Tuesday, March 28, 2017

Laporan praktikum 11 ANALISIS PANGAN (ANALISIS MIKROSTRUKTUR BAHAN PANGAN)

ANALISIS MIKROSTRUKTUR BAHAN PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Yoga Jati Pratama (240210140003)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Emailyoga.jpratama1@gmail.com

ABSTRAK
         Mikrostruktur adalah subjek bagi observasi mikroskopik secara langsung dengan menggunakan mikroskop elektron atau optikal dan dibantu dengan menggunakan software Image J. mikrostruktur dikarakteristikkan berdasarkan nomor fase-fase yang menampilkan proporsinya serta cara-cara bagaimana fase tersebut didistribusikan atau disusun. Dalam bahan pangan pengujian mikrostruktur sering digunakan untuk menguji EPS atau Eksopolisakarida yaitu produk bioaktif yang dihasilkan oleh mikroba tertentu yang dieksresikan ke luar sel. Pengujian mikrostruktur ini biasa di aplikasikan pada berbagai produk pangan khususnya digunakan pada produk susu (Suya,2012). Dalam praktikum kali ini pengujian tersebut di aplikasikan pada tepung pisang dan tepung mokaf dengan tujuan untuk mengetahui struktur mikro bahan pangan yang akan mempengaruhi tekstur dan sifat fisiknya dengan cara melihat hasil pengujian yang ditandai dengan terlihatnya fase-fase yang berbeda dan dapat dipisahkan berdasarkan penampakannya Seperti contoh, untuk dua fase logam, satu fase akan tampak terang dan lainnya tampak gelap. Ketika hanya ada fase tunggal atau solution padat, maka tekstur akan seragam. Praktikum ini dilakukan di lab pendidikan gd.4 FTIP UNPAD.

Kata kunci : Mikrostruktur,ImageJ, tepung pisang, dan tepung mokaf.






PENDAHULUAN

            Setiap makanan atau produk pangan pasti memiliki mikrostruktur yang berbeda-beda seperti halnya pada tepung, jika dilihat dari luar tidak terlihat bentuk tepung tersebut apakah seragam atau tidak, padahal itu mempengaruhi tingkat kehalusan dari tepung itu sendiri.
mikromolekul merupakan aspek yang penting untuk penilaian mutu produk pangan. mikromolekul termasuk dalam salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk pangan (Hellyer, 2004). Untuk mengetahui mikromolekul dalam bahan pangan yang baik dapat dilakukan dengan uji mikrostruktur agar mengetahui apakah bentuk struktur dalam bahan pangan tersebut seragam atau tidak.
Tekstur pada bahan pangan dapat didefinisikan sebagai cara dimana berbagai kandungan dan unsur struktural disusun dan disatukan menjadi mikro dan makrostruktur dari perwujudan eksternal struktur ini dalam bentuk aliran dan deformasi. Terdapat hubungan langsung antara komposisi bahan kimia dari makanan, sifat fisik atau mekanis, dan hasil dari sifat fisik atau mekanis tersebut. Tekstur makanan dapat ditentukan melalui tes mekanik (instrumen) atau dengan analisis penginderaan. Selanjutnya, kita menggunakan alat indera manusia sebagai alat analisis (deMan, 2013).
Suatu teknik karekterisasi untuk menentukan ukuran atau distribusi partikel dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah menggunakan mikroskop elektron seperti SEM dan TEM, atau menggunakan Particle Size Analyzer (PSA). Hasil dari karakterisasi SEM /TEM berbentuk gambar digital partikel sedangkan hasil karakterisasi PSA dalam bentuk distribusi ukuran partikel.
Aplikasi yang dipakai dalam praktikum kali ini yaitu Image J, Image-J adalah software gratis atau free-software untuk proses dan teknis sederhana analisis ukuran partikel. Image J biasa digunakan  untuk pengolahan gambar digital berbasis Java yang dibuat oleh Peneliti di Research Services Branch, National Institute of Mental Health, Bethesda, Maryland, USA. Untuk Penggunaan Image-J dalam analisis gambar digital telah digunakan secara luas dalam bidang kesehatan dan biologi.
Di Indonesia penggunaan Image-J tidak jauh beda yaitu untuk menganalisis ukuran partikel dalam beberapa sampel yang digunakan di PPF-LIPI. Di samping itu image J biasa digunakan oleh Universitas sebagai bentuk pembelajaran untuk mengetahui struktur mikro dalam bahan tertentu.
Kelebihan yang didapat dari aplikasi ImageJ tersebut selain gratis dan terbuka untuk umum yaitu dapat memberikan hasil analisis dan tingkat akurasi yang baik. Analisis partikel memiliki akurasi yang baik jika perbesaran yang digunakan saat pengambilan gambar sampel memiliki tingkat perbesaran yang lebih tinggi. Seperti yang dilakukan oleh PPF-LIPI hasil analisis partikel menggunakan Image-J menunjukkan bahwa tingkat akurasi yang didapatkan lebih baik dibandingkan dengan analisis partikel menggunakan PSA dengan rata-rata sebesar 88,5%. Hasil ini menunjukkan bahwa analisis partikel menggunakan free-software Image-J cukup relevan untuk digunakan sebagai media pengolahan data dan penentuan ukuran partikel yang didapat dari karakterisasi bahan pangan itu sendiri.
Hal yang perlu diperhatikan saat akan melakukan analisis mikrostruktur adalah dengan pemilihan gambar yang jelas dan tidak terlalu gelap kemudian ditambah dengan pemilihan color pada aplikasi imagej biasanya color split channel yang dipakai yaitu (red) yang dipercaya bahwa split channel tersebut lebih bersih dan lebih jelas di banding dengan color split channel lainnya. Sehingga pencarian fractal dimensi bisa lebih akurat.
Mengenal sejarah dan definisi Fraktal, pada awalnya fractal diperkenalkan pertama kali oleh Benoit Mandelbrot pada tahun 1977 dalam bukunya yang berjudul “The Fractal Geometry of Nature”. Fraktal berasal dari kata latin fractus yang artinya pecah atau tidak teratur (Mandelbrot, 1983:4). Jadi, fraktal adalah benda geometris yang kasar dan tidak teratur. Beberapa fraktal, apabila dipecah dan diambil beberapa bagian kecilnya jika diperbesar akan terlihat mirip dengan fraktal aslinya. Fraktal dikatakan memiliki detail yang tak hingga dan pada tingkat perbesaran yang berbeda, ia memiliki struktur serupa diri dengan fraktal aslinya.
Pada dasarnya fraktal merupakan geometri sederhana yang digandakan berulangkali dan digabungkan satu sama lain dalam skala yang beragam. Teknik penghitungan dimensi fraktal dapat dilakukan dengan cara box counting. Algoritma box counting bekerja dengan cara membagi obyek menggunakan kotak-kotak (boxes) berukuran tertentu, kemudian menghitung berapa banyak box yang meliputi obyek seluruhnya. Ciri dimensi fractal dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kekasaran tekstur sebuah objek. Objek yang memiliki nilai dimensi fractal yang tinggi berarti objek tersebut memiliki tekstur yang lebih kasar. Dalam dimensi Euclid hanya mengenal dimensi 1, dimensi 2, dan dimensi 3 saja. Hal tersebut berbeda dengan dimensi dalam geometri fractal, dalam   dimensi   fractal,   kita   tidak   hanya   mengenal   dimensi   1,   dimensi 2,   dan dimensi 3 saja, tapi dimensi fraktal dapat berupa bukan bilangan bulat seperti dimensi segitiga sierpienski yaitu 1,58.
Dalam pengujian ini warna yang bersih atau jelas merupakan salah satu ciri visual yang sering digunakan dalam  ciri ekstrasi. Histogram warna merupakan ciri yang paling banyak digunakan untuk merepresentasikan ciri warna suatu citra. Citra pada umumnya dikonversi pada ruang warna tertentu kemudian setiap komponen warnanya dibuat histogramnya. Dari histogram warna yang telah dibuat kemudian dicari nilai piksel yang memiliki frekuensi kemunculan yang paling tinggi.


Metodologi

Bahan dan alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain computer dengan aplikasi image J, mikroskop, dan kamera.
Sampel yang digunakan dalam praktikum ini antara lain yaitu tepung pisang dan tepung mokaf (Modified Cassava Flour) atau tepung yang di buat dari singkong.

Prosedur Mikrostruktur Bahan Pangan
      Siapkan satu sendok sampel, dan letakkan pada meja objek mikroskop kemudian capture objek dan pilih 10 gambar hasil foto kamera lalu hitung dimensi fractal pada objek tersebut.

Software Image-J
Image-J  merupakan  perangkat  lunak  yang  dapat  diunduh  secara  gratis  dari http://rsb.info.nih.gov/ij/. Perangkat  lunak  yang  telah  diunduh  dapat  dipasangkan  ke  komputer dengan menjalankan paket program tersebut.
Ada dua macam versi yang dapat diunduh melalui alamat  tersebut  yaitu  versi-32  bit  dan  versi-64  bit.  Image-J  dapat  di-upgrade  versi  terbarunya dengan cara membuka  Image-J  lalu  mengklik Help  >  Update atau  dengan  cara  membuka  link
http://rsb.info.nih.gov/ij/upgrade.


Hasil dan Pembahasan

Fraktal berasal dari kata fractus (pecah), yaitu geometri yang dibangun oleh pengulangan dan perangkaian bentuk primitif geometri tersebut. Pada dasarnya fraktal merupakan geometri sederhana yang digandakan berulangkali dan digabungkan satu sama lain dalam skala yang beragam.
Mikrostruktur dalam pangan merupakan unit struktur yang membentuk produk pangan. Mikrostruktur membentuk produk pangan dari nano struktur menjadi makrostruktur. Mikrosturktur dalam pangan dapat mempengaruhi beberapa sifat dari suatu produk pangan diantaranya fisikokimia, fungsional, dan beberapa sifat yang dipengaruhi oleh komponen penyusun produk pangan.
            Pengukuran produk pangan tersebut dapat dianalisis menggunakan mikroskop, karena sifat mikrostruktur yang berukuran mikro. Pengukuran dengan menggunakan gambar hasil mikroskop. gambar dari hasil mikroskop ini yang akan dianalisis jenis dan sifat dari mikrostruktur produk pangan yang diuji. 
Untuk menghitung nilai dimensi fraktal menggunakan software yaitu imagej. Imagej ialah software yang digunakan untuk menganalisis suatu gambar. Sebelumnya perlu ada preparasi terlebih dahulu yaitu sampel diambil sedikit untuk diinokulasikan ke kaca preparat. Setelah itu tutup dengan cover glass. Amati bentuk dari molekul – molekul tersebut. Kemudian ambil gambar hasil pengamatan mikroskop tersebut. Gambar yang diambil ialah 10 gambar. Selanjutnya dengan menggunakan software imagej cari nilai Df. Rata – ratakan nilai Df gambar 1 sampai gambar 10.
Lebih tepatnya yaitu pertama install software ImageJ kemudian copy fractal count ke local disc c program files image J kemudian paste pada folder tersebut. Setelah itu cek Image J dengan cara membuka aplikasi tersebut kemudian klik menu help dan pilih refresh kemudian pilih menu plugins dan pilih fractal count setelah prosedur aplikasi tersebut sudah terisntal dengan sempurna kemudian rubah format gambar hasil pengamatan yang akan di cari nilai df tersebut dengan melalui aplikasi paint kemudian save as ganti format image menjadi tif, begitu seterusnya dari gambar 1 sampai dengan gambar 10.
Kemudian foto yang telah dirubah formatnya menjadi tiff masukan ke aplikasi image j dengan mengklik menu file dan pilih open lalu cari dimana foto yang sudah dirubah menjadi tiff tersebut, jika sudah dapat kemudian klik open setelah itu ubah dalam 3 jenis bagian warna dengan cara pilih menu image, color dan klik split channel muncul 3 gambar yaitu blue, green dan red pilih red karena warna tersebut paling jelas dan bersih disbanding dengan warna lain, pilih menu analyze dan klik histogram pilih list (muncul angka), pilih menu file lalu save as, open excel pilih yes.
Buka file excel tersebut kemudian muncul nilai value dan count pada kolom A dan B, lalu dalam kolom C ketik ‘total count’ untuk mencari threshold dari hasil pengamatan tersebut dengan rumus pada baris satu kolom 3 (total count) =B2 enter, kemudian pada baris 2 dengan kolom yang sama ketik =B2 + C2 enter setelah itu seret kebawah sampai pada 255 data.
Pada kolom D biasanya digunakan untuk mencari median dari foto hasil pengamatan tersebut yaitu dengan rumus = median (c2:257)= klik enter, otomatis median akan muncul, median tersebut gunakan untuk mencari tresholdnya biasanya yang mendekati pada baris (128 yang diambil sebagai nilai tengah) buka Image J pilih gambar red klik plugins dan cari fractal count lalu masukan angka threshold (128) klik OK. Tulisan muncul “dimention fractal = 1,9485 (contoh)”
            D= 1,9485
rumus Df = D + 1
               = 2,9485
Setelah itu ratakan nilai Df dari 10 gambar tentukan Df tersebut RLCA (Reaction limited cluster aggregation) atau DLCA (Diffusion limited cluster aggregation)
Hasil analisis mikrostuktur yang pertama yaitu pada kelompok 1 dengan sampel tepung mokaf didapat nilai Fractal Dimensi atau nilai df yang relatif sama yaitu 2,9485 berarti sampel tersebut termasuk Reaction limited cluster aggregation (RLCA) karena pada sampel tersebut mempunyai nilai df lebih dari dua (2) berikut adalah tabel 1 hasil pengamatan gambar oleh kelompok 1
Tabel.1 hasil pengamatan kelompok 1










(Hasil dokumentasi pribadi,2016)

Reaction limited cluster aggregation atau disebut Slow aggregation. RLCA menunjukan bahwa bahan berupa tepung-tepungan memiliki revulsive force yang lambat, artinya ikatan yang terjadi tidak langsung terbentuk melainkan harus melewati langkah-langkah lain beberapa kali sehingga menyebabkan agregasinya lambat. Berikut merupakan gambar hasil pengamatan mikroskopik sampel tepung mokaf dengan menggunakan mikroskop cahaya:
Gambar 1. Pengamatan Mikroskopik Tepung Mokaf











Pengamatan mikrostruktur tepung mokaf adalah pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya untuk melihat gambaran komponen dari tepung mokaf secara mikroskopik. Hasil pengamatan mikrostruktur tepung mokaf dapat dilihat pada Gambar 1, mulai dari pembesaran 10 kali, 40 kali dan 100 kali pembesaran obyektif. Semakin besar pembesaran objektif pada pengamatan dan semakin lama proses pematangan (penyimpanan) maka struktur tepung mokaf  menjadi lebih kompak yang ditandai dengan terbentuknya penggabungan antara molekul yang dapat terlihat bola-bola kecil yang jumlahnya sangat banyak dan  ini merupakan kumpulan granula-granula pati.

Hasil analisis mikrostuktur yang kedua yaitu pada kelompok 6 dengan sampel tepung pisang didapat nilai rata-rata Fractal Dimensi atau nilai df yang relatif yaitu sebesar 2,94828 berarti sampel tersebut termasuk Reaction limited cluster aggregation (RLCA) karena pada sampel tersebut mempunyai nilai df lebih dari dua (2) berikut adalah tabel 2 hasil pengamatan gambar oleh kelompok 6

Tabel.2 hasil pengamatan kelompok 6










(Hasil dokumentasi pribadi,2016)

Berikut merupakan gambar hasil pengamatan mikroskopik sampel tepung pisang dengan menggunakan mikroskop cahaya:
Gambar 2. Pengamatan Mikroskopik Tepung Pisang











Pengamatan mikrostruktur tepung pisang adalah pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya untuk melihat gambaran komponen dari tepung pisang secara mikroskopik. Hasil pengamatan mikrostruktur tepung pisang dapat dilihat pada Gambar 2, mulai dari pembesaran 10 kali, 40 kali dan 100 kali pembesaran obyektif. Semakin besar pembesaran objektif pada pengamatan dan semakin lama proses pematangan (penyimpanan) maka struktur tepung pisang  menjadi lebih kompak yang ditandai dengan terbentuknya penggabungan antara molekul yang dapat terlihat bola-bola kecil yang jumlahnya sangat banyak dan  ini merupakan kumpulan granula-granula pati.
Ciri dimensi fractal dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kekasaran tekstur sebuah objek. Objek yang memiliki nilai dimensi fractal yang tinggi berarti objek tersebut memiliki tesktur yang lebih kasar. Hal ini menunjukan bahwa tepung pisang dan tepung mokaf memiliki tingkat tekstur kekasaran yang tidak jauh berbeda.
Berdasarkan tabel 1 dan 2  terlihat bahwa tidak terjadi perbedaan nilai dimensi fraktal yang signifikan antara tepung pisang dan tepung mokaf. Nilai piksel yang paling dominan dimiliki oleh komponen warna R atau merah. Karena gambar pada komponen warna merah menunjukan gambar granula yang lebih jelas dibandingkan dengan komponen warna biru dan hijau juga menunjukan warna yang sesuai yaitu putih kekuningan. Pada umumnya bahan pangan memiliki bentuk yang tidak beraturan sehingga dilakukan pendekatan tertentu untuk menganalisis mikrostrukturnya. Suatu molekul akan membentuk partikel kecil kemudian membentuk suatu flocs atau cluster dan akan terbentuk sifat mikrostukturnya . Mekanisme pembentukan setiap partikel akan sama tetapi waktu dan respon bahan yang berbeda, ada yang cepat dan ada yang beda yaitu RLCA atau DLCA.

Diketahui kedua sampel memiliki nilai df lebih dari 2 yang menunjukan bahwa kedua sampel tersebut termasuk pada Reaction limited cluster aggregation (RLCA) hal tersebut menjelaskan bahwa agregat dalam RLCA itu sangat lambat dapat dilihat pada gambar 1


KESIMPULAN

Dalam praktikum ini dapat disimpulkan bahwa pada kedua sampel memiliki nilai df lebih dari 2 yang menunjukan bahwa kedua sampel tersebut termasuk pada Reaction limited cluster aggregation (RLCA) yang mngakibatkan agregat tersebut menjadi lambat atau kedua sampel ini memiliki revulsive force yang lambat.
Kelebihan yang didapat dari aplikasi ImageJ tersebut selain gratis yaitu dapat memberikan hasil analisis dan tingkat akurasi yang baik.



DAFTAR PUSTAKA
Woehrle, Gerd H., et. al.”Analysis of Nanoparticle Transmision Electron Microscopy Data Using a Public Domain Image Processing Program, Image.”Turk J. Chem., Vol. 30 (2006): 1 – 13.

Printice, J.H.  1990.  Measurements in the Rheology of Foodstuffs.  Elsevier Applied Science Publishers.  London.
Hellyer, J. 2004. Quality Testing with Instrumental Texture Analysis in Food Manufactering.http://www.Labplusinternational.com. (diakses 21 Juni 2016).

Baecker, Volker.“Montpellier RIO Imaging.”Workshop: Image Processing and Analysis With ImageJ and MRI Cell Image Analyzer, National Institute of Mental Health, Maryland, 2010.

Podlasov, Alexey and Eugene Ageenko. Working and Development with ImageJ:A Student Reference, Joensuu: Departement of Computer Science, University of Joensuu, 2003.

Abramoff, Michael D., et. al.”Image Processing with ImageJ.” Biophotonic International, July 2004.

Collins, Tony J., “ImageJ for Microscopy.” BioTechnique, Vol. 43 (July, 2007): S25-S30.

Ross, Jacqui. “Image Analysis Question.” ImageJ Seminar: Introduction to Image Analysis, Biomedical Imaging Research Unit, The University of Auckland, NZ, 2009.




Praktikum Penanganan Limbah Industri

Yoga Jati Pratama
240210140003
Kelompok 1A Universitas Padjadjaran

IV.       PEMBAHASAN

4.1       Pengujian Karakteristik dan Fisik Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water) (Wirosarjono, S. 1974).
Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian. Limbah industri dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan manusia (Palar,2004)
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya. Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini dirumuskan sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi mencemarkan/merusakkan lingkungan kehidupan dan sumber daya. Sebagai limbah, kehadirannya cukup mengkhawatirkan terutama yang bersumber dari pabrik industri.
  Adanya batasan kadar dan jumlah bahan beracun dan berbahaya pada suatu ruang dan waktu tertentu dikenal dengan istilah nilai ambang batas, yang artinya dalam jumlah demikian masih dapat ditoleransi oleh lingkungan sehingga tidak membahayakan lingkungan ataupun pemakai. Karena itu untuk tiap jenis bahan beracun dan berbahaya telah ditetapkan nilai ambang batasnya.
 Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan limbah tergantung pada jenis dan karakteristiknya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka waktu relatif singkat tidak memberikan pengaruh yang berarti, tapi dalam jangka panjang cukup fatal bagi lingkungan. Oleh sebab itu pencegahan dan penanggulangan haruslah merumuskan akibat-akibat pada suatu jangka waktu yang cukup jauh (Ginting, 1992). Karakteristik limbah secara umum mencakup:
1.    Volume cairan tinggi
2.    Berbeban rendah
3.    Memiliki kualitas dan kuantitas fisik yang spesifik (volume aliran, BOD, COD, DO, suhu, pH, konsentrasi padatan tersuspensi, toksisitas, dll)
4.    Umumnya tidak membahayakan bagi kesehatan
5.    Kandungan organiknya yang tinggi menyebabkan mikoorganisme dapat tumbuh subur sehingga dapat mereduksi oksigen terlarut dan seringkali menimbulkan bau busuk (Sumanti dan Tita, 2010).
Pengetahuan akan karakteristik dan sifat limbah industri pangan sangat penting untuk mengembangkan suatu sistem pengelolaan limbah yang layak. Metode penanganan dan pembuangan limbah yang telah berhasil dilakukan untuk limbah industri lain belum tentu berhasil berhasil diterapkan pada limbah pertanian, kecuali bila dimodifikasi terlebih dahulu. Limbah yang diproduksi dari industri pertanian merupakan limbah yang berbeban rendah, volume cairan tinggi. Pada umumnya dalam air limbah pengolahan pangan, bahan kamba yang membutuhkan oksigen berada dalam bentuk terlarut (Tita, R. 2010).
Sifat fisik limbah cair yang mudah terlihat dapat menentukan derajat pengotoran air limbah pertanian. Sifat-sifat fisik yang penting diantaranya adalah kandungan zat padat yang menunjukkan kejernihan air, bau, warna, suhu dan pH. Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam berbagai proses produksi. Air tersebut selanjutnya mempunyai suhu lebih tinggi dari asalnya dapat menimbulkan beberapa akibat, yaitu: jumlah oksigen terlarut (DO) dalam air menurun, kecepatan reaksi kimia meningkat, kehidupan biota terganggu/mati.
Praktikum kali ini akan dilakukan pengujian karakteristik fisik terhadap berbagai jenis limbah, limbah yang digunakan yaitu air limbah tahu, air Selokan gerlam, air bersih/minum, air limbah kokita, dan air limbah kahatex. Dari sampel tersebut akan diamati warna, bau, suhu, pH, dan endapan. Pengujian warna dan bau dilakukan secara visual (mata) dan inderawi (hidung).  Pengukuran suhu dilakukan dengan termometer dan pH dengan pH meter.
Pengujian endapan dilakukan dengan memasukkan sampel limbah sebanyak 140 ml dan diendapkan selama 1 jam. Selanjutnya, endapan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring yang sudah ditimbang sebelumnya. Kertas saring yang mengandung endapan dikeringkan selama 1 hari. Setelah pengeringan selesai, kertas saring tersebut di timbang.
Berikut adalah tabel 1 hasil pengamatan Sifat fisik berbagai macam limbah
Tabel .1 hasil pengamatan sifat fisik berbagai macam limbah yang dilakukan oleh kelompok praktikan

Air Bersih
Air Selokan
Air Kokita
Air Kahatex
Air Tahu
pH
6,6
7,0
6,6
7,2
3,2
Suhu
27°C
25°C
30,5°C
29°C
28°C
Warna
Bening
Keruh
Kuning pudar
Hijau kecoklatan
Kuning pudar
Bau
Tidak berbau
Bau got
Sambal busuk
Tidak berbau
Asam
Wc+k
4,8710
4,9736
5,3262
5,2284
5,6487
Wc+k+e
4,8710
4,9738
5,3507
5,2699
5,6788
Wend.
0
0,0002
0,0245
0,0415
0,0301
Bend.
0
0,0014
0,175
0,296
0,215
(Hasil dokumentasi pribadi,2016)
Dapat dilihat dalam tabel bahwa warna air limbah tahu kuning pudar keruh, warna air bersih (jernih), warna air selokan gerlam keruh, warna air kokita kuning pudar dan warna air kahatex hijau kecoklatan. Warna timbul akibat suatu bahan terlarut atau tersuspensi dalam air, di samping adanya bahan pewarna tertentu yang kemungkinan mengandung logam berat. Warna air limbah tahu adalah kuning pudar keruh karena pengaruh bahan ataupun komponen yang terkandung dalam limbah ini. Limbah tahu mengandung sisa-sisa pengolahan tahu yang dapat berupa protein terlarut yang kemudian menyebabkan air limbah menjadi keruh.
Air bersih berwarna bening karena umumnya air bersih sudah mengalami proses penyaringan sehingga bahan pengotornya sudah dalam konsentrasi rendah. Air bersih ini berwarna bening diperuntukkan untuk dikonsumsi publik untuk di minum, dan lain-lain. Limbah selokan terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan - bahan padat dan suspensi terutama limbah selokan rumah tangga, biasanya berwarna lebih keruh karena mengandung sisa - sisa kertas, bagian - bagian tinja, air bekas cucian beras dan sayur, dan lain-lain. Warna air kahatex disebabkan oleh pada limbah ini terlarut beberapa komponen pengotor seperti lumpur ataupun tanah yang mengakibatkan air limbah ini berwarna hijau kecoklatan limbah ini juga dapat merusak tanah pertanian seperti sawah disekitar pabrik karena terdapat zat kimia yang dapat merusak tanah pesawahan.  Warna air kokita disebabkan oleh zat pengawet dan zat alamiah yang terdapat pada limbah sehingga limbah sambal menjadi busuk kemudian terjadi penurunan pH dan dapat merubah warna menjadi kuning pudar. Warna keruh pada limbah dapat ditimbulkan oleh kehadiran mikroba bahan-bahan tersuspensi oleh ekstrak senyawa-senyawa organik serta tumbuh-tumbuhan.
Bau timbul karena adanya kegiatan mikroorganik yang menguraikan zat organik menghasilkan gas tertentu. Di samping itu bau juga timbul karena terjadinya reaksi kimia yang menimbulkan gas. Kuat tidaknya bau yang dihasilkan limbah tergantung pada jenis dan banyak gas yang ditimbulkan. Bau pada limbah juga bisa disebabkan karena adanya campuran dari nitrogen, fospor, protein, sulfur, amoniak, hidrogen sulfida, karbon disulfida, dan zat organik lain. Limbah cenderung menghasilkan bau yang tidak sedap karena hasil pembuangan dari berbagai macam proses pengolahan. Sampel air Selokan gerlam menghasilkan bau khas selokan (amonia) karena berasal dari berbagai macam jenis limbah rumah tangga yang banyak menghasilkan bau yang kurang sedap. Limbah tahu menghasilkan bau khas asam dari tahu yang kurang sedap yang disebabkan proses pengolahan dari pembuatan tahu. Bau asam yang dihasilkan juga menunjukkan pH yang dihasilkan cenderung asam. Namun ada sampel limbah air bersih/minum tidak berbau. Air bersih/minum tidak berbau karena masih banyak kandungan air bersih. Bau pada air kahatex tidak berbau namun jika dalam jumlah besar dan pada saat proses pengambilan di pabrik air limbah sedikit bau logam, hal tersebut dapat disebabkan oleh cemaran logam dari udara, pengotor, dan air hujan.
Suhu pada sampel limbah paling tinggi adalah limbah kokita sebesar 30,50C, sedangkan suhu paling rendah pada sampel air selokan. Suhu pada sampel air kokita lebih tinggi karena saat proses pengolahan dilakukan pemanasan sehingga setelah limbah masih dalam keadaan suhu yang cukup tinggi. Namun, suhu pada sampel cenderung pada suhu ruang. Suhu pada limbah cair dapat mempengaruhi kadar oksigen terlarut. Kenaikan suhu mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau tidak sedap akibat terjadinya degradasi anaerobik. Sedangkan suhu paling rendah pada air selokan kemungkinan suhu rendah karena pada saat pengambilan air selokan diambil pada saat musim hujan hal tersebut dapat membuat suhu air menjadi rendah disamping itu pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari.
Prinsip pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada potensial elektro kimia yang terjadi antara larutan yang terdapat didalam elektroda gelas (membran gelas) yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion hidrogen yang ukurannya relatif kecil dan aktif, elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial elektrokimia dari ion hidrogen atau diistilahkan dengan potential of hidrogen.
pH sampel yang diuji pada umumnya bersifat basa kecuali pada air limbah tahu. Air limbah tahu bersifat asam karena pada proses pembuatan tahu ditambahkan larutan yang bersifat asam. pH pada limbah tahu lebih rendah dibandingkan sampel lainnya, hal ini dikarenakan limbah tahu dapat menjadi asam karena proses fermentasi dari mikroorganisme yang menguraikan protein-protein tahu yang larut dalam air rendamannya dan menyebabkan limbah dari tahu mempunyai pH yang cukup rendah dibandingkan limbah lainnya. Menurut Said, dkk. (2012), limbah selokan cenderung mengandung sampah dan kotoran yang berasal dari rumah tangga, perusahaan, atau sisa-sisa industri. Air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal dari penguraian tinja, urin, dan sampah-sampah lainnya sehingga bersifat basa, tetapi jika dibiarkan dalam waktu yang lama limbah ini akan mengalami pembusukan dan pH-nya cenderung menjadi asam. Hal tersebut juga berlaku untuk limbah kahatex dan kokita sedangkan untuk Air minum cenderung netral, yaitu pH 6,6.
Bahan padat total terdiri dari bahan padat tak terlarut atau bahan padat yang terapung serta senyawa-senyawa yang larut dalam air. Kandungan bahan padat terlarut ditentukan dengan mengeringkan serta menimbang residu yang didapat dari pengeringan. Setiap limbah memiliki endapan yang terdiri dari partikel yang berukuran besar dan kecil. Dengan mengetahui besar kecilnya partikel yang terkandung di dalam air limbah akan memudahkan kita di dalam memilih teknik pengendapan yang akan diterapkan sesuai dengan partikel yang ada didalamnya. Air limbah yang mengandung partikel dengan ukuran besar memudahkan proses pengendapan yang berlangsung, sedangkan apabila air limbah tersebut berisikan partikel yang sangat kecil ukurannya akan menyulitkan dalam proses pengendapan sehingga untuk mengendapkan benda ini haruslah dipilihkan cara pengendapan yang terbaik.
Urutan limbah yang memiliki berat endapan terkecil sampai terbesar yaitu air bersih, air selokan, air kokita, air tahu  dan air limbah kahatex. Jumlah endapan pada limbah merupakan sisa penguapan dari air limbah pada suhu ruang. Jumlah total endapan terdiri dari benda-benda yang mengendap, terlarut, dan bercampur. Adanya endapan pada air limbah menunjukkan nilai Setteble Solid (SS), yaitu bahan padat dalam limbah cair yang dapat mengendap dalam waktu kurang dari 1 hari.


4.2 Pengujian BOD (Biochemical Oxygen Demmand) dan DO (Dissolved Oxygen)
Biochemical Oxygen Demand (BOD) sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD,1973). Metode untuk mengukur BOD ada banyak diantaranya adalah metode sederhana (inkubasi), metode AOA, metode Standar, dan metode Manometrik (Fardiaz, 1993).
Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer atau udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air (Ficca, 2009). 
Pengujian ini dilakukan berdasarkan pengukuran kualitas limbah terhadap jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan senyawa organik yang ada pada limbah. Prinsipnya limbah yang baik ialah limbah yang memiliki DO (Dissolved Oxygen) yang tinggi dengan jumlah BOD (Biochemical Oxygen Demand) yang rendah. DO merupakan jumlah oksigen terlarut yang ada pada limbah, dimana semakin tinggi jumlah oksigen terlarut maka akan semakin baik kualitas air/limbah tersebut. BOD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik pada kondisi aerobik. Dalam hal ini jika semakin tinggi nilai BOD maka kulitas limbah tersebut akan semakin turun.
Prinsip pengujian BOD yaitu pengukuran BOD terdiri dari pengenceran sampel, inkubasi selama 5 hari pada suhu 20°C dan pengukuran oksigen terlarut sebelum serta sesudah inkubasi. Penurunan oksigen selama inkubasi menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh sampel. Waktu 5 hari untuk mengukur BOD merupakan waktu yang sempurna untuk oksidasi biokimiawi yaitu mencapai 60– 70 %. Kesempurnaannya akan bertambah jika dilanjutkan sampai 20 hari, dapat mencapai 95-99%. Suhu 20°C digunkan karena merupakan nilai rata-rata untuk daerah perairan arus lambat di daerah iklim sedang serta mudah ditiru dalam inkubator. Prinsip pengujian DO dengan prinsip oksigen akan mengoksidasi Mn2+ dalam suasana basa membentuk endapan MnO2. Penambahan alkali iodida dalam suasana basa akan membebaskan iodium. Banyaknya iodium yang dibebaskan ekivalen dengan banyaknya oksigen yang terlarut.
            Sampel limbah terlebih dahulu dimasukkan kedalam botol, selanjutnya diambil 30 ml dan dimasukkan kedalam botol winkler. Sampel tidak boleh terdapat gelembung didalam botol winkler karena dapat mempengaruhi jumlah oksigen yang terlarut. Sampel limbah pada botol winkler ditambahkan aquades sampai penuh lalu ditambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml alkali iodida. Sampel limbah diaduk hingga terbentuk gumpalan sempurna, botol dimasukkan kedalam keresek hitam untuk selanjutnya ditambahkan H2SO4 1-5 ml hingga gumpalan hilang dengan cara diaduk. Penggunaan keresek hitam ditujukan karena sampel mengandung senyawa iodidia sehingga mudah rusak apabila terkena cahaya. Sampel limbah diambil 25 ml lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer, selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3 dengan tambahan indikator 10 tetes amilum hingga warna biru berbayang hilang.
Mn2+ + 2 OH- + ½ O2MnO2 + H2O
Gumpalan
MnO2 + 2 I- + 4 H+ → Mn2+ + I2 + H2O
# 1 mol O2 akan membentuk 1 mol I2
I2 + S2O22- → S4O62- + 2 I-
Nilai DO dan BOD dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
DO =
F =
BOD =
Semakin rendah nilai BOD, semakin baik kualitas air, begitu pula sebaliknya, semakin tinggi nilai BOD semakin buruk kualitas air. Berbeda dengan DO, semakin tinggi nilai DO semakin baik kualitas air, begitupula sebaliknya, semakin rendah nilai DO semakin buruk pula kualitas air.
Dalam penentuan nilai BOD suatu limbah dapat dilakukan dengan pengukuran jumlah oksigen terlarut (DO) pada 0 hari dengan DO pada 5 hari. Pengukuran ini dilakukan dengan membandingkan jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme dengan inkubasi untuk DO 5 hari dengan jumlah DO 0 hari dengan sampel yang sama. Dengan membandingkan jumlah oksigen terlarut limbah dapat diketahui kadar BOD nya. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, 5 sampel yang diuji memiliki kadar BOD yang baik yang menandakan bahwa kualitas limbah berada pada batas aman untuk dibuang ke lingkungan. Batasan aman kadar BOD suatu limbah ialah sekitar 1-8 ppm.
Berdasarkan praktikum kali ini kita mendapatkan BOD setiap limbah masih dalam batas aman, walaupun jika dilihat dari karakteristik fisiknya setap limbah memiliki sifat yang cukup berbeda jauh. Secara prinsip pengujian kadar BOD pada berbagai limbah dilakukan dengan benar, hanya saja pada pengujian ini diperlukan keterampilan dan juga ketelitian praktikan dalam proses titrasi karena proses ini mempengaruhi langsung terhadap nilai BOD suatu limbah. Kelebihan satu atau dau tetes saja akan menghasilkan nilai yang berbeda sehingga diperlukan ketelitian. Untuk hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 2 hasil pengamatan BOD dan DO
tabel 2 hasil pengamatan BOD dan DO
Limbah
Hari 0
Hari 5
BOD (mg/l)
Vtitrasi
DO0
Fp
Vtitrasi
DO5
Fp
Air Bersih
0,8
1,28
0,2
0,8
1,28
0,2
0
Air Selokan
0,6
0,96
0,7
1,12
1,92
Air Kokita
1
1,6
4,5
7,2
67,2
Air Kahatex
0,2
0,32
0,4
0,64
3,84
Air Tahu
0,5
0,8
1
1,6
9,6
(Hasil dokumentasi pribadi,2016)
Urutan kadar BOD yang terkecil sampai terbesar adalah air bersih, air selokan, air kahatex, air tahu dan air kokita. Air selokan yang baik mempunyai BOD > 10 PPM. Wirosarjono (1974) menyatakan bahwa semua sampel yang diuji memiliki tingkat pencemaran yang rendah karena tidak ada yang melebihi 10 ppm.
Nilai DO5 lebih kecil dibandingkan nilai DO0. Hal ini disebabkan oleh penyimpanan limbah dalam waktu yang lebih lama (5 hari) dapat membuat limbah mengalami penguraian sehingga kualitas airnya semakin buruk. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme.   Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Berikut adalah tabel tingkat pencemaran limbah berdasarkan nilai DO dan BOD:
Tabel 3. Tingkat Pencemaran Limbah Berdasarkan nilai DO dan BOD
Tingkat Pencemaran
Parameter
DO (ppm)
BOD (ppm)
Rendah
> 5
0-10
Sedang
0-5
10-20
Tinggi
0
25
(Sumber : Wirosarjono, 1974)

Kesimpulan untuk pengujian BOD dan DO terdapat perbedaan Dari hasil literature yang didapat bahwa jika nilai BOD tinggi mengidentifikasikan bahwa dalam limbah tersebut banyak mengandung bahan organic yang harus diuraikan oleh banyak bakteri, bahan organic yang terkandung banyak = butuh banyak mikroorganisme untuk menguraikannya = kebutuhan oksigen tinggi = angka BOD besar, jadi angka BOD tinggi menunjukan limbah tersebut sangat tercemar atau mengandung bahan organic yang banyak fungsi pengenceran itu diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima, karena dengan pengenceran akan mereduksi kandungan dalam limbah kemudian bakteri pengurai semakin sedikit, oksigen yang dibutuhkan semakin sedikit pula, sehingga nilai BOD kecil, masalahnya jika limbah terlalu banyak akan mengakibatkan pencemaran dalam sungai, oksigen akan habis untuk bakteri pengurai limbah sehingga tanaman dan ikan yang ada didalamnya akan mati akibat kekurangan oksigen(Oktari Depi,2013).

4.3       Pengujian COD (Chemical Oxygen Demmand)
Chemical Oxygen Demand adalah kapasitas air untuk menggunakan oksigen selama peruraian senyawa organik terlarut dan mengoksidasi senyawa anorganik seperti amonia dan nitrit. COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia.
COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg/liter atau ppm. Chemical Oxygen Demand atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mgO2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam satu liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen. COD (Chemical Oxygen Demand) erat kaitannya dengan BOD (Silalahi, 2009).
COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan. Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dibandingkan uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dengan uji COD. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alami dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis yang mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Sedangkan nilai COD dapat memberikan indikasi kemungkinan adanya pencemaran limbah industri di dalam perairan (Alaerts, 1984). Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan COD antara lain: volume reaktor atau air, waktu tinggal padatan atau substrat, permintaan oksigen dan volume lumpur. Kadar COD akan lebih tinggi terjadi pada musim kemarau dibandingkan pada musim hujan. Air hujan yang jatuh di perairan dan mengencerkan pencemar bahan organik sehingga menurunkan kadar BOD dan COD (Ratna, 2009).
            Pengujian COD pada praktikum ini menggunakan metode tanpa refluks. Prinsip pengujiannnya adalah COD merupakan jumlah oksidan Cr2O72- yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk setiap 1000 ml sampel. Senyawa organik dan anorganik dalam sampel dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+ terutama pada senyawa organik. Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L). Preparasi sampel untuk seluruh sampel sama kecuali pada sampel selokan dan tahu yang diidentifikasi limabh tersebut mengandung COD lebih dari 1400 ppm. yaitu dengan menambahkan 4 ml aquades dan 1 ml sampel limbah ke dalam Erlenmeyer, sedangkan limbah tahu dan selokan diencerkan dengan 9 ml aquades, hal ini dikarenakan limbah tahu dan selokan mengandung COD lebih dari 1400 ppm sehingga seluruh K2Cr2O7 akan diubah menjadi asam kromat (HCrO4) yang berwarna hijau. Warna campuran ini akan menunjukkan kadar COD kasar, jika warnanya berubah menjadi hijau berarti  K2Cr2O7 berubah menjadi asam kromat (HCrO4), hal ini menunjukkan COD > 1400 ppm. Bila masih berwarna hijau maka sampel perlu diencerkan agar nilai COD-nya berkurang. Jika K2Cr2O7 tidak berubah menjadi asam kromat (HCrO4), hal ini berarti bahwa COD < 500 ppm yang ditandai dengan tidak terlihatnya warna hijau sehingga sampel tidak perlu diencerkan.
Sampel-sampel tersebut ditambahkan dengan 20 ml K2Cr2O7 dan 5 ml H2SO4. Larutan dikocok kemudian dipanaskan selama 10 menit. Jika sudah dipanaskan, larutan didinginkan sampai suhunya sama seperti suhu kamar. Larutan yang suhunya sudah normal ditambahkan 10 ml KI 30%, penambahan ini dilakukan dengan menyimpan erlenmeyer dalam kresek hitam karena cahaya dapat mengoksidasi iodium sehingga mengganggu proses oksidasi Cr2O72-. Setelah itu, titrasi larutan dengan Na2S2O3 0,1 N sampai berwarna kuning pucat kemudian tambahkan 10 tetes amilum 1% dan titrasi kembali sampai berwarna hijau muda. Rekasi pengujian COD sebagai berikut.
CaHbOc         + Cr2O72-    + H+   "        CO2 + H2O + Cr3+
Zat organik     kuning                                                   hijau

Adapun kelebihan dari metode analisis COD adalah sebagai berikut.
1.    Untuk menganalisa COD antara 50 – 800 mg/l, tidak dibutuhkan pengenceran sampel.
2.    Ketelitan dan ketepatan (reprodicibilty) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD5.
3.    Gangguan zat yang bersifat racun tidak menjadi masalah.
Sedangkan kekurangan dari tes COD adalah tidak dapat membedakan antara zat yang sebenarnya yang tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis. Hal ini disebabkan karena tes COD merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis, sehingga suatu pendekatan. Untuk tingkat ketelitian pinyimpangan baku antara laboratorium adalah 13 mg/l. Sedangkan penyimpangan maksimum dari hasil analisa dalam suatu laboratorium sebesar 5% masih diperkenankan. Senyawa kompleks anorganik yang ada di  perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit over estimate untuk gambaran kandungan bahan organik.
Nilai COD merupakan ukuran bagi pencemaran oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologi dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Alaerts, 1984). Nilai COD paling besar terdapat pada air limbah tahu, kemudian air Arboretum, air selokan Ciseke, air Sungai Cidurian, dan air keran Gedung 4. Hal ini menunjukan bahwa pencemaran air paling banyak terdapat pada air limbah tahu. Kandungan COD merupakan kandungan bahan pencemar berupa senyawa kimia yang menyerap oksigen terlarut dalam air yang digunakan untuk keperluan oksidasi dan mengubahnya menjadi bentuk senyawa lain. Tingginya kadar bahan kimia tersebut akan menunjukkan peningkatan nilai COD, peningkatan ini tidak diinginkan pada limbah karena akan  menyebabkan biota-biota yang hidup dalamnya mengalami kekurangan oksigen yang akan berakibat menurunkan daya hidup biota tersebut. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/l dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000mg/l.
Air bersih/minum mengandung COD yang netral/ 0 berarti tidak memiliki cemaran diantara sampel limbah lainnya. Hal ini disebabkan bersih/minum bersumber dari mata air tertentu yang digunakan oleh banyak orang untuk dan telah mengalami proses yang panjang sehingga aman untuk diminum sehingga harus mengandung cemaran sedikit agar dapat aman digunakan. Air kahatex dan air kokita mengandung COD dengan angka yang lebih tinggi dibandingkan air bersih/minum Hal ini disebabkan adanya cemaran yang berasal dari zat kimia dan bakteri pembusuk disamping itu juga air limbah juga sudah tercampur dengan logam dari air hujan dan zat lainnya.
Semakin besar nilai COD menunjukkan semakin tinggi pula beban cemaran sehingga kualitas limbahnya semakin buruk karena tingginya COD menunjukkan semakin banyak oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat-zat organik. Maka dari itu, tingginya nilai COD perlu dilakukan pengurangan zat-zat organik yang terkandung didalam limbah sebelum dibuang ke perairan.
Kebutuhan oksigen kimia (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Uji COD merupakan suatu reaksi oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologi di alam sehingga tidak dapat membedakan antara zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi dan zat-zat yang teroksidasi secara biologi (Sudarmaji, dkk.,1997).
                Berdasarkan keputusan Mentri KLH No.03/MENKLH/II/1991 tentang baku mutu keluaran limbah cair yaitu mengandung COD dengan ambang batas 250 ppm dari berbagai sumber, baik dari saluran pembuangan rumah tangga, sungai, atau dari industri pengolahan pangan (Djajadiningrat, 1999). Sampel yang sesuai keputusam Mentri tersebut hanya air bersih/minum. Sampel lainnya mengandung bahan pencemar diatas 250 ppm sehingga tidak baik digunakan.
Berikut adalah tabel 4 hasil pengamatan pengujian COD dalam sampel
Tabel 4 hasil pengamatan pengujian COD dalam sampel
Limbah
V blanko
Vtitrasi
COD (ppm)
Air Bersih
12,8 ml
-
0
Air Selokan
8,6 ml
3360
Air Kokita
12,3 ml
400
Air Kahatex
11,8 ml
800
Air Tahu
9,8 ml
2400
(Hasil dokumentasi pribadi, 2016)


4.4       Perhitungan Total Mikroorganisme dari Limbah
Dalam penanganan air limbah, mikroorganisme merupakan dasar fungsional untuk sejumlah proses penanganan ataupun sebagai media tumbuh yang tepat. Di dalam limbah itu sendiri terdiri dari berbagai macam jenis makhluk hidup seperti mikroba bakteri dan kapang serta, virus, protozoa, ganggang (Algae), dll. Pada pengujian kali ini akan di dihitung total mikroba dari sampel limbah tersebut.
Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme terpenting dalam system penanganan air limbah. Dalam air limbah terdapat bakteri jenis patogenik atau bakteri yang dapat menyebabkan penyakit. Kultur bakteri dapat digunakan untuk menghilangkan bahan organik dan mineral-mineral yang tidak diinginkan dari air limbah (Jenie,1990).
Praktikum kali ini akan dilakukan perhitungan total mikroba pada sampel limbah yang sudah ditentukan. Perhitungan jumlah total mikroba pada air limbah penting dilakukan untuk mengetahui tingkat pencemaran biologis, sehingga dapat ditentukan cara-cara penanganan limbah yang sesuai dengan karakteristik limbah tersebut. Selain itu juga perhitungan mikrooganisme sangat penting untuk mengetahui mutu atau kualitas limbah sebelum mengalami perlakuan lanjutan dan menghitung proses pengawetan yang akan ditetapkan pada bahan pangan tersebut.
Metode SPC/TPC yang digunakan dalam perhitungan total mikroorganisme.  Pertama-tama, ambil 2 ml sampel (air limbah tahu, air bersih/minum, air selokan gerlam, air kahatex dan air limbah kokita) dan 9 ml nacl-fis dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Pengenceran dilakukan sampai pengenceran 10-6. Penanaman dilakukan menggunakan media PCA pada tingkat pengenceran 10-4,10-5, dan 10-6. PCA digunakan untuk media pertumbuhan kapang, khamir, dan bakteri. Inkubasi dilakukan pada suhu 30°C selama 3 hari. Setelah diinkubasi, PCA diamati dan dihitung jumlah mikroorganisme yang tumbuh dengan metode SPC.
            Cara pelaporan dan perhitungan koloni dalam SPC ditentukan sebagai berikut:
1.     Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yaitu angka pertama (satuan) dan angka kedua (desimal). Jika angka yang ketiga sama dengan atau > 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua. Sebagai contoh, 1,7 x 103 unit koloni / ml atau 2,0 x 106 unit koloni/gr.
2.    Jika pada semua pengenceran dihasilkan < 30 koloni pada cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Oleh karena itu, jumlah koloni pada pengenceran yang terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai < 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
3.    Jika pada semua pengenceran dihasilkan > 300 koloni pada cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Oleh karena itu, jumlah koloni pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai > 300 dikalikan dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
4.    Jika pada cawan dari dua tingkat pengenceran dihasilkan koloni dengan jumlah antara 30 dan 300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari dua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan dua, dilaporkan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan memperhitungkan faktor pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah > 2, yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil (Fardiaz, 1992).
Berikut adalah tabel 5 hasil pengamatan perhitungan total mikroorganisme pada limbah:
Tabel 5 hasil pengamatan perhitungan TPC/ SPC
(Hasil dokumentasi pribadi, 2016)
Hasil pengamatan menunjukan air kokita dan limbah kahatex yang paling banyak mengandung mikroorganisme dan air bersih/minum yang paling sedikit. Semakin banyak mikroorganisme dalam sampel, semakin buruk pula kualitas air (Djajadiningrat, 1999). Urutan sampel dengan total mikroorganisme dari paling banyak ke sedikit adalah air limbah kahatex, air limbah kokita dan air bersih/minum. Bakteri yang diprediksi tumbuh pada air limbah industry kahatex, dan air limbah kokita berupa bakteri proteolitik, contohnya: Staphyllococcus sp. Bakteri proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim protease ekstraselular, enzim protease ini diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan ke mediumnya. Semua bakteri mempunyai enzim protease di dalam sel, namun tidak semua enzim protease tersebut dilepaskan ke mediumnya (Suriawiria,1986). Bakteri yang diprediksi tumbuh pada air kokita adalah bakteri E. coli dan Salmonella sp. Bakteri yang diprediksi tumbuh pada air bersih/minum yaitu bakteri E. coli dan Salmonella,sp. Bakteri yang diprediksi tumbuh pada air kahatex yaitu  Eschericia coli, Enterrobacter aerogenes, Citrobacter fruendii, Shigella, dan Salmonella. Khamir yang diprediksi tumbuh pada air kahatex yaitu Aspergillus spp, Penicillium spp., Pythiopsis, Saprolegnia parasitica, Isoachlya, Leptolegnia, Candida spp, dan Rhodotorulla spp. Semakin banyak mikroorganisme pada limbah, semakin tidak baik limbah tersebut, dapat membawa penyakit.
 Ada kesalahan pada pertumbuhan mikroba pada air minum/bersih Seharusnya dalam air minum tidak ada cemaran bakteri, Hal tersebut dapat terjadi karena adanya lingkungan maupun dari alat yang digunakan oleh praktikan kurang bersih sehingga dapat menambah kontaminan yang tadinya netral atau tidak terdapat bakteri menjadi ada karena terkontaminasi. Oleh sebab itu, praktikan diharapkan menggunakan masker, sarung tangan, dan membersihkan tempat praktikum dengan alkohol sebelum bekerja.
Dengan adanya bahan limbah (makanan), metabolisme mikroba akan berlangsung memproduksi sel-sel baru dan energi serta padatan mikroba akan meningkat. Bila tidak ada makanan, respirasi endogen akan berlangsung lebih banyak dan akan terjadi pengurangan padatan mikroorganisme.


4.5       Pengujian Bakteri Koliform
Kelompok bakteri pencemar yang hidup pada air yang kotor atau tercemar misalnya bakteri golongan Coli menunjukkan bahwa air tersebut tercemar bakteri fekal (kotoran manusia) karena bakteri E. coli berasal dari tinja khususnya manusia (Suriawiria, 1986). Mikroorganisme ini termasuk ke dalam spesies yang bergerak dengan menggunakan flagel dan  mampu mengadakan fermentasi terhadap laktosa, serta menghasilkan karbondioksida, hidrogen, ataupun asam organik (Kasmidjo, 1991).
            Pencemaran limbah dengan bakteri fekal sangat berbahaya baik ditinjau dari segi estetika, kebersihan maupun sanitasi. Jika di dalam 100 ml air minum terdapat 500 bakteri E. coli, kemungkinan dapat menyebabkan penyakit gastroenteritis yang segera diikuti oleh demam tifus dan dapat menyebabkan diare, septimia, peritonistis, meningistis, dan infeksi-infeksi lainnya (Suriawiria, 1986).
            Pengujian praktikum kali ini menggunakan metode Most Probable Number (MPN). Penghitungan mikroba dengan teknik MPN merupakan kombinasi antara pertumbuhan populasi mikroba dan Tabel Mc Crady. Teknik MPN didasarkan pada pengenceran sampel. Prinsipnya, bila sampel diencerkan terus menerus maka akhirnya akan diperoleh larutan yang tidak mengandung mikroba (steril). Teknik ini akan memberikan hasil baik bila asumsinya terpenuhi, yaitu;
  1. Sel mikroba tersebar merata dalam contoh dimana gaya tarik atau tolak diantaramikroba tidak terjadi
  2. Larutan yang diinokulasi ke kaldu nutrien akan memperlihatkan pertumbuhan positif apabila mengandung satu atau lebih mikroba hidup;
  3. Terhindar dari pencemaran yang berasal dari bahan dan peralatan (Afrianto, 2008).

Bakteri koliform merupakan bakteri yang dijadikan sebagai bakteri indikator (penanda) adanya polusi atau cemaran pada air. Bakteri koliform juga dijadikan indikator terhadap kualitas air. Pada pengujian ini kita akan menghitung jumlah bakteri koliform yang ada pada sampel limbah. Pengujian ini dilakukan menggunakan metode MPN (Most Probable Number) untuk menghitung angka yang paling mungkin bagi pertumbuhan koliform. MPN adalah suatu metode enumerasi mikroorganisme yang menggunakan data dari hasil pertumbuhan mikroorganisme pada medium cair spesifik dalam seri tabung yang ditanam dari sampel padat atau cair berdasarkan jumlah sampel atau diencerkan menurut tingkat seri tabungnya sehingga dihasilkan kisaran jumlah mikroorganisme yang diuji dalam nilai MPN/satuan volume atau massa sampel.
Metode MPN menggunakan medium cair di dalam tabung reaksi, dimana perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung positif, yaitu yang ditumbuhi oleh mikroba setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuknya gas didalam tabung durham untuk mikroba pembentuk gas. Pada umumnya untuk setiap pengenceran digunakan tiga atau lima seri tabung. Lebih banyak tabung yang digunakan menunjukkan ketelitian yang lebih tinggi, namun alat tabung yang digunakan juga akan lebih banyak. Dalam metode MPN, pengenceran harus dilakukan sedemikian rupa sehingga beberapa tabung yang berisi medium cair yang diinokulasikan dengan larutan hasil pengenceran tersebut mengandung satu sel mikroba, beberapa tabung mungkin mengandung lebih dari satu sel, sedangkan tabung lainnya tidak mengandung sel. Dengan demikian, setelah inkubasi diharapkan terjadi pertumbuhan pada beberapatabung yang dinyatakan sebagai tabung positif, sedangkan tabung lainnya negatif (Fardiaz, 1993).
Penggunaan media selektif dan diferensial sangat membantu mempercepat usaha pemeriksaan air guna mendeteksi organisme coliform. Pemeriksaan tersebut terdiridari 3 langkah berurutan :
1.      Uji Pendugaan (Presumptive Test)
2.      Uji Lanjutan/penguat (Confirmed Test)
3.      Uji Pelengkap (Complete Test)
Beberapa metode untuk mengetahui jumlah koliform pada sampel diantaranya adalah metode MPN, metode hitung cawan (SPC), dan metode Millipore membran filter (MF). Metode yang digunakan pada saat praktikum yaitu metode MPN. Metode ini lebih baik dilakukan karena lebih sensitif dan dapat mendeteksi koliform dalam jumlah yang sangat rendah dalam sampel, kemudian dalam praktikum kali ini pengujian hanya dilakukan sampai uji lanjutan/ penguat saja dengan tujuan agar praktikum tidak terlalu lama.
4. 5.1   Uji Penduga
Medium yang digunakan dalam praktikum ini berupa, medium LBDS (Lactose Broth Double Strenght) dan medium LBSS (Lactose Broth Single Strenght). Medium LBDS dan LBSS ditambahan NR (Neutral Red) yang bertujuan sebagai indikator asam sehingga warna LBDS dan LBSS akan berubah, jika terdapat koliform di dalamnya karena koliform. Hal ini terjadi karena adanya ekskresi asam saat bereaksi dengan LBDS dan LBSS. LBDS dimasukan ke dalam 3 tabung reaksi besar dan LBSS dimasukan ke dalam 6 tabung reaksi kecil. Tabung durham dimasukkan ke masing-masing tabung reaksi. Tabung durham sebagai indikator ada atau tidaknya bakteri coliform pada sampel yang diuji. Jika positif mengandung koliform, maka akan ditemukan gelembung udara.
Tabung reaksi besar yang berisi medium LBDS sebanyak 3 buah masing-masing dimasukkan sampel sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet ukur dan  tabung reaksi kecil yang berisi medium LBSS dimasukkan sampel sebanyak 3 buah dimasukkan sampel 1 ml dengan menggunakan Finnpipette. Tabung reaksi yang berisi medium LBSS dimasukkan sampel sebanyak 0,1 ml menggunakan pipet ukur. Tabung reaksi yang telah dimasukkan sampel, lalu diinkubasi pada suhu 37o C selama 48 jam. Suhu 37o C merupakan suhu optimum bagi pertumbuhan bakteri coliform. Keberadaan bakteri coliform pada sampel diukur ketika terjadi perubahan kekeruhan atau warna larutan.
Menurut Surawiria (1993), jika sampel limbah yang dimasukkan ke dalam tabung durham menunjukkan adanya gelembung-gelembung gas, maka dapat dikatakan positif  dan limbah tersebut dikatakan tercemar. Gas yang terkandung pada limbah tersebut diduga berasal dari sel-sel mikroorganisme sehingga untuk memastikannya dilakukan pengujian yang kedua, yaitu uji penguat. Hasil pengamatan menunjukan bahwa semua sampel tercemar.
Sampel air limbah tahu menunjukan seri 3 3 3, memiliki nilai MPN < 24,00ml. Sampel air kahatex memliki seri 3 3 3, memiliki nilai < 24,00ml. Sampel air kokita memliki seri 3 3 3, memiliki nilai MPN < 24,00 ml. Sampel air selokan seri 3 3 3 memiliki nilai < 24,00 MPN/100 ml dan sampel air bersih/minum seri 0 0 0, memiliki nilai MPN 0,03.
Air bersih/air minum memiliki nilai MPN yang paling rendah. Hal tersebut dapat dikarenakan air bersih telah melalui proses pemanasan dan pensterilan sehingga kandungan zat pencemar dan bakteri yang ada didalamnya mati, oleh karena itu sehingga air minum aman untuk diminum atau dikonsumsi oleh karena itu ketika di lakukan uji kandungan kimia pada LBSS dan LBDS-nya mati. Berdasarkan hasil pengamatan, kandungan zat pencemar paling banyak terdapat air selokan,air kahatex, air kokita dan air tahu. Urutan MPN dari yang paling besar ke kecil adalah air selokan,air kahatex, air kokita, air tahu, dan air bersih.
4.5.2    Uji Penguat
Uji penguat dilakukan setelah uji penduga dinyatakan positif. seperti yang diketahui bahwa hampir semua sampel dinyatakan positif kecuali air bersih tidak dilakukan uji penguat karena hasil sebelumnya menunjukan hasil yang negative.   Uji penguat dilakukan dengan mengambil larutan yang positif  menggunakan ose steril, lalu digoreskan ke atas agar EMB yang sudah membeku (metode gores). Inkubasi cawan petri dengan suhu 37°C selama 3 hari. Setelah 3 hari,  dilakukan pengamatan pertumbuhan mikrobanya.
Media Eosin Methylene Blue mempunyai keistimewaan mengandung laktosa dan berfungsi untuk memilah mikroba yang memfermentasikan laktosa seperti S. aureus, P. aerugenosa, dan Salmonella. Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam. Sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna. Adanya eosin dan metilen blue membantu mempertajam perbedaan tersebut. Namun demikian, jika media ini digunakan pada tahap awal karena kuman lain juga tumbuh terutama P. Aerugenosa dan Salmonella sp dapat menimbulkan keraguan. Bagaiamanapun media ini sangat baik untuk mengkonfirmasi bahwa kontaminan tersebut adalah E.coli.
Agar EMB merupakan media padat yang dapat digunakan untuk menentukan jenis bakteri coli dengan memberikan hasil positif dalam tabung. EMB yang menggunakan eosin dan metilin bklue sebagai indikator memberikan perbedaan yang nyata antara koloni yang meragikan laktosa dan yang tidak. Medium tersebut mengandung sukrosa karena kemempuan bakteri koli yang lebih cepat meragikan sukrosa daripada laktosa.
Suriawiria (1986) menyatakan bahwa uji penguat ini dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya bakteri E.coli yang menunjuk pada sifat fekal. Jika setelah masa inkubasi sekitar dua hari tumbuh koloni berwarna hijau metalik pada sampel, maka bahan dikatakan tercemar bakteri E.coli. Hasil pengamatan menunjukan adanya pertumbuhan bakteri fekal dan non fekal pada sampel air kahatex dan, air air selokan. Bakteri fekal berbentuk bulat dan berwarna merah kehijauan. Ketika positif adanya pertumbuhan bakteri fekal, maka pengujian dilanjutkan dengan uji pelengkap. Sedangkan sampel lain terdapat bakteri non fekal saja yaitu limbah air tahu dan air Kokita.
Bakteri coliform ialah bakteri yang tumbuh pada air yang kotor dan menjadi mikroorganisme polutan penyebab berbagai macam penyakit. Jika dilihat dari asal usul dan juga karakter limbah yang positif terdapat coliform, sampel limbah ini memiliki total mikroorganisme yang cukup tinggi. Pertumbuhan bakteri coliform akan sangat sesuai dengan kondisi air limbah industri dan air selokan yang banyak mengandung padatan terlarut dan senyawa organik yang tinggi. Salah satu jenis bakteri coliform, yaitu E. Coli merupakan bakteri yang sering tumbuh pada kotoran hewan dan manusia yang sering ditemukan pada saluran pembuangan seperti selokan dan juga sungai. Hal ini juga menandakan bahwa sampel yang kita uji mengandung bakteri coliform yang dapat menyebabkan penyakit sehingga kita perlu hati-hati lagi dalam penggunaannya. Selain itu diperlukan juga proses penanganan lanjutan untuk penanganan limbah yang memiliki bakteri patogen seperti coliform.
Berikut adalah tabel 6 pengujian bakteri koliform uji penduga dan uji penguat
Tabel 6 pengujian bakteri koliform uji penduga dan uji penguat
Limbah
Uji Penduga
Nilai MPN
Uji Penguat
LBDS 10
LBSS 1
LBSS 0,1
Air Bersih
0
0
0
0,03
Tidak dilakukan
Air Selokan
3
3
3
< 24,00
Fekal, non fekal
Air Kokita
3
3
3
< 24,00
Non fekal
Air Kahatex
3
3
3
< 24,00
Fekal, non fekal
Air Tahu
3
3
3
< 24,00
Non fekal
(Hasil dokumentasi pribadi,2016)            

4.6       Pengujian Bakteri Salmonella-Shigella
Bakteri Salmonella–Shighella merupakan salah satu jenis bakteri enteropogenik yang dapat menyebabkan infeksi gastrointestinal atau penyebab penyakit pada saluran pencernaan, seperti tifus oleh Salmonella typhi, paratipus oleh Salmonella paratyphus, dan disentri oleh Shigella dysentriae. Keberadaan jenis–jenis bakteri tersebut pada air minum yang terkontaminasi limbah dapat menyebabkan wabah penyakit yang perlu ditangani secara serius (Schlegel, 1994).
Salmonella dan Shigella merupakan jenis bakteri pathogen yang berbahaya. Keduanya biasa ditemukan pada bahan pangan kaya akan nutrisi. Salmonella dikenal sering menyebabkan penyakit tifus (S. Typhi), tetapi sebenarnya banyak penyakit yang disebabkan olehnya. Pengujian Salmonella pada media SSA (Salmonella Shigella Agar) ditandai dengan adanya bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan untuk Shigella akan berwarna merah muda (pink). Warna hitam pada pengujian Salmonella berasal dari H2S yang dikeluarkan oleh Salmonella itu sendiri yang mengandung sulfur yang mengakibatkan mengeluarkan warna hitam. Media SSA (Salmonella Shigella Agar) digunakan karena lebih spesifik untuk tumbuhnya Salmonella dan Shigella dibandingkan dengan media lain karena fungsinya sebagai pengaya agar mikroorganisme tersebut dapat tumbuh dengan baik.
Pengujian Salmonella digunakan media Tetrathionate Broth (TTB) yang dicampurkan dengan sampel. Selanjutnya, inkubasi dilakukan selama 12-16 jam pada suhu 35°C selama 12-16 jam. Waktunya harus tepat karena jika lebih dari waktu tersebut maka bakteri lain yang akan tumbuh, seperti bakteri coliform. Tahapan seleksi dan isolasi digunakan media Salmonella-Shigella Agar (SS Agar) dan metode gores kuadran, lalu dilakukan inkubasi selama 24 jam selama 35°C serta diamati koloni yang tumbuh. Koloni yang berwarna hitam maka koloni tersebut yaitu Salmonella, sedangkan apabila koloni yang terbentuk berwarna merah muda maka koloni tersebut adalah Shigella.
SSA adalah media selektif diferensial yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri Salmonella dan Shigella. Media ini tergolong selektif karena terdiri dari bile salt yang berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan beberapa gram negatif, sehingga diharapkan bakteri yang tumbuh hanya Salmonella. Media ini digolongkan menjadi media diferensial karena dapat membedakan bakteri Salmonella dengan bakteri lainnya dengan cara memberikan tiga jenis karbohidrat pada media, yaitu laktosa, glukosa, dan salisin, dengan komposisi laktosa yang paling tinggi (Harijoto dan Widjowati, 1977).
Medium SS agar termasuk medium selektif, yaitu medium yang hanya ditumbuhi oleh jenis mikroba tertentu dalam hal ini adalah bakteri Salmonella dan Shigella. Bahan utama untuk medium SS yaitu lactose, bile salts, ferric citrate, dan neutral red. Lactose berfunsi untuk menunjukan bakteri yang memfermentasi laktosa atau tidak. Bile Salts berfungsi untuk menghalangi pertumbuhan suatu organisme gram positif. Ferric Citrate sebagai besi kompleks yang menunjukkan hidrogen sulfida. Neutral Red sebagai indikator yang bereaksi dengan asam-produk akhir.
Metode yang digunakan adalah metode gores kuadran dimana metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak contoh (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tihang, contohnya vegetasi hutan. Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya, kelebihan dari metode gores kuadran (strike plate) ini yaitu praktis, hemat biaya dan waktu, hanya membutuhkan keterampilan. Kelemahan atau kesalahan yang umum dilakukan dalam metode ini antara lain yaitu tidak memanfaatkan permukaan medium untuk digores sehingga pengenceran kurang optimal, penggunaan inoculum terlalu banyak sehingga menyulitkan pemisahan sel waktu digores. Oleh sebab itu praktikan diharapkan harus lebih hati-hati dan lebih memahami dari metode gores kuadran ini agar kesalahan yang timbul ketika praktikum dapat di minimalisir.
Berikut adalah tabel 7 hasil pengamatan pengujian bakteri salmonella dan shigella pada sampel
Tabel 7 hasil pengamatan pengujian bakteri salmonella dan shigella
(Hasil dokumentasi pribadi,2016)

Sampel air limbah tahu positif Salmonella dan positif Shigella. Sampel air kahatex positif Salmonella dan negatif Shigella. Sampel air kokita positif Salmonella dan positif Shigella. Sampel air bersih/minum negatif Salmonella dan
positif Shigella. Sampel air selokan positif Salmonella dan positif Shigella.
Salmonella dan Shigella dijadikan indikator keamanan pangan karena mikroorganisme ini merupaka mikroorganisme patogen pada makanan. Kedua mikroorganisme ini juga merupakan mikroorganisme patogen yang sering ditemukan pada produk pangan tertentu. Mikroorganisme patogen dapat dibedakan atas mikroorganisme penyebab infeksi dan penyebab keracunan makanan (intoksinasi).
Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat yang menyebabkan tifoid, paratifod, dan penyakit foodborne. Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfida. Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika, walaupun sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis) yang pertama kali menemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh babi.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b4/SalmonellaNIAID.jpg/220px-SalmonellaNIAID.jpg
Gambar 2. Salmonella
(Foodinfo, 2016)

Shigella adalah genus dari gram-negatif , nonspora pembentuk , non-motil, berbentuk batang bakteri erat kaitannya dengan Escherichia coli dan Salmonella. Agen penyebab manusia Shigellosis, Shigella menyebabkan penyakit pada primata, tetapi tidak pada mamalia lainnya. Hal ini hanya secara alami ditemukan pada manusia dan kera. Selama infeksi, biasanya menyebabkan disentri. Genus ini dinamai Kiyoshi Shiga, yang pertama kali menemukannya pada tahun 1898.
Gambar 3. Shigella
(Foodinfo, 2016)

Sebenarnya cemaran dalam air bersih atau air minum tersebut tidak boleh mengandung bakteri shigella karena dapat menimbulkan penyakit, sebenarnya ada kemungkinan shigella dapat tumbuh dan masuk pada media EMB air minum salah satunya bisa lewat alat yang kurang aseptis atau lewat udara kemungkinan lainya juga bisa ketika menggoreskan dengan metode kuadran oleh karena itu Jika ingin menggukan air bersih untuk memasak, air harus dididihkan terlebih dahulu untuk mematikan bakteri Salmonella dan Shigella terlebih dahulu. Air kahatex, kokita, dan air limbah tahu sangat tidak disarankan untuk digunakan memproses suatu makanan. Dwidjoseputro (2003) menyatakan bahwa adanya bakteri Shigella dan Salmonella disebabkan limbah cair merupakan medium pembawa mikroorganisme patogenik yang berbahaya bagi kesehatan. Patogen yang sering ditemukan di dalam air terutama adalah bakteri-bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan seperti Vibrio cholerae penyebab penyakit kolera, Shigella dysenteriae  penyebab disenteri basiler, Salmonella typosa penyebab tifus, dan  S. paratyphi penyebab paratifus. Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui air perlu dilakukan kontrol terhadap polusi air.
Dapat disimpulkan bahwa sampel-sampel diatas dapat menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan jika dikonsumsi langsung. Semua sampel ini jika digunakan kembali atau dikonsumsi akan menyebabkan penyakit patogenik, maka dari itu dilakukan proses lanjutan seperti pemanasan dan lain-lain jika ingin digunakan.





V.        KESIMPULAN

-          Semua warna limbah yang diuji keruh, kecuali air bersih.
-          Bau air limbah tahu khas tahu, bau air bersih tidak berbau, bau air selokan bau amonia, dan bau air bau air kokita bau sambal busuk.
-          Suhu tertinggi pada air limbah kokita (30oC) dan suhu terendah pada air selokan (25oC).
-          pH sampel yang diuji pada umumnya bersifat basa kecuali pada air limbah tahu dan netral pada air bersih.
-          Setiap limbah memiliki endapan yang terdiri dari partikel yang berukuran besar dan kecil.
-          COD tertinggi pada air selokan 3360ppm, terendah pada air bersih 0ppm.
-          Semakin besar nilai COD menunjukkan semakin tinggi pula beban cemaran yang ada pada limbah cair sehingga menunjukkan kualitas limbah semakin buruk karena tingginya COD menunjukkan semakin banyak oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat-zat organik.
-          Semakin banyak mikroorganisme dalam sampel, semakin buruk pula kualitas air.
-          Semakin rendah nilai BOD, semakin baik kualitas air, begitu pula sebaliknya, semakin tinggi nilai BOD semakin buruk kualitas air.
-          Berbeda dengan DO, semakin tinggi nilai DO semakin baik kualitas air, begitupula sebaliknya, semakin rendah nilai DO semakin buruk pula kualitas air.
-          Urutan MPN dari yang paling besar ke kecil adalah air Sungai Cidurian-air selokan Ciseke- air Arboretum, air keran Gedung 4, dan air limbah tahu.
-          Adanya pertumbuhan bakteri fekal pada sampel air selokan, air kahatex.
-          Berdasarkan pewarnaan gram, bakteri  yang ditemukan Sampel air limbah tahu positif Salmonella dan positif Shigella. Sampel air kahatex positif Salmonella dan negatif Shigella. Sampel air kokita positif Salmonella dan positif Shigella. Sampel air bersih/minum negatif Salmonella dan positif Shigella. Sampel air selokan positif Salmonella dan positif Shigella.

DAFTAR PUSTAKA


Afrianto, E. 2008. Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan Jilid 2 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.Jakarta:Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Alaerts, G. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional.

Anonima. 2010. Air Limbah dan Pengelolaannya. Available online at: http://www.smallcrab.com/ (diakses pada tanggal  19 Desember 2013 pukul 22.16 WIB).

Anonimb. 2010. Sifat Fisik Air Limbah. Available online at: http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2225663-sifat-fisik-air-limbah/(diakses pada tanggal  19 Desember 2013 pukul 22.00 WIB).

Djajadiningrat, A. 1999. Pengolahan Limbah Cair. Bandung:Penelitian Pengelolaan Limbah ITB.

Dwidjoseputro.2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Fardiaz, S. 1993. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama   Bekerja Sama dengan PAU Pangan dan Gizi IPB.

Ficca. 2009.Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan. Available online at: http://biarkanakumenulisilmu.com/2009/10/Oksigen-terlarut-do-dan-kebutuhan (diakses pada tanggal 21 Desember 2012 jam 22.30 WIB).

Foodinfo.2012. Salmonella sp. Available online at: http://www.food-info.net/id/bact/salm.htm (diakses 26 Desember 2013 jam 22.30 WIB).

Ginting, P. 1992. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung: Yrama Widya.

Harijoto dan Widjowati. 1977. Pemeriksaan Mikrobiologis Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Jebres:Surakarta (Jurnal).

Jenie, B. S. L. 1990. Sanitasi Dalam Industri Pangan. Bogor: PAU IPB dan LSI IPB.

Kasmidjo, R.B. 1991. Penggunaan Limbah Pertanian Pangan dan gizi. Yogyakarta:UGM.

PESCOD, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for Tropical Countries. Bangkok:A.I.T.

Said, N.I., Haryoto, I., Nugro, R., dan Arie, H. 2012. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu - Tempe dengan Proses Biolfilter Anaerob dan Aerob. Jakarta:Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material.

Sumanti, D dan Tita, R. 2010. Penanganan Limbah Industri Pangan. Jatinangor: Jurusan Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran.

Ratna, S. 2009. Kualitas Air Sungai Cisadane Jawa Barat-Banten. Jurnal Ilmiah Sains. Vol. 11 (2). Bogor: IPB.

Schlegel, H.1994.Mikrobiologi Umum. Yogyakarta:  Gadjah Mada University Press.

Silalahi, J. 2009. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba. Medan:Universitas Sumatera Utara.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan. Yogyakarta: Liberty.

Suriawiria, U. 1986. Buku Materi Pokok Mikrobiologi. Jakarta:Penerbit Karunika.

Wirosarjono, S. 1974. Masalah-masalah yang Dihadapi dalam Penyusunan Kriteria Kualitas Air Guna Berbagai Peruntukan. Bandung: Lembaga Ekologi UNPAD.