Yoga Jati Pratama
240210140003
Kelompok 1A Universitas Padjadjaran
240210140003
Kelompok 1A Universitas Padjadjaran
V. HASIL PENGAMATAN
DAN PEMBAHASAN
Hampir semua bahan pangan merupakan sistem dispersi.
Sistem dispersi bisa dikatakan sebagai sistem campuran lebih dari dua komponen
dengan ukuran komponen yang lebih besar dibandingkan larutan sejati tetapi
lebih besar dari ukuran komponen dalam campuran kasar (sistem koloid). Dalam
hal ini untuk sistem dispersi terdapat fase pendispersi atau fase kontinyu dan
fase terdispersi. Bahan pangan yang merupakan system atau larutan homogen
sangat sedikit seperti minyak makan dan beberapa jenis minuman lainnya.
Beberapa contoh bahan pangan yang merupakan sistem dispersi adalah susu (yaitu
cairan yang mengandung droplet lemak dan protein agregat /Casein misel),
beberapa gel yang terdiri atas jaringan polisakarida yang mengimobilisasi
larutan.
Menurut Winarno (1992)
dapat dikatakan bahwa dispersi pangan yaitu sistem pangan yang terdiri dari
satu atau lebih fase terdispersi atau fase diskontinu dalam suatu fase kontinu.
Fase terdispersi dapat berupa kristal bahan padat yang amorf, fragmen-fragmen
sel, sel utuh, tetesan dari suatu cairan ataupun gas. Fase kontinu umumnya air
atau minyak makan. Beberapa bahan kimia dalam makanan tidak dapat membentuk
suatu larutan, tetapi hanya terdispersi dalam air. Kelompok senyawa tersebut
membentuk dispersi kolodial. Perbedaan antara larutan murni dan dispersi
kolodial terletak dalam ukuran molekul dan partikel yang terlibat dan juga luas
relatif permukaannya.
Praktikum kali ini
dilakukan mengenai dispersi pangan. Dispersi pangan dapat diklasifikasi berdasarkan
ukuran dan kondisi fisik menjadi 3 antara lain disperse koloid, dispersi kasar atau suspensi , dan larutan. Koloid
adalah suatu campuran zat heterogen antara dua zat atau lebih di mana
partikel-partikel zat yang berukuran koloid tersebar merata dalam zat lain.
Ukuran koloid berkisar antara 1-100 nm ( 10-7 – 10-5 cm
). Dalam kehidupan sehari-hari kita sering
bersinggungan dengan sistem koloid sehingga sangat penting untuk dikaji.
Sebagai contoh, hampir semua bahan pangan mengandung partikel dengan ukuran
koloid, seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Emulsi seperti susu juga
termasuk koloid.
Percobaan kali ini bertujuan mengenal sistem
dispersi pangan dengan air sebagai salah satu fase.
Sistem dispersi pangan
terbagi menjadi tiga, diantaranya yaitu sebagai berikut.
1. Dispersi kasar (suspensi) mengandung
partikel zat yang didispersikan berukuran lebih besar dari 0.5 nm dalam satu
fase kontinyu.
2. Dispersi koloid mengandung partikel
zat yang didispersikan berukuran antara 1 nm – 100 nm.
3. Dispersi molekuler (larutan sejati) mengandung partikel zat yang
didispersikan berukuran lebih kecil dari 1 nm dalam satu sistem fase tunggal.
Berdasarkan ukuran fase terdispersinya, system
dipersi dibedakan menjadi tiga, yaitu : larutan sejati, koloid dan suspensi.
Sifat dari masing masing system dispersi tersebut adalah:
5.1 Pengenalan
Sistem Dispersi
Pada pengenalan sistem dispersi
dilakukan 10 percobaan. Percobaan itu diantaranya larutan, dispersi kasar, sol,
busa, emulsi, busa padat, kecepatan pelelehan emulsi, kestabilan emulsi, dan
stabilitas relatif zat pengemulsi.
5.1.1 Larutan
Larutan
adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang
jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak
daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven.
Praktikum ini
menggunakan sampel gula dan garam yang menjadi zat terlarut sedangkan air berperan
sebagai pelarut atau solven. Gula berbentuk seperti kristal dan ukurannya
sedikit lebih besar dari garam serta warnanya putih bening. Sementara garam
berbentuk seperti kristal dan berwarna putih namun ukurannya lebih kecil
dibandingkan dengan gula. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan
dinyatakan dalam konsentrasi
larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk
larutan disebut pelarutan atau solvasi. (Buckle, 1985)
Tabel 1.
Hasil Pengamatan Larutan
Sampel
|
Sebelum
|
Setelah
|
||||
Warna
|
Tekstur
|
Bentuk
|
Warna
|
Kejernihan
|
Homogenitas
|
|
Gula
|
Putih
|
Kasar ++
|
Kristal
|
Bening
|
Jernih ++
|
Homogen
|
Garam
|
Putih
|
Kasar +
|
Kristal
|
Bening
|
Jernih +
|
Homogen
|
(Sumber
: DokumentasiPribadi, 2015)
Gula dan garam ketika
dimasukan ke dalam air, tersebut tidak dapat langsung larut dan akan terjadi pengendapan
karena, ini disebabkan gula dan garam merupakan padatan kristal yang
higroskopis, sehingga diperlukan pengadukan dengan waktu tertentu agar dapat
larut dengan baik. Setelah pengadukan larutan sampel padat (gula dan garam) yang
digunakan larut dalam air adapun prosedur dalam melakukan pengujian ini yaitu
lab satu mengambil 2 sendok spatula gula dan lab 2 mengambil 2 sendok spatula
garam kemudian amati bentuk fisik dan masukan pada tabung 10ml untuk
masing-masing tabung setelah itu diaduk dan diamati warna, kejernihan dan
homogenitas, hasilnya setelah diamati dimana yang paling homogen adalah gula
serta yang paling jernih.
Pengadukan atau
pengocokkan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan. Dengan
melakukan pengadukan molekul-molekul gula maupun garam akan lebih cepat
melepaskan diri sehingga akan lebih cepat larut. Gula dan garam ketika
dimasukan ke dalam air, tersebut tidak dapat langsung larut dan akan terjadi pengendapan
karena, ini disebabkan karena gula dan garam merupakan padatan kristal yang
higroskopis, sehingga diperlukan pengadukan dengan waktu tertentu agar dapat
larut dengan baik. Untuk larutan gula pasir pengadukan dibutuhkan waktu agak
lama karena adanya daya tarik antara molekul air dengan molekul gula.
Pengadukan atau pengocokkan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kelarutan. Dengan melakukan pengadukan molekul-molekul gula akan lebih cepat
melepaskan diri sehingga akan lebih cepat larut. Adanya pengadukan maka larutan
gula tersebut menjadi homogen. Larutan
ini terdiri dari 1 fase. Sistem ini dinamakan sistem tunggal yang terjadi
karena molekul-molekul air bergabung secara ikatan hidrogen pada gugus polar
molekul gula yang terdapat pada permukaan air gula. Molekul air yang mula-mula
terikat pada lapisan pertama ternyata tidak bergerak, kemudian molekul gula
akhirnya dikelilingi lapisan air yang kemudian melepaskan diri dari kristal.
Proses ini yang menyebabkan terjadinya larutan gula.
Pengadukan pada larutan
garam dilakukan agar molekul air dapat mengurangi daya tarik menarik antara Na+
dan Cl- yang terdapat dalam garam dapur (NaCl). Kemudian
ion-ion tersebut terhidrasi dan dilepaskan oleh molekul air. Agar dapat
mengurangi daya tarik menarik sehingga pelarutan gula dan garam dapat lebih
mudah dipergunakan air panas. Gula dan garam akan lebih cepat melarut dalam air
panas. Jadi suhu pun berpengaruh terhadap suatu pelarutan. Dalam hasil
percobaan, setelah gula dan garam dimasukan ke dalam air dan dilakukan proses
pengadukan dapat dilihat bahwa larutan gula dan garam yang terbentuk memiliki
homogenitas yang baik, berwarna putih jernih pada larutan garam dan sedikit
keruh pada larutan gula.
5.1.2
Dispersi Kasar dan Sol
Dispersi
kasar mengandung partikel-partikel lebih besar dari 0,5
nm dalam suatu fase kontinu. Dispersi kasar bersifat
heterogen, tidak kontinu, sehingga merupakan system dua fase (Deman, 1997). Dispersi kasar dapat dipisahkan dengan penyaringan.
Pada
praktikum kali ini langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengambil 1
sendok teh susu skim bubuk dan perhatikan sifat fisiknya, masukkan ke dalam
tabung reaksi dan tambahkan air
10ml lalu aduk,
setelah mengamati campuran, kemudian diamkan campuran selama lima menit amati baru
kemudian dilakukan pengadukkan lagi dan amati setelahnya.
Sol
merupakan sistem koloid yang partikel-partikel gas atau padatnya
terdispersi dalam medium cair. Atau merupakan suatu koloid liofob yang
konsentrasinya ≤ 1 % volume (afinitas zat terdispersi jauh lebih kecil daripada
medium dispersinya). Sol terdiri dari berbagai ragam dengan warna yang amat
bergantung pada ukuran partikelnya. Untuk fase padat dan fase cair yang
terdispersi dalam medium gas disebut aerosol (kabut/asap). Jika medium
dispersinya alkohol disebut alkosol. Jika medium dispersinya air dinamakan
hidrosol.
Tabel 2.
Hasil Pengamatan Sol
Sampel
|
Sebelum
ditambahkan emulsi
|
Setelah
ditambahkan emulsi
|
||||
Warna
|
tekstur
|
Bentuk
|
Warna
|
Kejernihan
|
Homogenitas
|
|
Susu skim
(5 & 10)
|
Putih kuning
|
Agak kasar
|
butiran
|
Putih susu
![]() |
Jernih
|
Terpisah 2
lapisan
Lapisan I. Busa
Lapisan 2.
Larutan susu
|
Susu skim
(4 & 9)
|
Cream
(putih kekuningan)
|
halus
|
Tidak berbau
|
Putih
![]() |
Tidak jernih
|
Tidak homogen
Lapisan 1 busa
Lapisan 2 susu
|
Susu skim
(2 & 7)
|
Putih kekuningan
|
halus
|
bubuk
|
Putih kekuningan
![]() |
Keruh
|
Homogen
|
Susu skim
(3&8)
|
Putih kekuningan
|
kasar
|
butiran
|
Putih susu
![]() |
Keruh
|
Homogen
|
Susu skim
(1&6)
|
Putih
|
Kasar +
|
Serbuk
|
Putih
![]() |
Tidak jernih
|
Terpisah 2
lapisan (atas ke bawah)
Lapisan 1. Busa
Lapisan 2.
Larutan susu
|
(Sumber
:DokumentasiPribadi, 2015)
Hasil pengamatan
setelah campuran didiamkan beberapa saat menunjukkan bahwa campuran tersebut
tetap homogen, dengan warna putih
kekuningan. Digunakannya air karena partikel susu tersebut berukuran lebih besar
dari pada partikel pendispersinya. Sifat larutan yang homogen menandakan bahwa
larutan adalah sebuah sistem koloid.
Campuran tetap homogen
karena susu bubuk adalah
bagian susu yang rendah lemak sehingga komponen non polar pada susu bubuk hanya sedikit atau tidak ada, maka
komponen yang tidak larut air akan lebih sedikit. Selain itu, dalam susu bubuk terdapat penstabil agar tidak
terjadi adsorbsi antar molekul lemak sehingga lemak tetap terdispersi dalam
air. Namun sebagian kelompok ada yang mendapatkan hasil yang susu yang berbusa
hal tersebut dapat terjadi ketika mengadukan susu yang diaduk terlalu cepat
sehingga menimbulkan busa.
Pada
pengamatan dispersi kasar didapati hasil bahwa tepung tapioka tersebut memiliki dua fase dan
kurang stabil. Pada saat tapioka dimasukkan ke dalam air, tepung tapioka
tersebut sudah cukup homogen, namun pada saat didiamkan 5 menit tepung tapioka
kembali terpisah menghasilkan endapan. tetapi pada saat diaduk tepung tapioka
menjadi kembali homogen. Homogenitasnya
dibandingkan dengan larutan dan sol maka dispersi kasar memiliki homogenitas
yang lebih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari terbentuknya endapan pada
larutan tapioka setelah mengalami proses pengadukan. Homogenitas dispersi kasar
lebih rendah jika dibandingkan dengan larutan dan sol karena dispersi kasar
mengandung partikel-partikel lebih besar dari 0,5 nm dalam suatu fase kontinu.
Pada
pengamatan dispersi kasar didapati hasil bahwa tepung tapioka tersebut memiliki dua fase dan
kurang stabil. Pada saat tapioka dimasukkan ke dalam air, tepung tapioka
tersebut sudah cukup homogen, namun pada saat didiamkan 5 menit tepung tapioka
kembali terpisah menghasilkan endapan. tetapi pada saat diaduk tepung tapioka
menjadi kembali homogen.
Hasil pengamatan yang
diperoleh pada percobaan sol sudah sesuai dengan literature bahwa protein dari
susu akan membentuk disperse kolidal. Pada saat ditambahkan air dan diaduk susu
menjadi larut, karena susu mendapat dorongan sehingga dapat memecah
partikel-partikel dalam air sehingga membentuk larutan. Sementara jika tidak
diaduk dan dibiarkan akan terjadi pemisahan larutan menjadi tidak homogen.
Namun ketika didiamkan larutan susu tersebut tetap homogen, hal ini dapat
diakibatkan karena susu yang digunakan adalah susu skim yang tidak memiliki
lemak sehingga dengan mudah susu tersebut homogen dengan air ketika didiamkan
atau bisa juga karena waktu didiamkan kurang terlalu lama oleh karena itu
larutan tersebut masih terlihat homogen. Perbedaan sol dengan dispersi kasar
yaitu sol lebih homogen. Karena pada dispersi kasar tapioka mengendap
seluruhnya yang disebabkan pratikel molekulnya lebih besar dibandingkan sol.
Berdasarkan tingkat homogenitasnya antara larutan, dispersi kasar, dan sol dari
yang paling tinggi didapat hasil :
Larutan > Dispersi kasar >
Sol
4.1.3 Busa
Busa adalah sistem dispersi dari
gas yang terdispersi dalam zat cair. Pada dasarnya foam atau
busa sangat mirip dengan emulsi o/w. Akan tetapi pada busa terdapat perbedaan
dengan emulsi o/w diantaranya terkait dengan adanya gelembung pada busa. (Muchtadi,
1997).
Pada percobaan busa
digunakan sampel putih telur. Kemudian sampel tersebut dikocok dengan kelompok
1,2,6,dan 7 menggunakan garpu lalu dikocok lalu setelah itu dilanjutkan dengan
mengkocoknya dengan alat pengocok telur sampai kaku. Dan kelompok 3,8,4,9,5,10
memakai 2 butir telur lalu dikocok dengan alat mixer sampai kaku kemudian kedua
perlakuan tersebut liat dalam mikroskop setelah itu gambar/foto Hasil yang
didapat dapat dilihat pada tabel 4.
Kelo
m
pok
|
Sam
pel
|
Sebelum
di kocok
|
Sesudah
dikocok dengan
garpu
|
Sesudah dikocok
dengan
pengocok telur
|
||||||
Warna
|
Tekstur
|
Gambar
|
Warna
|
Tekstur
|
Gambar
|
Warna
|
Tekstur
|
Gambar
|
||
2 & 7
|
Putih telur
|
Bening
|
Kental
|
![]() |
Putih
|
Busa +
|
![]() |
Putih
|
Busa +++++, memadat,
tidak
tumpah saat dibalikkan
|
![]() |
1 & 6
|
Putih telur
|
Bening
|
Kental
|
Tidak
terdokumen
tasikan
|
Putih
|
Busa
|
Tidak terdok
umentasikan
|
Putih
|
Busa +++
|
Tidak
terdoku
mentasikan
|
Tabel 4.Hasil Pengamatan Busa
pada Putih Telur dengan Prngocokan Pengocok Telur
(Sumber:
Dokumentasi pribadi, 2015)
Tabel
5.Hasil Pengamatan Busa pada Putih Telur dengan Pengocokan Mixer
Kelompok
|
Sampel
|
Sebelum di
mixer
|
Sesudah di
mixer
|
||||
Warna
|
Tekstur
|
Gambar
|
Warna
|
Tekstur
|
Gambar
|
||
5
dan 10
|
Putih
telur
|
Putih
bening
|
Kental
|
![]() |
Putih
|
Busa,
lembut
|
![]() |
4
& 9
|
Putih
telur
|
Bening
|
Kental
|
Putih
|
Busa,
Kaku
|
![]() |
|
3 & 8
|
Putih Telur
|
Bening
|
Kental
|
|
Putih
|
Busa,
Lembut
|
![]() |
(Sumber:
Dokumentasi pribadi, 2015)
Berdasarkan tabel diatas,
Pengocokan dengan alat ternyata menghasilkan busa putih telur yang memiliki
tekstur yang lembut, kaku, dan terdapat gelembung udara baik pengocokan dengan garpu,
pengocok telur maupun mixer. Busa dalam putih telur ini merupakan suatu sistem
dispersi pangan yang termasuk jenis koloid fase gas yang terdispersi dalam
fluida. Terbentuknya busa tersebut disebabkan karena protein yang memiliki sifat pada saat terangkat (teraduk) akan membentuk
lapisan tipis atau film yang menangkap udara. Pada umumnya protein sangat mudah membentuk busa pada
proses pengadukan dan aerasi. Kestabilan buih ditentukan oleh kandungan
ovomusin (salah satu komponen putih telur ). Putih telur dapat mengembang karena kandungan gas yang tinggi akibat
pengocokan yang tertahan pada putih telur dan berbuih halus. Putih telur bisa
berbusa karena protein putih telur mudah didenaturasi dengan bahan dan karena
adanya gaya permukaan.
5.1.4 Busa Padat
Busa padat merupakan salah satu sistem dispersi dengan fase
terdispersi gas dan fase pendispersi adalah padat.
Pada percobaan busa padat sampel yang digunakan adalah arum manis. Normalnya busa sel tertutup
memiliki kekuatan pemampatan yang lebih tinggi. Karena lebih padat, busa sel
tertutup membutuhkan lebih banyak material. Sel-sel tertutup bisa diisi dengan
sebuah gas khusus yang menyediakan insulasi yang unggul. Hal ini berlawanan
dengan busa sel terbuka yang akan diisi dengan apapun yang berada di
sekelilinginya. Busa sel terbuka menjadi penyekat yang relatif bagus saat diisi
dengan udara. Tapi jika terisi air, sifat penyekatnya akan berkurang. (Tranggono, 1990).
Tabel 6. Hasil Pengamatan
Busa Padat
Sampel
|
Gambar
|
Deskripsi
|
Arum manis
(5 & 10)
|
Tidk ada
dokumentasi
|
Sama seperti arum
manis ketika dilihat tanpa kaca pembesar
|
Arum manis
(4 & 9)
|
![]() |
Serabut dan lengket saat dipegang
|
Arum manis
(3 & 8)
|
[menyusul yaa]
|
Berserabut
|
Arum manis
(2 & 7)
|
[menyusul yaa]
|
Berserabut
|
Arum manis
(1&6)
|
![]() |
Berserabut
|
(Sumber :DokumentasiPribadi, 2015)
Pada busa padat memiliki struktur yang lebih kasar dibandingkan dengan busa biasa, hal
ini terlihat dari tekstur arum manis yang berserabut, terdapat udara yang terdispersi diantara serat – serat tersebut.
Arum manis ini juga lengket saat mencapai suhu tubuh. Arumanis memiliki sifat
fisik yang lengket dikarenakan terbuat dari gula, memiliki sedikit air, tidak
menggembung serta padat. Jika ditekan arumanis akan menjadi padatan karena
hilangnya udara yang ada dalam arumanis.
4.2 Emulsi dan Pengemulsi
Emulsi adalah campuran antara
partikel-partikel suatu zat cair (fase terdispersi) dengan zat cair lainnya
(fase pendispersi). Emulsi tersusun atas tiga komponen utama, yaitu: Fase
terdispersi, fase pendispersi, dan emulgator. Ada dua macam emulsi, yaitu :
a.
Emulsi minyak dalam air (O/W); contohnya santan, susu, dan
lateks.
b.
Emulsi air dalam minyak (W/O); contohnya mentega dan margarin
Emulsi w/o mempunyai
penampakan yang berminyak, struktur seperti kulit (skin compartible),
sulit terpisah, dan sulit meresap. Sedangkan, emulsi o/w mempunyai
penampakan seperti air, ringan dan mudah
terpisah.
Pada praktikum ini
dilakukan 5 percobaan diantaranya yaitu emulsifikasi, struktur mikroskopis dari
emulsi dan jenis emulsi, kestabilan
emulsi, kecepatan pelelehan emulsi, dan stabilitas relatif zat pengemulsi.
4.2.1 Emulsi
Emulsi merupakan suatu
sistem yang tidak stabil. Untuk itu kita memerlukan suatu zat penstabil yang
disebut zat pengemulsi atau emulgator. Tanpa adanya emulgator, maka emulsi akan
segera pecah dan terpisah menjadi fase terdispersi dan medium pendispersinya,
yang ringan terapung di atas yang berat. Adanya penambahan emulgator dapat
menstabilkan suatu emulsi karena emulgator menurunkan tegangan permukaan secara
bertahap. Adanya penurunan tegangan permukaan secara bertahap akan menurunkan
energi bebas yang diperlukan untuk pembentukan emulsi menjadi semakin minimal.
Artinya emulsi akan menjadi stabil bila dilakukan penambahan emulgator yang
berfungsi untuk menurunkan energi bebas pembentukan emulsi semaksimal mungkin.
Semakin rendah energi bebas pembentukan emulsi maka emulsi akan semakin mudah
terbentuk. Tegangan permukaan menurun karena terjadi adsorpsi oleh emulgator
pada permukaan cairan dengan bagian ujung yang polar berada di air dan ujung
hidrokarbon pada minyak.
Tabel 7.
Hasil Pengamatan Emulsi
Sampel
|
Sebelum
ditambahkan emulsi
|
Setelah
ditambahkan emulsi
|
||||
Warna
|
Homogenitas
|
Gambar
|
Warna
|
Homogenitas
|
Gambar
|
|
Minyak
(5&10)
|
Kuningpekat
|
Tidak
homogeny
Minyak
berbutir-butir
Pada
lapisan atas banyak buih
Pembatas
berwarna kuning pucat
|
![]() |
Kuning
lemon
|
Homogen
Tidak
ada butiran minyak
Menyatu
ketika dikocok dan berpisah kembali ketika setelah beberapa detik didiamkan
|
![]() |
Minyak
(4
& 9)
|
Kuning
bening
|
Tidak
omogeny
Lapisan
1 minyak berbentuk bulat-bulat
Lapisan
2 buih
Lapisan
3 air
|
![]() |
Kuning
|
Homogen
|
![]() |
Minyak
(2
& 7)
|
|
Tidak
omogeny
Lapisan
1, minyak
Lapisan
2, air
|
![]() |
Kuning
|
Homogen,
namun berpisah kembali ketika setelah beberapa detik didiamkan
|
![]() |
Minyak (3 & )8
|
Kuning
bening
|
Tidak
homogen
Lapisan
1 minyak (kuning)
Lapisan
2 air (bening)
|
![]() |
Kuning keruh
|
Tidak homogen
Terdapat 2 lapisan dan busa
|
![]() |
Minyak
(1&6)
|
Kuning
pekat
|
Tidak homogen, terpisah diantara 2 fase ada buih/ busa
|
Tidak ada
dokumentasi
|
Kuning keruh minyak
|
Setelah homogen, di permukaan banyak buih. Setelah
didiamkan terpisah kembali
|
Tidak ada
dokumentasi
|
(Sumber :DokumentasiPribadi, 2015)
Adapun
prosedur emulsi tersebut adalah pertama siapkan 50ml minyak masukan pada beker
glass tambahkan 150ml air dan amati pemisahan aduk kemudian perhatikan batasnya
lalu tambahkan kuning telur aduk dan perhatikan lapisan dan batasnya, menurut
hasil yang didapat warna sampel minyak ada yang berwarna kuning bening dan kuning pekat
rata-rata tidak homogeny dan terpisah diantara 2 fase yaitu air dan minyak
tersebut dan berbusa namun ketika ditambahkan pengemulsi ada yang kemudian
homogeny da nada yang homogeny lalu terpisah lagi da nada yang berbusa hal
tersebut dapat terjadi karena pengemulsi terlalu sedikit atau kadar minyak yang
terlalu pekat sehingga zat pengemulsi sukar untuk menyatukan air dan minyak
tersebut dan terjadi perubahan warna menjadi kuning lemon atau kuning keruh
yang diakibatkan oleh kuning telur tersebut dan minyak.
4.2.2
Menentukan jenis emulsi dan struktur mikroskopik
Pada percobaan ini dilakukan
percobaan dengan melihat struktur dari emulsi, untuk melihat strukturnya
digunakan mikroskop. Selain itu dilakukan pula menentukan jenis emulsi dari
sampel. Cara menentukan jenis emulsi adalah dengan cara menggunakan campuran
larutan methylen blue dengan sudan III. Sudan III berfungsi untuk mengikat
lemak pada emulsi yang akan diuji. Bila menggunakan pewarna ini, maka emulsi water in oil di mikroskop oleh
bintik-bintik yang berwarna biru disebelah dalam dan lingkaran luarnya berwarna
oranye yang kemerahan. Sementara itu emulsi oil
in water akan menunjukkan bintik-bintik yang berwarna oranye kemerahan dan
lingkaran luarnya berwarna biru. Adapun cara-cara lain untuk membedakan antara jenis O/W dan W/O, yaitu :
a) Dengan konduksi :
Emulsi O/W dapat
mengkonduksi listrik, sedangkan emulsi W/O tidak, kecuali jika fase
terdispersinya lebih dari 60%
b) Dengan pengenceran dengan air atau minyak :
Emulsi O/W tidak akan
merubah sifatnya bila ditambahkan minyak, sebaliknya emulsi W/O tidak akan
berubah sifatnya bila ditambahkan air
c) Dengan menggunakan zat warna :
Zat warna yang digunakan adalah zat yang dapat larut dalam
minyak atau air
d) Dengan menggunakan cara flourescence :
Dengan memeriksanya di bawah
sinar ultraviolet
Sampel yang digunakan
pada percobaan ini diantaranya adalah susu skim, susu UHT, mentega, margarin,
salad drassing.
Tabel 8.
Hasil Pengamatan Menentukan Jenis
Emulsi dan Struktur Mikroskopis
Sampel
|
Gambar
|
o/w atau w/o
|
Susu skim
|
![]() |
o/w
|
Susu UHT
|
![]() |
o/w
|
Salad Dressing
|
![]() |
o/w
(merah dalem)
|
Margarin
(4 & 9)
|
![]() |
w/o
|
Mentega (3&8)
|
![]() |
w/o
|
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)
Dapat
dilihat pada hasil yang didapat pada tabel 6 dan 7, ternyata ketika diamati
dibawah mikroskop bentuk dari setiap sampel berbeda. Hal ini dikarenakan setiap
sampel memiliki jenis emulsi yang berbeda. Penampakan pada
mikroskop untuk sampel susu salad dressing terlihat adanya butiran-butiran biru
yang dikelilingi cairan kuning. Berarti, air susu merupakan jenis emulsi minyak
dalam air (O/W) dimana butiran-butiran lemaknya tersebar dalam air (methylene
blue larut dalam air). Sedangkan pada sampel margarin dan mentega, penampakan pada mikroskop berupa
gelembung-gelembung yang dikelilingi lapisan ungu atau kuning. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa margarin merupakan jenis emulsi air dalam lemak (W/O) dimana butiran-butiran airnya tersebar
dalam minyak.
Hasil
pengamatan,
terlihat bahwa pada susu, tampak granula –granula yang lebih panjang dan tebal. Pada margarin terdapat sedikit gelembung air dalam
globula-globula minyak. Bulatan-bulatan kecil yang terlihat pada mikroskop saat
pengamatan adalah gelembung-gelembung udara yang rapat.
4.2.3 Kestabilan Emulsi
Bila dua larutan murni
yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air, dicampurkan, lalu dikocok
kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem dispersi yang disebut emulsi.
Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di sebelah dalam fasa
yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan, maka dengan sangat cepat akan
terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi emulsi yang sesungguhnya muncul dan
teramati pada sistem dispersi terjadi dalam waktu yang sangat singkat (Tranggono, 1990).
Pada percobaan
selanjutnya dilakukan percobaan terhadap kestabilan emulsi. Sampel yang
digunakan adalah air, gum arab, dan CMC, ditambahkan santan kemudian dikocok
selama 30 detik dan amati.
Tabel 9.
Hasil Pengamatan Kestabilan
Emulsi
Sampel
|
Sebelum
|
Setelah30 Menit
|
SetelahDidiamkan
|
t
|
||||||
Warna
|
Homogenitas
|
Gambar
|
Warna
|
Homogenitas
|
Gambar
|
Warna
|
Homogenitas
|
Gambar
|
||
Gum Arab
|
Bening ada
gumpalan putih
|
Ada gumpalan
santan berwarna putih
|
![]() |
Putih
|
Homogen
|
![]() |
Putih
|
Putih pekat
diatas, putih bening didasar
|
![]() |
9.12’
|
CMC
(4 & 9)
|
Putih
|
Sedikit gumpalan santan
|
Tidak ada
dokumentasi
|
Putih
|
Homogen
|
Tidak ada
dokumentasi
|
Putih
|
Putih pekat diatas, putih bening di
bawah
|
|
8’
|
Air
|
Putih
|
Sedikit gumpalan santan
|
Tidak ada
dokumentasi
|
Putih
|
Homogen
|
Tidak ada
dokumentasi
|
Putih
|
Busa diatas, putih homogen di dasar
|
[menyusul yaa]
|
29’
|
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)
Berdasarkan
hasil pengamatan, air memerlukan waktu yang sangat singkat untuk memisahkan
diri dari air karena sejak awal fase air dan fase minyak tidak akan tidak
pernah menyatu sehingga akan selalu terpisah
Air tidak mampu
mempertahankan kesetabilan emulsi karena air bersifat polar sehingga tidak
dapat membuat suatu sistem emulsi karena tidak dapat menurunkan tegangan
permukaan pada fase yang non polar.
Kestabilan
emulsi dilihat dari lamanya emulsi tersebut bersatu sampai terpisah menjadi dua
fase. Kekeruhan yang terlihat pada emulsi juga menunjukkan tingkan stabilitas
emulsi. Semakin keruh emulsi tersebut berarti semakin stabil. Hal ini membuktikan kepada kita bahwa kuning telur merupahan
zat pengemulsi yang baik.
Daya
kerja emulgator disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik dalam
minyak maupun dalam air.Emulgator tersebut lebih terikat pada air atau larut dalam
zat yang polar maka akan lebih mudah terjadi emulsi minyak dalam air (O/W), dan
sebaliknya bila emulgator lebih larut dalam zat yang non polar, seperti minyak,
maka akan terjadi emulsi air dalam minyak (W/O).
Emulgator
membungkus butir-butir cairan terdispersi dengan suatu lapisan tipis, sehingga
butir-butir tersebut tidak dapat bergabung membentuk fase kontinyu. Bagian
molekul emulgator yang non polar larut dalam lapisan luar butir-butir lemak
sedangkan bagian yang polar menghadap ke pelarut air.
Beberapa proses, emulsi harus dipecahkan. Ada proses dimana
emulsi harus dijaga agar tidak terjadi pemecahan emulsi. Zat pengemulsi atau
emulgator juga dikenal sebagai koloid pelindung, yang dapat mencegah terjadinya
proses pemecahan emulsi.
4.2.4 Kecepatan Pelelehan Emulsi
Emulsi dapat dipengaruhi oleh
pemanasan. Pengaruh pemanasan ini dampaknya terhadap warna, kekeruhan dan lama
meleleh dari bahan pangan berlemak tinggi (sistem emulsi). Pada
percobaan tentang pengaruh pemanasan terhadap zat emulsi ini sampel yang
digunakan adalah margarine. Pertama – tama 10 gr margarine dan mentega
dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dimasukkan ke dalam penangas air
kemudian amati perubahan ketika bahan masih panas. (Winarno, 1984).
Tabel 10.
Hasil Pengamatan Kecepatan
Pelelehan Emulsi
Sampel
|
Sebelum
ditambahkan emulsi
|
Setelah
ditambahkan emulsi
|
Waktu
|
||||
Warna
|
Bentuk
|
Gambar
|
Warna
|
Bentuk
|
Gambar
|
||
Margarin
|
Kuning
|
Padat
|
|
Kuning pudar
|
Cair
|
![]() |
53”
|
Mentega
|
Kuning
|
Padat
|
|
Kuning
|
Cair, endapan
putih
|
![]() |
40”
|
(Sumber :DokumentasiPribadi, 2015)
Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel diatas, dapat
disimpulkan bahwa setelah dipanaskan semua sampel mencair. Waktu yang
dibutuhkan sendiri untuk meleleh yang paling lama adalah sampel margarin dengan
waktu 53 detik hal ini dapat disebabkan
kandungan asam lemak margarin yang terbuat dari lemak nabati serta memiliki
asam lemah tidak jenuh, sehingga pemutusan rantai lebih lama dan waktu
pelelehan lebih lama pula. Setelah dipanaskan terbentuk beberapa fase
dikarenakan komponen-komponen dari emulsi tersebut mengalami kerusakan dan
stabilitas emulsi hilang. Sampel dari margarin dan mentega juga memisah menjadi
2 fase secara umum Berarti pemanasan
menyerang zat penstabil dalam emulsi dan juga zat pengemulsi tidak tahan
terhadap suhu tertentu.
. Berdasarkan literatur, titik
leleh suatu lemak ditentukan dari banyaknya ikatan rangkap pada asam- asam
lemak penyusunnya, dimana semakin banyak ikatan rangkap pada asam-asam lemak
penyusunnya, maka semakin rendah titik leleh suatu lemak dan jika dibandingkan
dengan sesama lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, maka semakin panjang
rantai maka titik leleh semakin tinggi pada suatu lemak (Winarno, 1992).
Berdasarkan literatur, maka dapat
disimpulkan bahwa pada mentega yang paling banyak memiliki ikatan rangkap pada
asam lemak penyusunnya karena memiliki titik leleh yang rendah sedangkan pada
margarin yang paling sedikit memiliki ikatan rangkap pada asam lemak
penyusunnya sehingga memiliki titik leleh yang tinggi.
Melting
point pada asam lemak bervariasi tergantung pada beberapa aturan sederhana,
yaitu:
·
Peningkatan panjang rantai meningkatkan melting point
·
Peningkatan tingkat kejenuhan meningkatkan melting point
·
Perubahan isomer cis menjadi trans meningkatkan melting
point
Kekuatan
ikatan antar asam lemak dalam kristal dapat mempengaruhi pembentukan kristal,
serta dapat mempengaruhi titik cair/titik leleh lemak. Semakin kuat ikatan antar
molekul asam lemak maka akan semakin banyak panas yang diperlukan untuk
pencairan kristal sehingga titik leburnya menjadi tinggi. Asam lemak yang
mempunyai ikatan tidak begitu kuat maka memerlukan lebih sedikit energi panas
untuk mencairkan kristal sehingga titik lelehnya menjadi lebih rendah.
Gaya tarik menarik antar asam lemak ditentukan oleh
panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans dari asam
lemak tidak jenuh. Semkain panjang rantai C maka titik cair akan semakin
tinggi. Sedangkan semakin banyak ikatan rangkap maka ikatan antar lemak semakin
lemah sehingga titik cair menjadi lebih rendah. Bentuk trans pada asam lemak
menyebabkan lemak mempunyai titik lemur yang lebih tinggi daripada bentuk cis.
Struktur asam lemak trans lebih mudah membentuk ikatan van del Waals dengan
molekul lain sehingga ikatannya lebih kuat dan titik lelehnya lebih tinggi.
Sedangkan struktur asam lemak cis sulit berikatan satu sama lain sehingga titik
leleh cenderung lebih rendah dibandingkan asam lemak trans.
4.2.5 Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi
Bila
minyak dan air dikocok bersama-sama, akan terbentuk butir-butir lemak, dan
terbentuklah suatu emulsi, tetapi bila dibiarkan partikel-partikel minyak akan
bergabung lagi dan memisahkan diri dari molekul-molekul air. Untuk menjaga agar
minyak tetap tersuspensi dalam air dibutuhkan suatu emulsifier atau zat
pengemulsi. Emulsifier adalah senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan
(surface-active agents) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension)
antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan.
Emulsi
yang paling cepat terpisah menunjukan zat pengemulsi yang ditambahkan tidak
terlalu efektif untuk menstabilkan emulsi. (Tranggono, 1990).
Pada percobaan stabilitas
zat pengemulsi disediakan sampel berupa
garam, gula, merica, ditergen dan kuning telur. Pertama sediakan tabung
reaksi kemudian masukkan 3 ml minyak dan asam asetat dengan perbandingan 1:1,
lalu masukkan kedalam tabung sampel-sampel yang telah disebutkan di atas.
Setelah itu kocok selama 10 menit lalu
diamkan, dan amati.
Dari data
didapat bahwa kuning telur memiliki waktu memisah yang terlama, sebab Kuning
telur merupakan zat pengemulsi alami paling stabil dan paling efektif
digunakan, dilanjutkan oleh detergent karena termasuk golongan sabun termasuk
dalam zat pengemulsi buatan terdiri dari garam natrium dan asam lemak yang
dapat menurunkan tegangan permukaan air dan meningkatkan daya bersih air dengan
cara mengemulsi lemak yang ada.
Kestabilan
kuning telur sebagai zat pengemulsi ini dikarenakan kuning telur memiliki
kandungan lesitin yang terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-protein. Lesitin digunakan secara
komersil untuk keperluan pengemulsi dan/atau pelumas, dari farmasi hingga bahan
pengemas. Sebagai contoh, lesitin merupakan pengemulsi yang menjaga cokelat dan
margarin pada permen tetap menyatu.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi stabilitas emulsi, adalah:
1.
Tegangan antarmuka rendah
2.
Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
3.
Tolakkan listrik double layer
4.
Relatifitas phase pendispersi kecil
5.
Viskositas tinggi.
V. KESIMPULAN dan SARAN
5.1
Kesimpulan
·
Sistem dispersi bisa dikatakan sebagai sistem campuran lebih
dari dua komponen dengan ukuran komponen yang lebih besar dibandingkan larutan
sejati tetapi lebih besar dari ukuran komponen dalam campuran kasar (sistem
koloid).
·
Larutan memiliki 1 fase tetap homogen,
bentuk dispersinya yaitu dispersi molekul.
·
Tepung tapioca bersifat kurang stabil.
·
Protein dari susu akan membentuk disperse kolidal.
·
Kuning telur merupakan
emulsifier kuat.
·
Busa putih telur memiliki tekstur yang lebih lembut
dibandingkan dengan busa padat.
·
Pengadukan pada larutan garam dilakukan agar molekul air
dapat mengurangi daya tarik menarik antara Na+ dan Cl-
yang terdapat dalam garam dapur (NaCl).
·
Mentega yang paling banyak memiliki ikatan rangkap pada asam lemak
penyusunnya karena memiliki titik leleh yang rendah sedangkan pada margarin
yang paling sedikit memiliki ikatan rangkap pada asam lemak penyusunnya
sehingga memiliki titik leleh yang tinggi.
·
Air tidak mampu mempertahankan kesetabilan emulsi
karena air bersifat polar sehingga tidak dapat membuat suatu sistem emulsi
karena tidak dapat menurunkan tegangan permukaan pada fase yang non polar.
5.2 Saran
·
Praktikan diharapkan lebih teliti dalam melakukan praktikum
system dispersi.
DAFTAR
PUSTAKA
Buckle,
K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah
Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Deman, Jhon M.
Kimia Makanan. 1997. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Muchtadi.
R. Tien. 1992. Pengetahuan Bahan Pangan. Intitut Pertanian Bogor. Bogor.
Tranggono dan Surtadi.1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen.
PAU-Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Winarno,
F.G. 1984. Kimia Pangan. PT. Gramedia, Jakarta.
JAWABAN PERTANYAAN
1. Sebutkan dan jelaskan beberapa sistem dispersi !
a. Dispersi kasar (suspensi) adalah partikel-partikel
bahan tersebut berbentuk begitu besar
atau kompleks sehingga tidak larut dan juga tidak dapat membentuk koloidal.
Contoh : pati dalam air dingin.
b. Dispersi koloidal adalah partikel-partikel zat yang ada dalam
air bentuknya tidak begitu besar sehingga tidak dapat mengendap, tetapi juga
tidak cukup kecil untuk membentuk suatu larutan. Contoh : protein yaitu penggumpalan
susu.
c.
Dispersi molekular (larutan sejati) adalah
partikel-partikel zat yang didispersikan lebih kecil daripada 1 milimikron.
2. Apa perbedaan antara larutan, suspensi kasar, dan koloid ?
Perbedaannya
adalah suspensi kasar memiliki diameter partikel > 10-7
m, koloid berdiameter partikel antara 10-7 dan 10-9 m,
sedangkan larutan memiliki diameter molekul/ion kurang dari 10-9
m
3. Jelaskan 2 jenis emulsi !
Jenis emulsi ada
2, yaitu :
a. W/O : sistem dimana butiran-butiran air tersebar dalam
minyak.
Contoh :mentega.
b. O/W : sistem dimana butiran-butiran minyak
tersebar dalam air.
Contoh : air susu.
No comments:
Post a Comment