Yoga Jati Pratama
240210140003
Kelompok 1A Universitas Padjadjaran
240210140003
Kelompok 1A Universitas Padjadjaran
IV. HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Bahan tambahan makanan atau bahan tambahan pangan (BTP)
adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari
bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat
atau bentuk bahan pangan. BTP ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan
agar kualitasnya meningkat. Pemakaian BTP merupakan salah satu langkah
teknologi yang diterapkan oleh industri pangan berbagai skala. Sebagaimana
langkah teknologi lain, maka risiko-risiko kesalahan dan penyalahgunaan tidak
dapat dikesampingkan. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah
diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah – kaidah ilmiah yang ada.
Pemerintah telah mengeluarkan aturan-aturan pemakaian BTP secara optimal (Syah,
2005).
Bahan tambahan
pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan bukan
merupakan ingredient khas pangan, mempunyai/tidak nilai gizi yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk maksud teknologi (termasuk orlep)
pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan,
penyimpanan & pengangkutan pangan untuk menghasilkan/ diharapkan
menghasilkan langsung/tidak langsung) suatu komponen pangan/mempengaruhi sifat
khas pangan.
Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus
melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali
terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada
pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui
suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam
hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Baroroh, 2003).
Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan
pemakaian pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil
dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan
adalah pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan
seperti Amarant, Auramin, Methanyl Yellow,
dan Rhodamin
B. Jenis-jenis makanan jajanan yang
ditemukan mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goring, tahu, kerupuk, es
cendol, mie dan manisan.
Timbulnya penyalahgunaan bahan tersebut
disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan,
dan juga disebabkan karena harga zat pewarna untuk industri lebih murah
dibanding dengan harga zat pewarna untuk pangan.
Tujuan penambahan BTM
secara umum adalah untuk:
1.
Meningkatkan nilai gizi
makanan.
2.
Memperbaiki nilai
sensori makanan.
3.
Memperpanjang umur
simpan (shelf life) makanan.
4.
Sering digunakan untuk
memproduksi makanan untuk kelompok konsumen khusus, seperti penderita diabetes,
pasien yang baru mengalami operasi, orang-orang yang menjalankan diet rendah
kalori atau rendah lemak, dan sebagainya. (Brady, 1993).
Pada
praktikum kali ini dilakukan percobaan dengan mengidentifikasi bahan tambahan
makanan yang berbahaya yaitu, boraks, formalin dan identifikasi warna. Sampel
yang digunakan adalah mie basah, sosis, bakso, dan tahu. Berikut ini adalah
hasil pengamatan deskripsi sampel serta hasil pengamatan uji
Tabel 1. Deskripsi Sampel kelas TPN - A
Kel
|
Sampel
|
Warna
|
Aroma
|
Kecerahan
|
Kekenyalan
|
Kekerasan
|
1,6
|
Mie Basah
|
Kuning cerah
|
Aroma mie +
|
++
|
+
|
Keras
|
2,7
|
Agar-agar
|
Ungu
|
Khas
Agar
|
++
|
+
|
-
|
3,8
|
Tahu
|
Kuning
|
Bau
kedelai
|
++
|
-
|
-
|
4.
9
|
Terasi
|
Merah ati
|
Terasi
|
+++
|
-
|
++
|
5,10
|
Ketupat
|
Putih
|
Ketupat
|
+
|
++
|
+
|
Sumber: Dokumentasi Pribadi,2015
Tabel 2.
Deskripsi Sampel TPN - B
Kel
|
Sampel
|
Warna
|
Aroma
|
Kecerahan
|
Kekenyalan
|
Kekerasan
|
1,6
|
Nugget
|
Oranye
|
Bau
busuk
|
++
|
++
|
+++
|
2,7
|
Dendeng
|
Merah
tua
|
Khas
dendeng
|
-
|
++
|
+
|
3,8
|
Kornet
|
Merah muda
|
Khas
kornet
|
+
|
+
|
+
|
4.
9
|
Baso
Sapi
|
Abu-abu
|
Bau
daging sapi
|
-
|
+++
|
++
|
5,10
|
Ikan
asin
|
coklat
|
Ikan
asin
|
-
|
+
|
+++
|
|
|
|
|
|
|
|
(Sumber:
Dokumentasi Pribadi,2015)
4.1
Identifikasi
pewarna
Tabel 3. Identifikasi Pewarna Tekstil
dan Boraks TPN - A
Kel
|
Sampel
|
Pewarna
|
Boraks
|
1,6
|
Mie Basah
|
+
|
+++
|
2,7
|
Agar-
agar
|
-
|
+
|
3,8
|
Tahu
|
-
|
++
|
4.
9
|
Terasi
|
++
|
-
|
5
,10
|
Ketupat
|
-
|
++++
|
Sumber:
Dokumentasi Pribadi,2015
Tabel 4. Identifikasi Pewarna Tekstil dan Boraks
TPN - B
Kel
|
Sampel
|
Pewarna
|
Boraks
|
1, 6
|
Mie
basah
|
(+)
tekstil
|
+
+ +
|
2, 7
|
Agar
|
(-)
alami
|
+
|
3, 8
|
Tahu
|
(-)
alami
|
+
+
|
4. 9
|
Terasi
|
(+)
tekstil
|
-
|
5, 10
|
Ketupat
|
(-)
alami
|
+
+ + +
|
11,
16
|
Nugget
|
-
|
+++
|
12,
17
|
Dendeng
|
-
|
+
|
13,
18
|
Kornet
|
-
|
++
|
14.
19
|
Baso
Sapi
|
-
|
++
|
15
,20
|
Ikan
asin
|
-
|
+++
|
(Sumber:
Dokumentasi Pribadi,2015)
Bahan pewarna makanan
terbagi dalam dua kelompok besar yakni pewarna alami dan pewarna buatan. Di
Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan
dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/80 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi seringkali
terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan,
misalnya zat pewarna untuk tekstil dan pakaian dipakai untuk mewarnai bahan
pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu
logam berat pada zat pewarna tersebut.
Timbulnya
penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat
mengenai zat pewarna untuk pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk industri
jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan. Hal ini
disebabkan masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat
pewarna bahan non pangan. Lagipula warna dari zat pewarna tekstil atau kulit
biasanya lebih menarik.
Adapun prosedur yang
dilakukan untuk pengujian identifikasi pewarna tersebut pertama-tama sampel
dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 5 gram lalu tambahkan air 5ml setelah
itu dimasukan kedalam pipet filtrat potong di tabung reaksi berisi air setelah
air naik amati jika positif pewarna tekstil akan diam dan jika bukan pewarna
tekstil akan bergerak.
Berdasarkan hasil
pengamatan diatas dapat disimpulkan bahwa sebagaian sampel yang diuji positif
mengandung pewarna tekstil contoh tersebut yang positif menggunakan pewarna
tekstil adalah mie basah, dan terasi hal tersebut diketahui dari literature
yang menyebutkan bahwa pewarna makanan akan naik dari titik penetesan dan
pewarna tekstil tidak akan naik dari titik penetesan. Pewarna makanan akan naik
sesuai dengan prinsip kapilaritas karena zat pewarna makanan tersebut larut
dalam pelarut aquades, sedangkan pewarna tekstil tidak larut air karena
mengandung lemak yang tidak akan larut dalam air. Sedikit kenaikan yang dialami
oleh pewarna tekstil merupakan hal yang masih wajar. Kenaikan yang wajar adalah
kenaikan yang kurang dari 3 cm. adapun tips untuk menghilangkan noda dari
pewarna tekstil tersebut bisa menggunakan metanol dan air panas yang di bilas
dan di tuangkan secara berulang-ulang pada pakaian dengan syarat ketika pakaian
terkena oleh pewarna tersebut segera di tanggulangi apabila sudah terlalu lama
dikhawatirkan warna akan menempel dan menjadi permanen.
Pewarna tekstil yang digunakan
sebagai pewarna makanan dapat disebabkan karena menghasilkan karakteristik
warna yang lebih stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna makanan yang
alami. Selain itu, harga pewarna tekstil jauh lebih murah dan mudah
mendapatkannya jika dibandingkan dengan pewarna makanan yang alami. Pengetahuan
masyarakat umum pun kurang untuk hal-hal seperti ini sehingga mereka tidak
mengetahui apa akibat yang akan dihasilkan bila terus menggunakan zat pewarna
tekstil sebagai zat pewarna makanan jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang
panjang.
Pewarna tekstil yang
digunakan pada bahan pangan sangatlah berbahaya. Efek negatif dari pewarna
tekstil yang digunakan sebagai pewarna makanan adalah menyebabkan gangguan
fungsi hati atau menyebabkan timbulnya kanker hati. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa zat pewarna tersebut memang berbahaya bila digunakan pada
makanan. Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit
(tikus), pewarna tekstil menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal
menjadi nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan
pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang melakukan
pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis
dari sitoplasma. (Deman, 1995). Ciri-ciri makanan yang menggunakan pewarna
tekstil warnanya akan mengkilap dan mencolok, terkadang warna tidak rata, ada
gumpalan pada produk bila dikonsumsi rasanya akan sedikit pahit.
4.2 Formalin
Tabel 5. Identifikasi Formalin TPN
- A
Sampel
|
Formalin (+/-)
|
Terasi
|
-
|
|
|
Sumber: Dokumentasi Pribadi,2015
Tabel 6.
Identifikasi Formalin TPN - B
Sampel
|
Formalin (+/-)
|
Baso
|
+
|
Tahu
|
-
|
(Sumber:
Dokumentasi Pribadi,2015)
Percobaan kedua adalah dilakukannya identifikasi
formalin. Berdasarkan hasil pengamatan semua sampel yang diujikan pengujian
formalin sampel terasi dan tahu negatif tidak mengandung formalin sedangkan
sampel baso positif mengandung formalin.
Pengujian ini dilakukan dengan cara destilasi, pertama
siapkan 5 gram sampel kemudian masukan kedalam Erlenmeyer tambahkan 100ml air
dan masukan pada Erlenmeyer yang ditambahkan 10ml aquades kemudian pasang
destilat yang ditambahkan asam fosfat 10% setelah ditambahkan lalu diambil 2 ml
destilat untuk kemudian ditambahkan asam kromatofat sebanyak 0,5% dalam asam
sulfat 60%. Asam kromatofat digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas
dari bahan, panaskan air selama 15’, bila positif air akan berubah ungu.
Formalin juga bereaksi dengan asam kromatopik menghasilkan senyawa kompleks
yang berwarna merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara
menambahkan asam fosfat dan dan hydrogen peroksida. Caranya bahan yang diduga
mengandung formalin ditetesi dengan campuran antara asam kromatopik, asam
fosfat, dan hydrogen peroksida. Jika dihasilkan warna merah keunguan maka dapat
disimpulkan bahwa bahan tersebut mengandung formalin. Langkah terakhir
dilakukan pemanasan hingga terbentuk warna ungu yang menunjukkan hasil positif
terhadap formalin.
Distilasi
atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga
teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih. Dalam
penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian
didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih
rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis
perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan
pada teori bahwa pada suatu larutan,
masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi
didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.
Destilasi sederhana atau destilasi
biasa adalah teknik pemisahan kimia untuk memisahkan dua atau lebih komponen
yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh. Suatu campuran dapat dipisahkan
dengan destilasi biasa ini untuk memperoleh senyawa murninya. Senyawa-senyawa
yang terdapat dalam campuran akan menguap pada saat mencapai titik didih
masing-masing.
Formaldehid
(HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul 30,03 yang pada suhu
kamar dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk)
dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat mudah
larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986).
Sampel
yang digunakan pada pengujian formalin yaitu baso, tahu dan terasi.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (MenKes) Nomor
1168/MenKes/PER/X/1999, formalin merupakan bahan kimia yang penggunaannya
dilarang untuk produk makanan (Lee,
2006). Formalin adalah nama dagang larutan Formaldehid dalam air dengan kadar 30-40
%. Di pasaran formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu
dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 %, serta dalam bentuk tablet yang
beratnya masing-masing sekitar 5 gram. Formalin ini biasanya digunakan sebagai
bahan baku industri lem, playwood dan resin, disinfektan untuk pembersih
lantai, kapal, gudang dan pakaian; germisida dan fungisida pada tanaman
sayuran; serta pembasmi lalat dan serangga lainnya. Larutan dari formaldehida
sering dipakai membalsem atau mematikan bakteri serta mengawetkan bangkai.
Dalam jumlah sedikit, formalin
akan larut dalam air, serta akan dibuang ke luar bersama cairan tubuh. Sehingga
formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah. Imunitas tubuh sangat
berperan dalam berdampak tidaknya formalin di dalam tubuh. Jika imunitas tubuh
rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin dengan
kadar rendah pun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Usia anak khususnya
bayi dan balita adalah salah satu yang rentan untuk mengalami gangguan ini.
Secara mekanik integritas mukosa (permukaan) usus dan peristaltik (gerakan
usus) merupakan pelindung masuknya zat asing masuk ke dalam tubuh. Secara
kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi zat berbahaya
tersebut. Secara imunologik sIgA (sekretori Imunoglobulin A) pada permukaan
mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal zat asing masuk ke dalam
tubuh. Pada usia anak, usus imatur (belum sempurna) atau sistem pertahanan
tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan bahan
berbahaya masuk ke dalam tubuh sulit untuk dikeluarkan. Hal ini juga akan lebih
mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis seperti pada
penderita Autism, penderita alergi dan sebagainya.
Formalin jika termakan, dalam jangka pendek tidak
menyebabkan keracunan, tetapi jika tertimbun di atas ambang batas dapat
mengganggu kesehatan. International
Proggrame on Chemical Safety menetapkan bahwa batas toleransi yang dapat
diterima dalam tubuh maksimum 0,1 mg perliter (Khopkar, 2006). Bahaya formalin
dalam jangka pendek (akut) adalah apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan
perut terasa terbakar, sakit jika menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan
terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan
darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan hati, limpa, pankreas, susunan syaraf pusat
dan ginjal. Bahaya jangka panjang adalah iritasi saluran pernafasan,
muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu
badan dan rasa gatal di dada. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat
mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah) dan
haematomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin
dengan dosis 100 gram dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu 3 jam
(Winarno, 1994). Untuk mengetahui produk yang mengandung formalin yaitu dengan
menggunakan kertas indicator dapat diperoleh dari took obat atau apotek. Bila
kertas indicator itu berubah setelah dimasukan pada rendaman maka bisa
dipastikan makanan tersebut mengandung formalin.
4.2
Boraks
Tabel
7. Identifikasi Boraks TPN - A
Kel
|
Sampel
|
Boraks
|
1,6
|
Mie Basah
|
+++
|
2,7
|
Agar-
agar
|
+
|
3,8
|
Tahu
|
++
|
4.
9
|
Terasi
|
-
|
5
,10
|
Ketupat
|
++++
|
Sumber:
Dokumentasi Pribadi,2015
Tabel 8. Identifikasi Boraks TPN - B
Kel
|
Sampel
|
Boraks
|
1, 6
|
Mie
basah
|
+
+ +
|
2, 7
|
Agar
|
+
|
3, 8
|
Tahu
|
+
+
|
4. 9
|
Terasi
|
-
|
5, 10
|
Ketupat
|
+
+ + +
|
11,
16
|
Nugget
|
+++
|
12,
17
|
Dendeng
|
+
|
13,
18
|
Kornet
|
++
|
14.
19
|
Baso
Sapi
|
++
|
15
,20
|
Ikan
asin
|
+++
|
(Sumber:
Dokumentasi Pribadi,2015)
Selanjutnya dilakukan identifikasi boraks. Cara
mengidentifikasinya adalah menempatkan sebanyak 1
gram sampel pada cawan porselen. Lalu sampel tersebut diabukan menggunakan tanur
selama 2 jam dengan suhu 600o C. Setelah itu didinginkan selama 1 jam, lalu
ditambahkan 8 tetes H2SO4 pekat serta 1 ml metanol. Lalu sampel
tersebut dibakar atau uji nyala. Hasil pengamatan diatas menunjukan hampir semua sampel positif mengandung boraks kecuali sampel terasi dengan ditujukan jika sampel yang dibakar mengeluarkan api warna hijau
sedangkan bila sampel tersebut tidak mengeluarkan api warna hijau dapat
disimpulkan bahwa sampel tersebut tidak menggunakan boraks. Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk
mengetahui apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala
karena sampel yang digunakan dibakar uapnya, kemudian warna nyala dibandingkan
dengan warna nyala boraks asli. Tentu sebelumnya telah diketahui bahwa serbuk
boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang
dibakan menghasilkan warna nyala hijau maka sampel dinyatakan
positif mengandung boraks.
Boraks merupakan garam Natrium yang
banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya industri kertas,
gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat dengan
campuran boraks. Di Indonesia boraks merupakan salah satu bahan tambahan pangan
yang dilarang digunakan pada produk makanan, karena asam borat dan senyawanya
merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen.
Boraks (Na2B4O7.10H2O)
dan asam borat (H3BO3) digunakan untuk deterjen,
mengurangi kesadahan, dan antiseptik lemah. Boraks merupakan kristal lunak
lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air. Ketika
asam borat masuk ke dalam tubuh, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit
perut, penyakit kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan
bahkan kematian. Jika tertelan 5-10 g boraks oleh anak-anak bisa menyebabkan
shock dan kematian (Sudarmadji, 2003).
Boraks disalah gunakan untuk pangan dengan tujuan
memperbaiki warna, tekstur dan flavor. Boraks
banyak disalahgunakan untuk pembuatan mie basah, lontong, bakso, kerupuk, dan
gendar. Boraks bersifat sangat beracun, sehingga
peraturan pangan atau peraturan mentri kesehatan No.33 tahun 2012 pasal 3
tentang macam-macam zat yang tidak boleh terkandung dalam produk makanan. tidak
membolehkan boraks untuk digunakan dalam pangan. Boraks (Na2B4O7.10H2O)
dan asam borat (H3BO3) digunakan untuk deterjen,
mengurangi kesadahan, dan antiseptik lemah.
Boraks
maupun bleng tidak aman untuk dikonsumsi sebagai makanan. Mengkonsumsi makanan
yang mengandung boraks memang tidak serta berakibat buruk terhadap kesehatan
tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh
konsumen secara kumulatif. Ketika asam borat masuk ke dalam tubuh, dapat
menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit, kerusakan ginjal,
kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian. Jika tertelan 5-10g
boraks oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan kematian.
Untuk mengidentifikasi secara
langsung makanan yang mengandung boraks dapat dilihat dari teksturnya yang
kenyal dan aromanya yang tajam.
V. KESIMPULAN dan SARAN
5.1
Kesimpulan
·
Pewarna makanan akan
naik dari titik penetesan dan pewarna tekstil tidak akan naik dari titik
penetesan.
·
Pewarna makanan akan
naik sesuai dengan prinsip kapilaritas karena zat pewarna makanan tersebut
larut dalam pelarut aquades, sedangkan pewarna tekstil tidak larut air karena
mengandung lemak yang tidak akan larut dalam air.
·
Terasi dan mie
basah posif mengandung pewarna tekstil.
·
Pada uji
formalin sampel baso positif mengandung formalin.
·
Dalam uji boraks
hampir semua sampel positif mengandung boraks kecuali sampel terasi.
- Ciri-ciri makanan yang menggunakan pewarna tekstil warnanya akan mengkilap dan mencolok, terkadang warna tidak rata, ada gumpalan pada produk bila dikonsumsi rasanya akan sedikit pahit.
- Ciri-ciri makanan yang menggunakan pewarna tekstil warnanya akan mengkilap dan mencolok, terkadang warna tidak rata, ada gumpalan pada produk bila dikonsumsi rasanya akan sedikit pahit.
·
Untuk mengetahui produk
yang mengandung formalin yaitu dengan menggunakan kertas indicator dapat
diperoleh dari took obat atau apotek. Bila kertas indicator itu berubah setelah
dimasukan pada rendaman maka bisa dipastikan makanan tersebut mengandung
formalin.
5.2 Saran
·
Praktikan diharapkan
lebih teliti dalam melakukan praktikum Bahan
tambahan makanan
·
Diharapkan semua
praktikan memahami prosedur sesuai dengan literature agar ketika melakukan
pengamatan praktikan tidak keliru bagian mana saja yang harus diamati.
DAFTAR
PUSTAKA
Baroroh, U. L. U.
2004. Kimia Dasar I.
Universitas Lambung Mangkurat.
Banjarbaru.
Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas & Struktur. Penerbit
: Binarupa Aksara, Jakarta.
Deman,J.M.1997. Kimia Makanan. ITB,
Bandung.
Khopkar,
S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta.
Lee, L.P., Sherins, R.J. and Dixon, R.L. 1978. Edevence for induction of germinal aplasia in
male rats by environmental exposure to boron.
Toxicol. Aplly. Phamacol. 45577590.
Moffat, A. C. (1986). Clarke’s isolation and identification of drugs.
Edisi 2. London. The Pharmaceutical Press. Hal. 420-421, 457-458, 849,
932-933.Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003
Sudarmadji,
Slamet, H.Bambang, Suhardi. 2003. Analisa
Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Winarno, F.G.
1995. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
No comments:
Post a Comment