G.H. dan M. Wooton.1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan
Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Herudiyanto, Marleen, Ir., M.S. 2006.
Pengantar Teknologi Pengolahan Pangan. Jurusan Teknologi Industri Pangan,
Jatinangor.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI
Press.
Winarno, F.G.
1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
deMan,
John. M. 1997. Kimia Makanan. Bandung.
Penerbit ITB.
Maryati.
2006. Biologi SMA 2. Penerbit Erlangga, Jakarta
No comments:
Post a Comment