Friday, June 24, 2016

Laporan praktikum kimia pangan (sistem dispersi)



Yoga Jati Pratama
240210140003
Kelompok 1A Universitas Padjadjaran

V.      HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Hampir semua bahan pangan merupakan sistem dispersi. Sistem dispersi bisa dikatakan sebagai sistem campuran lebih dari dua komponen dengan ukuran komponen yang lebih besar dibandingkan larutan sejati tetapi lebih besar dari ukuran komponen dalam campuran kasar (sistem koloid). Dalam hal ini untuk sistem dispersi terdapat fase pendispersi atau fase kontinyu dan fase terdispersi. Bahan pangan yang merupakan system atau larutan homogen sangat sedikit seperti minyak makan dan beberapa jenis minuman lainnya. Beberapa contoh bahan pangan yang merupakan sistem dispersi adalah susu (yaitu cairan yang mengandung droplet lemak dan protein agregat /Casein misel), beberapa gel yang terdiri atas jaringan polisakarida yang mengimobilisasi larutan.
Menurut Winarno (1992) dapat dikatakan bahwa dispersi pangan yaitu sistem pangan yang terdiri dari satu atau lebih fase terdispersi atau fase diskontinu dalam suatu fase kontinu. Fase terdispersi dapat berupa kristal bahan padat yang amorf, fragmen-fragmen sel, sel utuh, tetesan dari suatu cairan ataupun gas. Fase kontinu umumnya air atau minyak makan. Beberapa bahan kimia dalam makanan tidak dapat membentuk suatu larutan, tetapi hanya terdispersi dalam air. Kelompok senyawa tersebut membentuk dispersi kolodial. Perbedaan antara larutan murni dan dispersi kolodial terletak dalam ukuran molekul dan partikel yang terlibat dan juga luas relatif permukaannya.
Praktikum kali ini dilakukan mengenai dispersi pangan. Dispersi pangan dapat diklasifikasi berdasarkan ukuran dan kondisi fisik menjadi 3 antara lain disperse koloid, dispersi kasar atau suspensi , dan larutan. Koloid adalah suatu campuran zat heterogen antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid tersebar merata dalam zat lain. Ukuran koloid berkisar antara 1-100 nm ( 10-7 – 10-5 cm ). Dalam kehidupan sehari-hari kita sering bersinggungan dengan sistem koloid sehingga sangat penting untuk dikaji. Sebagai contoh, hampir semua bahan pangan mengandung partikel dengan ukuran koloid, seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Emulsi seperti susu juga termasuk koloid.
Percobaan kali ini bertujuan mengenal sistem dispersi pangan dengan air sebagai salah satu fase.
Sistem dispersi pangan terbagi menjadi tiga, diantaranya yaitu sebagai berikut.
1.      Dispersi kasar (suspensi) mengandung partikel zat yang didispersikan berukuran lebih besar dari 0.5 nm dalam satu fase kontinyu.
2.      Dispersi koloid mengandung partikel zat yang didispersikan berukuran antara 1 nm – 100 nm.
3.      Dispersi molekuler (larutan sejati) mengandung partikel zat yang didispersikan berukuran lebih kecil dari 1 nm dalam satu sistem fase tunggal.
Berdasarkan ukuran fase terdispersinya, system dipersi dibedakan menjadi tiga, yaitu : larutan sejati, koloid dan suspensi. Sifat dari masing masing system dispersi tersebut adalah:
5.1       Pengenalan Sistem Dispersi
            Pada pengenalan sistem dispersi dilakukan 10 percobaan. Percobaan itu diantaranya larutan, dispersi kasar, sol, busa, emulsi, busa padat, kecepatan pelelehan emulsi, kestabilan emulsi, dan stabilitas relatif zat pengemulsi.
5.1.1    Larutan
Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven.
Praktikum ini menggunakan sampel gula dan garam yang menjadi zat terlarut sedangkan air berperan sebagai pelarut atau solven. Gula berbentuk seperti kristal dan ukurannya sedikit lebih besar dari garam serta warnanya putih bening. Sementara garam berbentuk seperti kristal dan berwarna putih namun ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan gula. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi. (Buckle, 1985)



Tabel 1. Hasil Pengamatan Larutan
Sampel
Sebelum
Setelah
Warna
Tekstur
Bentuk
Warna
Kejernihan
Homogenitas
Gula
Putih
Kasar ++
 Kristal 
Bening
Jernih ++
Homogen
Garam
Putih
Kasar +
Kristal
Bening
Jernih +
Homogen
(Sumber : DokumentasiPribadi, 2015)
Gula dan garam ketika dimasukan ke dalam air, tersebut tidak dapat langsung larut dan akan terjadi pengendapan karena, ini disebabkan gula dan garam merupakan padatan kristal yang higroskopis, sehingga diperlukan pengadukan dengan waktu tertentu agar dapat larut dengan baik. Setelah pengadukan larutan sampel padat (gula dan garam) yang digunakan larut dalam air adapun prosedur dalam melakukan pengujian ini yaitu lab satu mengambil 2 sendok spatula gula dan lab 2 mengambil 2 sendok spatula garam kemudian amati bentuk fisik dan masukan pada tabung 10ml untuk masing-masing tabung setelah itu diaduk dan diamati warna, kejernihan dan homogenitas, hasilnya setelah diamati dimana yang paling homogen adalah gula serta yang paling jernih.
Pengadukan atau pengocokkan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan. Dengan melakukan pengadukan molekul-molekul gula maupun garam akan lebih cepat melepaskan diri sehingga akan lebih cepat larut. Gula dan garam ketika dimasukan ke dalam air, tersebut tidak dapat langsung larut dan akan terjadi pengendapan karena, ini disebabkan karena gula dan garam merupakan padatan kristal yang higroskopis, sehingga diperlukan pengadukan dengan waktu tertentu agar dapat larut dengan baik. Untuk larutan gula pasir pengadukan dibutuhkan waktu agak lama karena adanya daya tarik antara molekul air dengan molekul gula. Pengadukan atau pengocokkan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan. Dengan melakukan pengadukan molekul-molekul gula akan lebih cepat melepaskan diri sehingga akan lebih cepat larut. Adanya pengadukan maka larutan gula tersebut menjadi homogen.  Larutan ini terdiri dari 1 fase. Sistem ini dinamakan sistem tunggal yang terjadi karena molekul-molekul air bergabung secara ikatan hidrogen pada gugus polar molekul gula yang terdapat pada permukaan air gula. Molekul air yang mula-mula terikat pada lapisan pertama ternyata tidak bergerak, kemudian molekul gula akhirnya dikelilingi lapisan air yang kemudian melepaskan diri dari kristal. Proses ini yang menyebabkan terjadinya larutan gula.
Pengadukan pada larutan garam dilakukan agar molekul air dapat mengurangi daya tarik menarik antara Na+ dan Cl- yang terdapat dalam garam dapur (NaCl). Kemudian ion-ion tersebut terhidrasi dan dilepaskan oleh molekul air. Agar dapat mengurangi daya tarik menarik sehingga pelarutan gula dan garam dapat lebih mudah dipergunakan air panas. Gula dan garam akan lebih cepat melarut dalam air panas. Jadi suhu pun berpengaruh terhadap suatu pelarutan. Dalam hasil percobaan, setelah gula dan garam dimasukan ke dalam air dan dilakukan proses pengadukan dapat dilihat bahwa larutan gula dan garam yang terbentuk memiliki homogenitas yang baik, berwarna putih jernih pada larutan garam dan sedikit keruh pada larutan gula.
5.1.2    Dispersi Kasar dan Sol
Dispersi kasar mengandung partikel-partikel lebih besar dari 0,5 nm dalam suatu fase kontinu. Dispersi kasar bersifat heterogen, tidak kontinu, sehingga merupakan system dua fase (Deman, 1997). Dispersi kasar dapat dipisahkan dengan penyaringan.
Pada praktikum kali ini langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengambil 1 sendok teh susu skim bubuk dan perhatikan sifat fisiknya, masukkan ke dalam tabung reaksi dan tambahkan air 10ml lalu aduk, setelah mengamati campuran, kemudian diamkan campuran selama lima menit amati baru kemudian dilakukan pengadukkan lagi dan amati setelahnya.
Sol merupakan sistem koloid yang partikel-partikel gas atau padatnya terdispersi dalam medium cair. Atau merupakan suatu koloid liofob yang konsentrasinya ≤ 1 % volume (afinitas zat terdispersi jauh lebih kecil daripada medium dispersinya). Sol terdiri dari berbagai ragam dengan warna yang amat bergantung pada ukuran partikelnya. Untuk fase padat dan fase cair yang terdispersi dalam medium gas disebut aerosol (kabut/asap). Jika medium dispersinya alkohol disebut alkosol. Jika medium dispersinya air dinamakan hidrosol.



Tabel 2. Hasil Pengamatan Sol
Sampel
Sebelum ditambahkan emulsi
Setelah ditambahkan emulsi
Warna
tekstur
Bentuk
Warna
Kejernihan
Homogenitas
Susu skim
(5 & 10)
Putih kuning
Agak kasar
butiran
Putih susu
Jernih
Terpisah 2 lapisan
Lapisan I. Busa
Lapisan 2. Larutan susu
Susu skim
(4 & 9)
Cream
(putih kekuningan)
halus
Tidak berbau
Putih
 
Tidak jernih
Tidak homogen
Lapisan 1 busa
Lapisan 2 susu
Susu skim
(2 & 7)
Putih kekuningan
halus
bubuk
Putih kekuningan
Keruh
Homogen
Susu skim
(3&8)
Putih kekuningan
kasar
butiran
Putih susu

Keruh
Homogen
Susu skim
(1&6)
Putih
Kasar +
Serbuk
Putih
Tidak jernih
Terpisah 2 lapisan (atas ke bawah)
Lapisan 1. Busa
Lapisan 2. Larutan susu
(Sumber :DokumentasiPribadi, 2015)
Hasil pengamatan setelah campuran didiamkan beberapa saat menunjukkan bahwa campuran tersebut tetap homogen, dengan warna putih kekuningan. Digunakannya air karena partikel susu tersebut berukuran lebih besar dari pada partikel pendispersinya. Sifat larutan yang homogen menandakan bahwa larutan adalah sebuah sistem koloid.
Campuran tetap homogen karena susu bubuk adalah bagian susu yang rendah lemak sehingga komponen non polar pada susu bubuk hanya sedikit atau tidak ada, maka komponen yang tidak larut air akan lebih sedikit. Selain itu, dalam susu bubuk terdapat penstabil agar tidak terjadi adsorbsi antar molekul lemak sehingga lemak tetap terdispersi dalam air. Namun sebagian kelompok ada yang mendapatkan hasil yang susu yang berbusa hal tersebut dapat terjadi ketika mengadukan susu yang diaduk terlalu cepat sehingga menimbulkan busa.
Pada pengamatan dispersi kasar didapati hasil bahwa tepung tapioka tersebut memiliki dua fase dan kurang stabil. Pada saat tapioka dimasukkan ke dalam air, tepung tapioka tersebut sudah cukup homogen, namun pada saat didiamkan 5 menit tepung tapioka kembali terpisah menghasilkan endapan. tetapi pada saat diaduk tepung tapioka menjadi kembali homogen. Homogenitasnya dibandingkan dengan larutan dan sol maka dispersi kasar memiliki homogenitas yang lebih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari terbentuknya endapan pada larutan tapioka setelah mengalami proses pengadukan. Homogenitas dispersi kasar lebih rendah jika dibandingkan dengan larutan dan sol karena dispersi kasar mengandung partikel-partikel lebih besar dari 0,5 nm dalam suatu fase kontinu.
Pada pengamatan dispersi kasar didapati hasil bahwa tepung tapioka tersebut memiliki dua fase dan kurang stabil. Pada saat tapioka dimasukkan ke dalam air, tepung tapioka tersebut sudah cukup homogen, namun pada saat didiamkan 5 menit tepung tapioka kembali terpisah menghasilkan endapan. tetapi pada saat diaduk tepung tapioka menjadi kembali homogen.




Hasil pengamatan yang diperoleh pada percobaan sol sudah sesuai dengan literature bahwa protein dari susu akan membentuk disperse kolidal. Pada saat ditambahkan air dan diaduk susu menjadi larut, karena susu mendapat dorongan sehingga dapat memecah partikel-partikel dalam air sehingga membentuk larutan. Sementara jika tidak diaduk dan dibiarkan akan terjadi pemisahan larutan menjadi tidak homogen. Namun ketika didiamkan larutan susu tersebut tetap homogen, hal ini dapat diakibatkan karena susu yang digunakan adalah susu skim yang tidak memiliki lemak sehingga dengan mudah susu tersebut homogen dengan air ketika didiamkan atau bisa juga karena waktu didiamkan kurang terlalu lama oleh karena itu larutan tersebut masih terlihat homogen. Perbedaan sol dengan dispersi kasar yaitu sol lebih homogen. Karena pada dispersi kasar tapioka mengendap seluruhnya yang disebabkan pratikel molekulnya lebih besar dibandingkan sol. Berdasarkan tingkat homogenitasnya antara larutan, dispersi kasar, dan sol dari yang paling tinggi didapat hasil :
Larutan > Dispersi kasar > Sol
4.1.3    Busa
Busa adalah sistem dispersi dari gas yang terdispersi dalam zat cair. Pada dasarnya foam atau busa sangat mirip dengan emulsi o/w. Akan tetapi pada busa terdapat perbedaan dengan emulsi o/w diantaranya terkait dengan adanya gelembung pada busa. (Muchtadi, 1997).
Pada percobaan busa digunakan sampel putih telur. Kemudian sampel tersebut dikocok dengan kelompok 1,2,6,dan 7 menggunakan garpu lalu dikocok lalu setelah itu dilanjutkan dengan mengkocoknya dengan alat pengocok telur sampai kaku. Dan kelompok 3,8,4,9,5,10 memakai 2 butir telur lalu dikocok dengan alat mixer sampai kaku kemudian kedua perlakuan tersebut liat dalam mikroskop setelah itu gambar/foto Hasil yang didapat dapat dilihat pada tabel 4.





Kelo
m
pok
Sam
pel
Sebelum
 di kocok
Sesudah
dikocok dengan garpu
Sesudah dikocok
 dengan pengocok telur
Warna
Tekstur
Gambar
Warna
Tekstur
Gambar
Warna
Tekstur
Gambar
2 & 7
Putih telur
Bening
Kental
Putih
Busa +
Putih
Busa +++++, memadat,
 tidak
tumpah saat dibalikkan
1 & 6
Putih telur
Bening
Kental
Tidak
 terdokumen
tasikan
Putih
Busa
Tidak terdok
umentasikan
Putih
Busa +++
Tidak
terdoku
mentasikan
Tabel 4.Hasil Pengamatan Busa pada Putih Telur dengan Prngocokan Pengocok Telur
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2015)

Tabel 5.Hasil Pengamatan Busa pada Putih Telur dengan Pengocokan Mixer
Kelompok
Sampel
Sebelum di mixer
Sesudah di mixer
Warna
Tekstur
Gambar
Warna
Tekstur
Gambar
5 dan 10
Putih telur
Putih bening
Kental
Description: C:\Users\Naufi\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\1449302750518.jpg
Putih
Busa, lembut
Description: C:\Users\Naufi\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\1449302935490.jpg
4 & 9
Putih telur
Bening
Kental

Putih
Busa,
Kaku
3 & 8
Putih Telur
Bening
Kental

Putih
Busa,
Lembut
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2015)

Berdasarkan tabel diatas, Pengocokan dengan alat ternyata menghasilkan busa putih telur yang memiliki tekstur yang lembut, kaku, dan terdapat gelembung udara baik pengocokan dengan garpu, pengocok telur maupun mixer. Busa dalam putih telur ini merupakan suatu sistem dispersi pangan yang termasuk jenis koloid fase gas yang terdispersi dalam fluida. Terbentuknya busa tersebut disebabkan karena protein yang memiliki sifat pada saat terangkat (teraduk) akan membentuk lapisan tipis atau film yang menangkap udara. Pada umumnya protein sangat mudah membentuk busa pada proses pengadukan dan aerasi. Kestabilan buih ditentukan oleh kandungan ovomusin (salah satu komponen putih telur ). Putih telur dapat mengembang  karena kandungan gas yang tinggi akibat pengocokan yang tertahan pada putih telur dan berbuih halus. Putih telur bisa berbusa karena protein putih telur mudah didenaturasi dengan bahan dan karena adanya gaya permukaan.
5.1.4    Busa Padat
Busa padat merupakan salah satu sistem dispersi dengan fase terdispersi gas dan fase pendispersi adalah padat. Pada percobaan busa padat sampel yang digunakan adalah arum manis. Normalnya busa sel tertutup memiliki kekuatan pemampatan yang lebih tinggi. Karena lebih padat, busa sel tertutup membutuhkan lebih banyak material. Sel-sel tertutup bisa diisi dengan sebuah gas khusus yang menyediakan insulasi yang unggul. Hal ini berlawanan dengan busa sel terbuka yang akan diisi dengan apapun yang berada di sekelilinginya. Busa sel terbuka menjadi penyekat yang relatif bagus saat diisi dengan udara. Tapi jika terisi air, sifat penyekatnya akan berkurang. (Tranggono, 1990).
Tabel 6. Hasil Pengamatan Busa Padat
Sampel
Gambar
Deskripsi
Arum manis
(5 & 10)
Tidk ada
dokumentasi
Sama seperti arum manis ketika dilihat tanpa kaca pembesar
Arum manis
(4 & 9)
Serabut dan lengket saat dipegang
Arum manis
(3 & 8)
[menyusul yaa]
Berserabut
Arum manis
(2 & 7)
[menyusul yaa]
Berserabut
Arum manis
(1&6)
Berserabut
(Sumber :DokumentasiPribadi, 2015)
Pada busa padat memiliki struktur yang lebih kasar dibandingkan dengan busa biasa, hal ini terlihat dari tekstur arum manis yang berserabut, terdapat udara yang terdispersi diantara serat – serat tersebut. Arum manis ini juga lengket saat mencapai suhu tubuh. Arumanis memiliki sifat fisik yang lengket dikarenakan terbuat dari gula, memiliki sedikit air, tidak menggembung serta padat. Jika ditekan arumanis akan menjadi padatan karena hilangnya udara yang ada dalam arumanis.
4.2       Emulsi dan Pengemulsi
Emulsi adalah campuran antara partikel-partikel suatu zat cair (fase terdispersi) dengan zat cair lainnya (fase pendispersi). Emulsi tersusun atas tiga komponen utama, yaitu: Fase terdispersi, fase pendispersi, dan emulgator. Ada dua macam emulsi, yaitu :
a.       Emulsi minyak dalam air (O/W); contohnya santan, susu, dan lateks.
b.      Emulsi air dalam minyak (W/O); contohnya mentega dan margarin
Emulsi w/o mempunyai penampakan yang berminyak, struktur seperti kulit (skin compartible), sulit terpisah, dan sulit meresap. Sedangkan, emulsi o/w mempunyai penampakan  seperti air, ringan dan mudah terpisah.
Pada praktikum ini dilakukan 5 percobaan diantaranya yaitu emulsifikasi, struktur mikroskopis dari emulsi dan  jenis emulsi, kestabilan emulsi, kecepatan pelelehan emulsi, dan stabilitas relatif zat pengemulsi.

4.2.1    Emulsi
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil. Untuk itu kita memerlukan suatu zat penstabil yang disebut zat pengemulsi atau emulgator. Tanpa adanya emulgator, maka emulsi akan segera pecah dan terpisah menjadi fase terdispersi dan medium pendispersinya, yang ringan terapung di atas yang berat. Adanya penambahan emulgator dapat menstabilkan suatu emulsi karena emulgator menurunkan tegangan permukaan secara bertahap. Adanya penurunan tegangan permukaan secara bertahap akan menurunkan energi bebas yang diperlukan untuk pembentukan emulsi menjadi semakin minimal. Artinya emulsi akan menjadi stabil bila dilakukan penambahan emulgator yang berfungsi untuk menurunkan energi bebas pembentukan emulsi semaksimal mungkin. Semakin rendah energi bebas pembentukan emulsi maka emulsi akan semakin mudah terbentuk. Tegangan permukaan menurun karena terjadi adsorpsi oleh emulgator pada permukaan cairan dengan bagian ujung yang polar berada di air dan ujung hidrokarbon pada minyak.
Tabel 7. Hasil Pengamatan Emulsi
Sampel
Sebelum ditambahkan emulsi
Setelah ditambahkan emulsi
Warna
Homogenitas
Gambar
Warna
Homogenitas
Gambar
Minyak
(5&10)
Kuningpekat
Tidak homogeny
Minyak berbutir-butir
Pada lapisan atas banyak buih
Pembatas berwarna kuning pucat
Kuning lemon
Homogen
Tidak ada butiran minyak
Menyatu ketika dikocok dan berpisah kembali ketika setelah beberapa detik didiamkan
Minyak
(4 & 9)
Kuning bening
Tidak omogeny
Lapisan 1 minyak berbentuk bulat-bulat
Lapisan 2 buih
Lapisan 3 air
Kuning
Homogen
Minyak
(2 & 7)

Tidak omogeny
Lapisan 1, minyak
Lapisan 2, air
Kuning
Homogen, namun berpisah kembali ketika setelah beberapa detik didiamkan
Minyak (3 & )8
Kuning bening
Tidak homogen
Lapisan 1 minyak (kuning)
Lapisan 2 air (bening)
Kuning keruh
Tidak homogen
Terdapat 2 lapisan dan busa
Minyak
(1&6)
Kuning pekat
Tidak homogen, terpisah diantara 2 fase ada buih/ busa
Tidak ada dokumentasi
Kuning keruh minyak
Setelah homogen, di permukaan banyak buih. Setelah didiamkan terpisah kembali
Tidak ada dokumentasi
(Sumber :DokumentasiPribadi, 2015)
                Adapun prosedur emulsi tersebut adalah pertama siapkan 50ml minyak masukan pada beker glass tambahkan 150ml air dan amati pemisahan aduk kemudian perhatikan batasnya lalu tambahkan kuning telur aduk dan perhatikan lapisan dan batasnya, menurut hasil yang didapat warna sampel minyak ada  yang berwarna kuning bening dan kuning pekat rata-rata tidak homogeny dan terpisah diantara 2 fase yaitu air dan minyak tersebut dan berbusa namun ketika ditambahkan pengemulsi ada yang kemudian homogeny da nada yang homogeny lalu terpisah lagi da nada yang berbusa hal tersebut dapat terjadi karena pengemulsi terlalu sedikit atau kadar minyak yang terlalu pekat sehingga zat pengemulsi sukar untuk menyatukan air dan minyak tersebut dan terjadi perubahan warna menjadi kuning lemon atau kuning keruh yang diakibatkan oleh kuning telur tersebut dan minyak.
4.2.2 Menentukan jenis emulsi dan struktur mikroskopik
Pada percobaan ini dilakukan percobaan dengan melihat struktur dari emulsi, untuk melihat strukturnya digunakan mikroskop. Selain itu dilakukan pula menentukan jenis emulsi dari sampel. Cara menentukan jenis emulsi adalah dengan cara menggunakan campuran larutan methylen blue dengan sudan III. Sudan III berfungsi untuk mengikat lemak pada emulsi yang akan diuji. Bila menggunakan pewarna ini, maka emulsi water in oil di mikroskop oleh bintik-bintik yang berwarna biru disebelah dalam dan lingkaran luarnya berwarna oranye yang kemerahan. Sementara itu emulsi oil in water akan menunjukkan bintik-bintik yang berwarna oranye kemerahan dan lingkaran luarnya berwarna biru. Adapun cara-cara lain untuk membedakan antara jenis O/W dan W/O, yaitu :
a)      Dengan konduksi :
Emulsi O/W dapat mengkonduksi listrik, sedangkan emulsi W/O tidak, kecuali jika fase terdispersinya lebih dari 60%
b)      Dengan pengenceran dengan air atau minyak :
Emulsi O/W tidak akan merubah sifatnya bila ditambahkan minyak, sebaliknya emulsi W/O tidak akan berubah sifatnya bila ditambahkan air
c)      Dengan menggunakan zat warna :
Zat warna yang digunakan adalah zat yang dapat larut dalam minyak atau air
d)     Dengan menggunakan cara flourescence :
Dengan memeriksanya di bawah sinar ultraviolet
Sampel yang digunakan pada percobaan ini diantaranya adalah susu skim, susu UHT, mentega, margarin, salad drassing.
Tabel 8. Hasil Pengamatan Menentukan Jenis Emulsi dan Struktur Mikroskopis
Sampel
Gambar
o/w atau w/o
Susu skim
1449559394574.jpg
o/w
Susu UHT

o/w
Salad Dressing
o/w
(merah dalem)
Margarin
(4 & 9)
w/o
Mentega (3&8)

w/o
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)
Dapat dilihat pada hasil yang didapat pada tabel 6 dan 7, ternyata ketika diamati dibawah mikroskop bentuk dari setiap sampel berbeda. Hal ini dikarenakan setiap sampel memiliki jenis emulsi yang berbeda. Penampakan pada mikroskop untuk sampel susu salad dressing terlihat adanya butiran-butiran biru yang dikelilingi cairan kuning. Berarti, air susu merupakan jenis emulsi minyak dalam air (O/W) dimana butiran-butiran lemaknya tersebar dalam air (methylene blue larut dalam air). Sedangkan pada sampel margarin dan mentega, penampakan pada mikroskop berupa gelembung-gelembung yang dikelilingi lapisan ungu atau kuning. Hal tersebut mengindikasikan bahwa margarin merupakan jenis emulsi air dalam lemak (W/O) dimana butiran-butiran airnya tersebar dalam minyak.
            Hasil pengamatan, terlihat bahwa pada susu, tampak granula –granula yang lebih panjang dan tebal. Pada margarin terdapat sedikit gelembung air dalam globula-globula minyak. Bulatan-bulatan kecil yang terlihat pada mikroskop saat pengamatan adalah gelembung-gelembung udara yang rapat.

4.2.3    Kestabilan Emulsi
Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air, dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan, maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi terjadi dalam waktu yang sangat singkat (Tranggono, 1990).
Pada percobaan selanjutnya dilakukan percobaan terhadap kestabilan emulsi. Sampel yang digunakan adalah air, gum arab, dan CMC, ditambahkan santan kemudian dikocok selama 30 detik dan amati.
Tabel 9. Hasil Pengamatan Kestabilan Emulsi
Sampel
Sebelum
Setelah30 Menit
SetelahDidiamkan
t
Warna
Homogenitas
Gambar
Warna
Homogenitas
Gambar
Warna
Homogenitas
Gambar
Gum Arab
Bening ada gumpalan putih
Ada gumpalan santan berwarna putih
Putih
Homogen
Putih
Putih pekat diatas, putih bening didasar
9.12
CMC
(4 & 9)
Putih
Sedikit gumpalan santan
Tidak ada dokumentasi
Putih
Homogen
Tidak ada dokumentasi
Putih
Putih pekat diatas, putih bening di bawah

8’
Air
Putih
Sedikit gumpalan santan
Tidak ada dokumentasi
Putih
Homogen
Tidak ada dokumentasi
Putih
Busa diatas, putih homogen di dasar
[menyusul yaa]
29
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Berdasarkan hasil pengamatan, air memerlukan waktu yang sangat singkat untuk memisahkan diri dari air karena sejak awal fase air dan fase minyak tidak akan tidak pernah menyatu sehingga akan selalu terpisah
Air tidak mampu mempertahankan kesetabilan emulsi karena air bersifat polar sehingga tidak dapat membuat suatu sistem emulsi karena tidak dapat menurunkan tegangan permukaan pada fase yang non polar.           
Kestabilan emulsi dilihat dari lamanya emulsi tersebut bersatu sampai terpisah menjadi dua fase. Kekeruhan yang terlihat pada emulsi juga menunjukkan tingkan stabilitas emulsi. Semakin keruh emulsi tersebut berarti semakin stabil. Hal ini membuktikan kepada kita bahwa kuning telur merupahan zat pengemulsi yang baik.
Daya kerja emulgator disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik dalam minyak maupun dalam air.Emulgator tersebut lebih terikat pada air atau larut dalam zat yang polar maka akan lebih mudah terjadi emulsi minyak dalam air (O/W), dan sebaliknya bila emulgator lebih larut dalam zat yang non polar, seperti minyak, maka akan terjadi emulsi air dalam minyak (W/O).
Emulgator membungkus butir-butir cairan terdispersi dengan suatu lapisan tipis, sehingga butir-butir tersebut tidak dapat bergabung membentuk fase kontinyu. Bagian molekul emulgator yang non polar larut dalam lapisan luar butir-butir lemak sedangkan bagian yang polar menghadap ke pelarut air.
Beberapa proses, emulsi harus dipecahkan. Ada proses dimana emulsi harus dijaga agar tidak terjadi pemecahan emulsi. Zat pengemulsi atau emulgator juga dikenal sebagai koloid pelindung, yang dapat mencegah terjadinya proses pemecahan emulsi.
4.2.4    Kecepatan Pelelehan Emulsi
            Emulsi dapat dipengaruhi oleh pemanasan. Pengaruh pemanasan ini dampaknya terhadap warna, kekeruhan dan lama meleleh dari bahan pangan berlemak tinggi (sistem emulsi). Pada percobaan tentang pengaruh pemanasan terhadap zat emulsi ini sampel yang digunakan adalah margarine. Pertama – tama 10 gr margarine dan mentega dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dimasukkan ke dalam penangas air kemudian amati perubahan ketika bahan masih panas. (Winarno, 1984).
Tabel 10. Hasil Pengamatan Kecepatan Pelelehan Emulsi
Sampel
Sebelum ditambahkan emulsi
Setelah ditambahkan emulsi
Waktu
Warna
Bentuk
Gambar
Warna
Bentuk
Gambar
Margarin
Kuning
Padat

Kuning pudar
Cair
53”
Mentega
Kuning
Padat

Kuning
Cair, endapan putih
40”
(Sumber :DokumentasiPribadi, 2015)
            Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa setelah dipanaskan semua sampel mencair. Waktu yang dibutuhkan sendiri untuk meleleh yang paling lama adalah sampel margarin dengan waktu 53 detik hal ini dapat disebabkan kandungan asam lemak margarin yang terbuat dari lemak nabati serta memiliki asam lemah tidak jenuh, sehingga pemutusan rantai lebih lama dan waktu pelelehan lebih lama pula. Setelah dipanaskan terbentuk beberapa fase dikarenakan komponen-komponen dari emulsi tersebut mengalami kerusakan dan stabilitas emulsi hilang. Sampel dari margarin dan mentega juga memisah menjadi 2 fase secara umum  Berarti pemanasan menyerang zat penstabil dalam emulsi dan juga zat pengemulsi tidak tahan terhadap suhu tertentu.
. Berdasarkan literatur, titik leleh suatu lemak ditentukan dari banyaknya ikatan rangkap pada asam- asam lemak penyusunnya, dimana semakin banyak ikatan rangkap pada asam-asam lemak penyusunnya, maka semakin rendah titik leleh suatu lemak dan jika dibandingkan dengan sesama lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, maka semakin panjang rantai maka titik leleh semakin tinggi pada suatu lemak (Winarno, 1992).
Berdasarkan literatur, maka dapat disimpulkan bahwa pada mentega yang paling banyak memiliki ikatan rangkap pada asam lemak penyusunnya karena memiliki titik leleh yang rendah sedangkan pada margarin yang paling sedikit memiliki ikatan rangkap pada asam lemak penyusunnya sehingga memiliki titik leleh yang tinggi.
Melting point pada asam lemak bervariasi tergantung pada beberapa aturan sederhana, yaitu:
·         Peningkatan panjang rantai meningkatkan melting point
·         Peningkatan tingkat kejenuhan meningkatkan melting point
·         Perubahan isomer cis menjadi trans meningkatkan melting point
            Kekuatan ikatan antar asam lemak dalam kristal dapat mempengaruhi pembentukan kristal, serta dapat mempengaruhi titik cair/titik leleh lemak. Semakin kuat ikatan antar molekul asam lemak maka akan semakin banyak panas yang diperlukan untuk pencairan kristal sehingga titik leburnya menjadi tinggi. Asam lemak yang mempunyai ikatan tidak begitu kuat maka memerlukan lebih sedikit energi panas untuk mencairkan kristal sehingga titik lelehnya menjadi lebih rendah. 
            Gaya tarik menarik antar asam lemak ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans dari asam lemak tidak jenuh. Semkain panjang rantai C maka titik cair akan semakin tinggi. Sedangkan semakin banyak ikatan rangkap maka ikatan antar lemak semakin lemah sehingga titik cair menjadi lebih rendah. Bentuk trans pada asam lemak menyebabkan lemak mempunyai titik lemur yang lebih tinggi daripada bentuk cis. Struktur asam lemak trans lebih mudah membentuk ikatan van del Waals dengan molekul lain sehingga ikatannya lebih kuat dan titik lelehnya lebih tinggi. Sedangkan struktur asam lemak cis sulit berikatan satu sama lain sehingga titik leleh cenderung lebih rendah dibandingkan asam lemak trans.
4.2.5    Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi
Bila minyak dan air dikocok bersama-sama, akan terbentuk butir-butir lemak, dan terbentuklah suatu emulsi, tetapi bila dibiarkan partikel-partikel minyak akan bergabung lagi dan memisahkan diri dari molekul-molekul air. Untuk menjaga agar minyak tetap tersuspensi dalam air dibutuhkan suatu emulsifier atau zat pengemulsi. Emulsifier adalah senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan (surface-active agents) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan. Emulsi yang paling cepat terpisah menunjukan zat pengemulsi yang ditambahkan tidak terlalu efektif untuk menstabilkan emulsi. (Tranggono, 1990).
Pada percobaan stabilitas zat pengemulsi disediakan sampel berupa  garam, gula, merica, ditergen dan kuning telur. Pertama sediakan tabung reaksi kemudian masukkan 3 ml minyak dan asam asetat dengan perbandingan 1:1, lalu masukkan kedalam tabung sampel-sampel yang telah disebutkan di atas. Setelah itu kocok selama  10 menit lalu diamkan, dan amati.
            Dari data didapat bahwa kuning telur memiliki waktu memisah yang terlama, sebab Kuning telur merupakan zat pengemulsi alami paling stabil dan paling efektif digunakan, dilanjutkan oleh detergent karena termasuk golongan sabun termasuk dalam zat pengemulsi buatan terdiri dari garam natrium dan asam lemak yang dapat menurunkan tegangan permukaan air dan meningkatkan daya bersih air dengan cara mengemulsi lemak yang ada.
Kestabilan kuning telur sebagai zat pengemulsi ini dikarenakan kuning telur memiliki kandungan lesitin yang terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-protein. Lesitin digunakan secara komersil untuk keperluan pengemulsi dan/atau pelumas, dari farmasi hingga bahan pengemas. Sebagai contoh, lesitin merupakan pengemulsi yang menjaga cokelat dan margarin pada permen tetap menyatu.
             Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, adalah:
1.      Tegangan antarmuka rendah
2.      Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
3.      Tolakkan listrik double layer
4.      Relatifitas phase pendispersi kecil
5.      Viskositas tinggi.





V.        KESIMPULAN dan SARAN

5.1 Kesimpulan
·         Sistem dispersi bisa dikatakan sebagai sistem campuran lebih dari dua komponen dengan ukuran komponen yang lebih besar dibandingkan larutan sejati tetapi lebih besar dari ukuran komponen dalam campuran kasar (sistem koloid).
·         Larutan memiliki 1 fase tetap homogen, bentuk dispersinya yaitu dispersi molekul.
·         Tepung tapioca bersifat kurang stabil.
·         Protein dari susu akan membentuk disperse kolidal.
·         Kuning telur merupakan emulsifier kuat.
·         Busa putih telur memiliki tekstur yang lebih lembut dibandingkan dengan busa padat.
·         Pengadukan pada larutan garam dilakukan agar molekul air dapat mengurangi daya tarik menarik antara Na+ dan Cl- yang terdapat dalam garam dapur (NaCl).
·         Mentega yang paling banyak memiliki ikatan rangkap pada asam lemak penyusunnya karena memiliki titik leleh yang rendah sedangkan pada margarin yang paling sedikit memiliki ikatan rangkap pada asam lemak penyusunnya sehingga memiliki titik leleh yang tinggi.
·         Air tidak mampu mempertahankan kesetabilan emulsi karena air bersifat polar sehingga tidak dapat membuat suatu sistem emulsi karena tidak dapat menurunkan tegangan permukaan pada fase yang non polar.

5.2  Saran
·         Praktikan diharapkan lebih teliti dalam melakukan praktikum system dispersi.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Deman, Jhon M. Kimia Makanan. 1997. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Muchtadi. R. Tien. 1992. Pengetahuan Bahan Pangan. Intitut Pertanian Bogor.                  Bogor.

Tranggono dan Surtadi.1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. PAU-Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan. PT. Gramedia, Jakarta.



















JAWABAN PERTANYAAN

1.      Sebutkan dan jelaskan beberapa sistem dispersi !
a.    Dispersi kasar (suspensi) adalah partikel-partikel bahan tersebut  berbentuk begitu besar atau kompleks sehingga tidak larut dan juga tidak dapat membentuk koloidal. Contoh : pati dalam air dingin.
b.    Dispersi koloidal adalah partikel-partikel zat yang ada dalam air bentuknya tidak begitu besar sehingga tidak dapat mengendap, tetapi juga tidak cukup kecil untuk membentuk suatu larutan. Contoh : protein yaitu penggumpalan susu.
c.    Dispersi molekular (larutan sejati) adalah partikel-partikel zat yang didispersikan lebih kecil daripada 1 milimikron.

2.      Apa perbedaan antara larutan, suspensi kasar, dan koloid ?
Perbedaannya adalah suspensi kasar memiliki diameter partikel > 10-7 m, koloid berdiameter partikel antara 10-7 dan 10-9 m, sedangkan larutan memiliki diameter molekul/ion kurang dari 10-9 m

3.      Jelaskan 2 jenis emulsi !
Jenis emulsi ada 2, yaitu :
a.    W/O : sistem dimana butiran-butiran air tersebar dalam minyak.
     Contoh :mentega.
b.  O/W : sistem dimana butiran-butiran minyak tersebar dalam air.
     Contoh : air susu.




No comments:

Post a Comment